Thursday 22 November 2012

Motivasi Hadis Dalam Perkembangan Historiografi Islam


Oleh: 

HUSAINI ABU BAKAR 

A. Latar Belakang Masalah

Hadits merupakan salah satu sumber hukum Islam, sebuah Hadits dari Rasulullah SAW mangatakan bahwa “ Aku tinggalkan dua pusaka pada kalian. Jika kalian berpegang pada keduannya, niscaya tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah (Al-quran) dan sunah Rasul-Nya “

Walupun Hadits merupakan Sumber hukum Islam, Akan tetapi Hadis tidak mempunyai perintah dari Nabi Muhammad SAW untuk menulisnya, berbeda dengan al- Quran yang mana memang sudah mempunyai printah dari nabi untuk ditulis, Pembukuan Hadits baru di mulai setelah sekita seabad dari kematian Nabii Muhammad SAW yaitu pda abad kedua Hijriah, Masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz Dinasti Bani Umayyah, Penulisan Hadis tersebut Termotivasi dari beredarnya Hadits palsu, akibat dari perseteruan politik pada masa Itu.

Selanjutnya, Pembukuan Hadits meningkat pesat, sehingga banyak melahirkan Ilmu-ilmu baru, yaitu ilmu yang digunakan sebagai metode dalam menguji keorisinilan sebuah hadits, apakah hadits tersebut benar dari nabi atau tidak. Pertumbuhan Ilmu metode tersebut sedikit banyak telah memberikan sumbangan yang sangat besar pada petumbuhan dan perkembangan Historiografi Islam , Metode riwayat misalnya, atau metode kritik sanad, yang kemudian berkembang menjadi sebuah metode Historiografi yang sangat Populer yaitu kritik sejarah.

Dalam Perkembangannya Pembukuan Hadits memberikan Sumbangsih yang sangat besar dalam Perkembangan Historiografi Islam, Baik itu dalam Bentuk Ilmu, Metode, maupun karya-karya yang luar biasa dari para Muhaddisin.

A. Pengertian Hadits

Menurut bahasa kata hadits memiliki arti;
al jadid minal asyya (sesuatu yang baru), lawan dari qodim. Hal ini mencakup sesuatu (perkataan), baik banyak ataupun sedikit.
Qorib (yang dekat)
Khabar (warta), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain dan ada kemungkinan benar atau salahnya. Dari makna inilah diambil perkataan hadits Rasulullah saw.

Jamaknya adalah hudtsan, hidtsan dan ahadits. Jamak ahadits-jamak yang tidak menuruti qiyas dan jamak yang syad-inilah yang dipakai jamak hadits yang bermakna khabar dari Rasulullah saw. Oleh karena itu, hadist-hadits Rasul dikatakan ahadits al Rasul bukan hudtsan al Rasul atau yang lainnya.

Ada juga yang berpendapat ahadits bukanlah jamak dari hadits, melainkan merupakan isim jamaknya.

Dalam hal ini, Allah juga menggunakan kata hadits dengan arti khabar, dalam firman-Nya;

فليأتوا بحديث مثله إن كانوا صادقين.

“maka hendaklah mereka mendatangkan khabar yang sepertinya jika mereka orang yang benar” (QS. At Thur; 24).

Adapun hadits menurut istilah ahli hadits hampir sama (murodif) dengan sunah, yang mana keduanya memiliki arti segala sesuatu yang berasal dari Rasul baik setelah dingkat ataupun sebelumnya. Akan tetapi kalau kita memandang lafadz hadits secara umum adalah segala sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad saw. setelah diangkat menjadi nabi, yang berupa ucapan, perbuatan, dan taqrir beliau. Oleh sebab itu, sunah lebih umum daripada hadits.

Menurut ahli ushul hadits adalah segala pekataan Rosul, perbuatan dan taqrir beliau, yang bisa bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i. Oleh karena itu, menurut Ahli Ushul sesuatu yang tidak ada sangkut pautnya dengan hukum tidak tergolong hadits, seperti urusan pakaian.

B. Struktur Hadist

Secara struktur hadits terdiri atas dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai penutur) dan matan (redaksi).

Contoh:Musaddad mengabari bahwa Yahyaa sebagaimana diberitakan oleh Syu’bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda: “Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri” (Hadits riwayat Bukhari)

a. Sanad

Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga mencapai Rasulullah. Sanad, memberikan gambaran keaslian suatu riwayat.

Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/perawi ervariasi dalam lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad disebut dengan thaqabah. Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thaqabah sanad akan menentukan derajat hadits tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits.

Jadi yang perlu dicermati dalam memahami Al Hadits terkait dengan sanadnya ialah :

1. Keutuhan sanadnya

2. Jumlahnya

3. Perawi akhirnya

Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam. Hal ini diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan tetapi mayoritas penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.

b. Matan

Matan ialah redaksi dari hadits. Dari contoh sebelumnya maka matan hadits bersangkutan ialah:

“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri”

Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadist ialah:

Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan,

Matan hadist itu sendiri dalam hubungannya dengan hadist lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).

C. Sejarah pengumpulan Hadits

Hadits sebagai kitab berisi berita tentang sabda, perbuatan dan sikap Nabi Muhammad sebagai Rasul. Berita tersebut didapat dari para sahabat pada saat bergaul dengan Nabi. Berita itu selanjutnya disampaikan kepada sahabat lain yang tidak mengetahui berita itu, atau disampaikan kepada murid-muridnya dan diteruskan kepada murid-murid berikutnya lagi hingga sampai kepada pembuku Hadits. Itulah pembentukan Hadits.

1. Masa Pembentukan Al Hadist

Masa pembentukan Hadits tiada lain masa kerasulan Nabi Muhammad itu sendiri, ialah lebih kurang 23 tahun. Pada masa ini Al Hadits belum ditulis, dan hanya berada dalam benak atau hafalan para sahabat saja.

2. Masa Penggalian

Masa ini adalah masa pada sahabat besar dan tabi’in, dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 11 H atau 632 M. Pada masa ini Al Hadits belum ditulis ataupun dibukukan. Seiring dengan perkembangan dakwah, mulailah bermunculan persoalan baru umat Islam yang mendorong para sahabat saling bertukar Al Hadits dan menggali dari sumber-sumber utamanya.

3. Masa Penghimpunan

Masa ini ditandai dengan sikap para sahabat dan tabi’in yang mulai menolak menerima Al Hadits baru, seiring terjadinya tragedi perebutan kedudukan kekhalifahan yang bergeser ke bidang syari’at dan ‘aqidah dengan munculnya Al Hadits palsu. Para sahabat dan tabi’in ini sangat mengenal betul pihak-pihak yang melibatkan diri dan yang terlibat dalam permusuhan tersebut, sehingga jika ada Al Hadits baru yang belum pernah dimiliki sebelumnya diteliti secermat-cermatnya siapa-siapa yang menjadi sumber dan pembawa Al Hadits itu. Maka pada masa pemerintahan Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz sekaligus sebagai salah seorang tabi’in memerintahkan penghimpunan Al Hadits. Masa ini terjadi pada abad 2 H, dan Al Hadits yang terhimpun belum dipisahkan mana yang merupakan Al Hadits marfu’ dan mana yang mauquf dan mana yang maqthu’.

4. Masa pembukuan dan Penyusunan

Abad 3 H merupakan masa pembukuan dan penyusunan Al Hadits. Guna menghindari salah pengertian bagi umat Islam dalam memahami Hadits sebagai prilaku Nabi Muhammad, maka para ulama mulai mengelompokkan Hadits dan memisahkan kumpulan Hadits yang termasuk marfu’ (yang berisi perilaku Nabi Muhammad), mana yang mauquf (berisi prilaku sahabat) dan mana yang maqthu’ (berisi prilaku tabi’in). Usaha pembukuan Al Hadits pada masa ini selain telah dikelompokkan (sebagaimana dimaksud diatas) juga dilakukan penelitian Sanad dan Rawi-rawi pembawa beritanya sebagai wujud tash-hih (koreksi/verifikasi) atas Al Hadits yang ada maupun yang dihafal. Selanjutnya pada abad 4 H, usaha pembukuan Hadits terus dilanjutkan hingga dinyatakannya bahwa pada masa ini telah selesai melakukanPembukuan Al Hadits. Sedangkan abad 5 hijriyah dan seterusnya adalah masa memperbaiki susunan kitab Al Hadits seperti menghimpun yang terserakan atau menghimpun untuk memudahkan mempelajarinya dengan sumber utamanya kitab-kitab Al Hadits abad 4 H.

D. Motifasi hadits Dalam Penulisan Historiografi

Hadis merupakan salah satu sumber hukum islam yang berdampingan dengan al-Quran, dalam pengumpulan hadis berbeda dengan al-Quran, al-quran sudah mendapatkan perintah penulisan dari nabi, sedangkan dalam penulisan hadits tidak ada perintah penulisan hadits dari Nabi. Penulisan Hadits baru dimulai pada abad ke tiga pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz dinasti Bani Umayyah, yang merupakan respon dari pergeseran politik yang menyebabkan banyaknya hadits palsu yang beredar dikalangn umat islam pada saat itu.

Pembukuan hadits merupakan salah satu pendorong maju dan berkembangnya Historiografi Islam, dalam pembukuan hadits terdapat berbagai macam metode yang digunakan dalam membuktikan keorisinilan sebuah hadits, dalam perkembangannya metode tersebut tidak hanya digunakan dalam pembukuan hadits saja, akan tetapi digunakan dalam penulisan historiografi Islam.

Salah satu Contoh, dalam Rangka menguji kevalidan sebuh hadits, munculah Ilmu Kritik Hadits, baik dari segi periwayatannya, apakah perawinya orang yang dapat dipercaya atau tidak ?maupun dari segi matan atau materinya. Ilmu ini pula yang dijadikan Metode kritik penulisan Sejarah yang paling awal.

Dalam perkembangannya metode pengumpulan hadits banyak memberikan motivasi perkembangan historiografi Islam, banyak dari beberapa para pengumpul hadits seperti imam bukhari yang melakukan rihlah ilmiah dalam pengumpulan hadits, dalam Kitabnya Sahih Bukhari, Imam Bukari Menghususkan satu bab mengenai Jihad dan Siyar( Jamak dari Sirah), selain Dari Itu Imam Muslim Dalam Kitabnya shahih Muslim juga memuat suatu bagian khusus mengenai keutamaan Nabi Muhammad dan para Nabi sebelumnya, serta kisah keutamaan Para Sahabat Besar dibawah judul Kitab al- Fadhail.`

Imam Muslim Dan Imam Bukhari atau imam hadits lainnya bukanlah orang yang pertama yang menulis materi sirah, atau magazhi, karena jauh sebelumnya telah muncul buku magazhi dan buku sirah. sejarawan Ibnu Ishaq kemudian diikuti oleh Ibnu Hisyam , keduanya telah menyusun buku sirah yang berjudul al- Sirah Al-Nabawiah dengan menggunakan metode Periwayatan. Hal inilah yang melatar belakangi sehingga metode penulisan sirah atau Magazhi atau bentuk Historiografi lainnya mengikuti metode penulisan Hadits yang dibuat dalam bentuk periwayatan bukan dalam bentuk rekontruksi dan analitis.


DAFTAR PUSTAKA

Khon. Abdul Majid. Ulumul Hadits, Cet III: Jakarta, Bumi Aksara, 2009

Yunus.Abd. Rahim Prof. Dr., Kajian Historiografi Islam (Dalam Sejarah Priode Klasik), Cet I: Makassar, Alauddin Universty Press, 2011

Yatim. Badri., Historiografi Islam, Cet I: Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1997





0 komentar:

HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html