Islam Di Domba Hitamkan

Ditengah kekacauan,Fitnah, teror dan kekerasan,umat Islam tetap tabah berdiri mempertahankan keyakinannya, dengan memperkenalkan agamanya dengan cara-cara damai dan menyejukkan.

Akhirnya Sunni dan Syiah Bersatu

Bukankah mereka mengimani tuhan yang sama, Mencintai Nabi dan Rosul yang sama, memiliki Kitab suci yang sama, Mempunyai Syahadah yang sama ?, Kemudian mereka saling fitnah dan menumpahkan darah.

Pengaruh Peradaban Islam Terhadap dunia Modern

Pada masa lampau, peradaba Islam memberikan sumbangan besar terhadap kemajuan dunia Barat, kini Islam dan Barat saling menghunus pedang, Islam sebagai Tokoh Kegelapan, sedangkan Barat sebagai Tokoh Peradaban.

Jihad Dan Terorisme dalam Prespektif Islam

Siapa mereka yang mengatakan terorisme merupakan bagian dari jihad fi sabilillah ?? sedangkan teror sangat ditentang oleh teks rujukan utama umat Islam.

Lagenda Assasin "Penebar Maut Lembah Alamut"

Asyhasin(assassin) Antara Lagenda dan Mitos, Siapa Sangka Assassin yang terkenal sebagai Game, adalah Kisah Nyata Pasukan Khusus sekte pecahan Syiah Ismailiyah.

Tuesday 29 May 2012

Universitas Tertua di Dunia


Universitas Al-Karaouine

Universitas ini terletak di Fes, Maroko. Awalnya, universitas ini adalah sebuah masjid yang didirikan pada tahun 859 oleh seorang wanita bernama Fatima al-Fihri. Pada perjalanannya, berkembang menjadi salah satu universitas terkemuka untuk bidang ilmu alam. Kemudian, pada tahun 1957, berkembang dengan dilengkapi bidang ilmu matematika, fisika, kimia, dan bahasa asing. Universitas ini pun mendapat rekor sebagai universitas tertua dari Guinness Book of World Records

Universitas Al Azhar
Universitas Al Azhar berada di Mesir, menempati urutan kedua sebagai universitas tertua yang didirikan pada 970-972. Al Azhar juga berfungsi sebagai pusat sastra dan literatur Islam Arab Sunni. Di universitas ini juga diajarkan berbagai bidang ilmu pengetahuan modern.


Universitas Nizamiyya
Universitas ini adalah satu dari sejumlah universitas yang didirikan oleh Khwaja Nizam Al-Mulk pada abad 11 di negara yang saat ini dikenal dengan Iran. Yang paling terkenal dari semua sekolah Nizamiyyah adalah Al-Nizamiyyah di Baghdad, didirikan pada 1065 di Dhu'l Qa'da dan beroperasi di Isfahan.

Universitas Bologna
Universitas ini adalah lembaga pendidikan tinggi pertama yang didirikan di belahan dunia Barat pada tahun 1088, di Bologna, Italia. Universitas Bologna termasuk universitas yang berada di peringkat atas hingga masa perang dunia kedua. Pada masa itu, para pemimpin menempatkan universitas untuk menjalin hubungan dengan institusi-institusi di negara yang lebih maju untuk memperkuat filosofi pendidikannya. Hingga saat ini, Universitas Bologna masih dianggap sebagai salah satu universitas yang maju dalam hal sistem pendidikan di Eropa.

Universitas Paris
Tidak jelas siapa pendiri universitas ini. Namun, proses belajar mengajar di universitas ini telah berlangsung sejak 1096. Kemudian, terjadi reorganisasi menjadi 13 universitas otonomi pada tahun 1970. Seringkali disebut sebagai Sorbonne setelah College de Sorbonne yang didirikan sekitar tahun 1257. Universitas ini berkembang pada akhir abad 12 di wilayah Katedral Notre Dame sebagai sebuah pusat pembelajaran bidang seni, kedokteran, hukum, dan teologi.

 Universitas Oxford
Seperti halnya Universitas Paris, kapan tepatnya Universitas Oxford dibangun juga tidak jelas. Secara formal disebutkan dibangun pada tahun 1096. Universitas ini ini berkembang pesat sejak tahun 1167, saat Henry II melarang pelajar Inggris untuk belajar ke Universitas Paris. Universitas Oxford sempat ditutup dua kali. Pertama, pada tahun 1209 dan tahun 1355 karena kerusuahn St Scholastica. Saat ini, universitas berbahasa Inggris tertua ini, memiliki 38 jurusan dengan struktur internalnya masing-masing.

Universitas Montpelier
Universitas ini terletak di Montpelier, Prancis. Diyakini, usia universitas ini jauh lebih tua dari tanggal pendiriannya pada tahun 1150.

 Universitas Cambridge
Universitas Cambridge dikenal sebagai universitas berbahasa Inggris tertua kedua setelah Oxford. Universitas ini dibentuk oleh para sarjana yang meninggalkan Universitas Oxford selama terjadi sengketa tahun 1209. Saat ini, Cambridge termasuk salah satu universitas top di dunia. Hingga tahun 2009, para alumni universitas ini telah memenangkan 85 penghargaan Nobel.

Universitas Salamanca
Universitas Salamanca terletak di Salamanca, Spanyol yang didirikan pada 1218 dan memperoleh gelar "universitas" oleh Paus Alexander IV pada tahun 1225. Awalnya, Universitas Salamanca didirikan oleh Raja Alfonso IX Leonese untuk memberikan kesempatan pada masyarakat Leonese untuk belajar, daripada pergi untuk belajar di Castile. Saat ini, Salamanca tetap menjadi universitas pilihan bagi siswa Spanyol yang ingin fokus pada humaniora dan studi bahasa.

Universitas Padua
Universitas Padua adalah universitas tertua kedua di Italia setelah Universitas Bologna yang didirikan pada tahun 1222, ketika sekelompok mahasiswa dan profesor meninggalkan Universitas Bologna.

Sumber :

Thursday 17 May 2012

Perjuangan Islam (Melayu-Muslim Thailand)





Jatuhnya pemerintah militer dalam 1973 dan ditegakkannya demokrasi, yang berlangsung selama tiga tahun, mendatangkan suatu era baru dalam dunia politik Thai. Setiap lapisan masyrakat didorong untuk berpartisipasi dalam urusan negara. Semua keburukan sosial, politik, dan ekonomi yang telah ditutup-tutupi di bawah rezim diktatur, diangkat ke permukaan. Demikian halnya dengan unek-unek yang selama itu terdapat dikalangan Melayu-Muslim. Dalam periode tiga tahun (1973-1976) tersingkap fakta-fakta tentang segala penganiayaan, ketidakadilan, dan korupsi resmi yang pada umumnya telah dilakukan oleh terhadap kaum Muslim. Semakin hebat konflik antara pemerintah dan kaum Muslim, semakin mendesak pula kebutuhan yang dirasakan komunitas akan pimpinan yang lebih baik dan lebih efektif. 

Perubahan dalam kepemimpinan menimbulkan perubahan dalam taktik dan bahkan dalam ideologi perjuangan komunitas Melayu-Muslim untuk memperoleh hak menentukan nasib sendiri. Pemimpin-pemimpin mudah lebih cangih dan berbicara dalam bahasa yang sama dengan pejabat-pejabat pemerintah. Berbagai imbauan dan proses sekarang didasarkan atas asas-asas yang diseruhkan oleh pemerintah sendiri: kebebsan, persamaan, dan jaminan hak-hak politik bagi semua warganegara Thai tanpa memandang asal usul ras. Kalau di masa lampau, pekik pemersatu adalah Islam dan tekanan di letakan pada perbedaan antara kebijakan integrasi pemerintah dan identitas golongan Melayu-Muslim, maka sekarang yang dijadikan asas pedoman adalah persamaan dan kebebasan. Apabila orang-orang Melayu-Muslim harus menjadi Thai-Muslim yang hidup di bawah pemerintahan Thai, maka mereka harus mendapat perlakuan yang sama dengan orang-orang Thai lainnya (yang Buddhis). Kegagalan pemerintah untuk menjamin pelakuan yang sama itulah, yang sekarang menjadi masalah yang sulit antara para pemimpin Melayu yang lebih muda dan berpendidikan universitas dan pemerintah. 

Ini tidaklah berarti bahwa semua pemimpin muda golongan Melayu-Musllim dapat menerima status quo di bawah kekuasaan Thai. Sebab, keberhasilan atau apa yang tampak sebagai keberhasilan, pemerintah dalam upaya pengintegrasiannya melalui pendidikan sekuler modern hanya terbatas kepada pemuda-pemuda muslim yang mau dan mampu memanfaatkan kesempatan yang ditawarka oleh pemrintah. Namun masih ada orang lainnya dikalangan generasi muda tetap melalui jalur tradisonal dan melanjutkan pendidikan tinggi mereka di luar negeri, di negeri-negeri muslim di Timur Tengah. Mengingat lingkungan dimana mereka tinggal, mata kuliah yang merka ikuti bagian terbesar merupakn ilmu-ilmu agama Islam, dan indoktrinisasi ideologi mereka serap dari lembaga-lembaga perguruan tinggi Islam di Dunia Arab, maka dapatlah dimengerti bila mereka nantinya kembali ke Thai Selatan dengan membawa rasa kebanggaan etnik dan identitas Muslim yang lebih mengolora. Maka mereka pun berharap agar mendapat kesempatan mengurus komunitas mereka. Namun mereka dikecewakan oleh birokrasi negara dan pejabat-pejabat pemerintah yang tidak mau memberikan kedudukan kepada mereka. Maka timbulah kecuragan yang mendalam. Pemuda-pemua ynag marah dan tidak puas itu diterima dengan tangan terbuka sebagai pemmpin oleh komunitas mereka yang tradisional. Mengingat mereka telah mendapatkan pendidikan yang baik dan menguasai ilmu-ilmu agama.

Mereka pun mempunyai ikatan-ikatan yang kuat dengan gerakan-gerakan islam di negara-negara lain. Dan ikatan itu sering mereka manfaatkan. Kontak-kontak dengan mahasiswa-mahasiswa lain selama mereka belajar di Timur Tengah, telah menyebabkan semakin besarnya perhatian yang diberikan kepada penderitaan orang-orang Melayu-Muslim di Thai Selatan. Organisasi-organisasi Internasional memberikan perhatian yang semakin besar di bandingkan dengan waktu-waktu sebelumnya kepada nasib golongan orang minoritas ini. Orang-orang Melayu dari Thai Selatan selalu diwakili dalam pertemuan-pertemuan seperti Konperensi Liga Dunia Islam, Konperensi Para Menlu Islam, Konperensi Islam Asia, dan Konperernsi Liga Arab.

Salah satu perubahan yang paling penting yang telah terjadi pada golongan Melayu-Muslim adalah terbentuknya berbagai kelompok militan yang secara terang-terangan bertujuan membebaskan daerah Melayu dari Kekuasaan Thai. Golongan Melayu-Muslim di Thai Selatan telah berganti pemimpin dan sedang bereksperimen dengan taktik-taktik baru dan bahkan ideologi baru untuk mencapai tujuannya, yakni hak menentukan nasib sendiri. Dalam tahun-tahun belakangan ini, Partai Komunis Thai (CPT) dan Partai Komunis Malaya (CPM) giat membantu gerakan separatis Melayu itu. Walaupun Organisasi Bersangkutan telah membantah hal itu, ada bukti-bukti yang menunjukan bahwa setidak-tidaknya tujuan bersama untuk mengacaukan daerah perbatasan dan menghasut penduduk agar menentang pemerintah. Baik CPT maupun CPM memanfaatkan kepekaan dan kebencian orang Melayu-Muslim terhadap tindakan-tindakan pemerintah yang sedang meronrong identitas kebudayaab mereka. 

Dengan demikian, diantara orang Melayu di Thai Selatan ada yang mendapatkan sekutu-sekutu yang bersimpati dalam Partai Komunis Thai dan Partai Komunis Malaya. Sudah jelas bahwa konflik-konflik ideologis pasti akan terjadi kelak, tetapi untuk sementara waktu, tujuan bersama: pembebasan nasional merupakan sumber inspirasi yang cukup ampuh untuk ketiga kawan seperjuangan yang sebetulnya saling bertentangan. 

Semua perubahan situasi yang telah dikemukakan hingga disini pada waktunya membantu meningkatkan konflik kekerasan antara orang-orang Melayu dan pejabat-pejabat pemerintah. Walaupun masa rakyat masih bersikap pasif dan belum menanggapi seruan pembebasan, nnamun meningkatnya tindakan kekerasan, penindasan dan kesulitan ekonomi yang diakibatkan oleh operasi-operasi politik militer, pada akhirnya akan memaksa untuk dalam waktu singkat menentukan sikap.

Gerakan Saparatis dan Perang Gerilya

Dimasa lampau, orang Melayu-Muslim tidak pernah menyetujui kekuasaan Thai atas diri merekka, tetapi perlawanan mereka hanya terbatas kepada perlawanan pasif atau ledak-ledakan kekekrasan apabila sesuatunya menjadi gawat. Pimpinan-pimpinan pemberontakan dan ledakan-ledakan kekerasan yang sporadis itu biasanya terdiri dari para ulama. Dalam dasawarsa yang lalu pola oposisi itu menjadi lebih berorientasi ideologi, dan kekerasan tempaknya merupakan taktik yang lebih disukai untuk mencapai tujuan akhir. Para pemimpin dari berbagai kelompok saparatis itu cenderung dari generasi mudah dengan pendidikan akademis yang mengesankan. 

Dawasa ini terdiri dari tiga gerakan saparatis utama yang beroperasi didearah patani Raya. Sementara mereka semua mengejar tujuan akhir yang sama yakni pemerintahan sendiri maka dari segi ideologis, taktik dan lingkup operasi ada beberapa perbedaan diantara mereka, tegantung kepada latar belakang dan komposisi pimpinan serta keangggotaan mereka.

Untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai gerakan saparatis dikalangan golongan Melayu di Thai Selatan, perlu dibahas setiap kelompok secara berurut-urut.

1. Barisan Nasional Pemberatasan Patani (BNPP)
National Liberation front of Pattani (NLPP) yang dalam bahasa Melayu dikenal dengan sebutan barisan nasional pembebasan patani (BNPP) dianggap sebagai organisassi yang paling tua diantara organisasi-organisasi saparatis. Ia didirikan oleh Tengku Mahyidin, Putra Raja Patani yang terakhir, Abdul Kadir, sesudah Perang Dunia II. Sejak 1977, organisasi itu diambil ahli oleh sebuah kelompok baru yang secara terangan-terangan bertujuan memulihkan Patani kedalam kejayaannya yang lama, dibawah pimpinan seorang Raja atau sultan. Organisasi itu juga dikabarkan telah mendirikan sebuah kantor pusat di Kota Mekkah untuk mengkoordinasikan berbagai kegiatannya di bagian Dunia.
Di Daerah Patani Raya, BNPP dengan giat menentang upaya pemerintah mendirikan pemukiman pemukiman Buddhis. 

BNPP, yang beroperasi di negara kelantan dan di wilayah thai, juga giat mendrorong orang Melayu Patani untuk minta menjadi warganegara Malaysia. Dengan demikian, orang-orang Melayu-Muslim Patani secara berangsur-angsur memasuki birokrasi negara-negara bagian dan Federan Malaysia. 

2. Bagian Revolusion Nasional (BRN)
Organisasi saparatis yang kedua adalah Barisan Revolusion Nasional (BRN) atau Liberation Front of Republic Patani (LFRP). Organisasi ini bertujuan republik, dan cenderung kearah suatu bentuk sosialisme Islam. BRN yang dimpimpin oleh seorang bekas guru pondok, Ustaz Karim Haji Hassan, bertujuan mencetuskan suatu revolusi sosial dan bebaskan daerah Patani dengan kekerasan. 

3. Petubohan Persatuan Pembibasan Patani (PPPP)
Petubohan Persatuan Pembibasan Patani (PPPP) atau Patani United Liberation Organization (PULO). Ia dibentuk dalam 1968, sebagai organisasi induk yang mengoordinasikan banyak kelompok gerilya yang memerang pemertintah Thai. Struktur organisasi PPPP (PULO) menunjukan adanya tiga tingkat pimpinan. Dan yang menarik adalah bahwa tingkat paling atas, yang menentukan kebijakan, berada di Mekkah berada di Saudi Arabia. Tingkat pimpinan kedua, bertanggung jawab atas urusan politik, dan markasnya ada di tumpat, Kelantan (Malaysia). Tingkat pimpinan yang ketiga yang paling dikenal dengan sendirinya, adalah pimpinan operasi militer (Jabatan Tentara).

C. Bentuk-bentuk Operasi Politik dan Militer Lainnya.
Bentuk kekerasan yang paling umum adalah taktik pemerasan atau pemungutan uang perlindungan. Para pejabat pemerintah dan para pengusaha Thai dan Cina merupakan sasaran jenis kekerasn. Antara Agustus 1978 dan Juli 1979, pejabat-pejabat pemerintah provinsi di Patani, Yala, dan Narathivat melaporkan lebih dari 100 kasus melalui penculikan, penutupan perkebunan karet dan pemungutan uang perlindungan terhadap gangguan. Tiap kasus melibatkan uang antara 50.000 Baht (US$ 2.500) dan 150.000 Baht (US$ 7.500). Mereka yang menolak untuk membayar uang perlindungan atau uang tebusan dalam hampir semua kasus, dibunuh.

Kampanye teror itu tampaknya mempunyai tujuan lain selain uang. Rasa tidak aman dan tidak ada perlindungan dari pihak pemerintah terhadap kampanye itu, tak boleh tidak menghalau orang-orang Thai-Buddhis dari ketiga pprovinsi perbatasan di Selatan.

Kegiatan-kegiatan yang paling menarik perhatian adalah serangan terhadap para pejabat pemerintah, pusat-pusat pemertintah komunikasi internasional dan fungsi-fungsi raja. Dan dalam kasusu-kasus seperti itu pemerintah pusat tidak mempunyai pilihan lain selain membalas dengan tindakan militer yang lebih keras lagi. Dan yang akan menimbulkan lebih banyak korban dikalangan penduduk yang tidak berdosa. Situasi akan semakin memburuk setelah terjadi serangan gerilya dan serangan balasan oleh pasukan pemerintah. Yang paling spektakuler adalah pemboman di Bandar Udara Internasional Don Muang, Bangkok, pada 4 Juni 1977, dan pemboman station kereta api Had Yai yang menghubungkan Thai Selatan dengan Malayssia dan Singapura pada 8 Februari 1980. Ketiga kasus itu telah menarik perhatian luas di dunia internasional.

Dampak yang merugikan pemerintah pusat, berupa berkurangnya minat investasi, berahlinya arus turis dari negeri Thai ke daerah-daerah yang lebih damai dan stabil. Dan dampak pisikologis terhadap rakyat Thai pada umumnya. Namun satu hal sudah pasti, tingkat kekerasan naik secara mencolok dan perpecahan antara mayoritas Melayu-Muslim dan minoritas Thai Buddhis di Selatan mencapai titik yang semakin membahayakan.

Fundamentalisme Islam

Ada dua hal yang menyebabkan orang berpaling kepada fundamentalisme Islam di Thai Selatan. Pertama, ada suatu keinginan yang murni untuk mempertahankan bentuk-bentuk praktek Islam yang telah turun-temurun. Kedua, keharusan untuk membenarkan kekerasan yang diguunakan dalam perjuangan melawan proses ontegrasi yang sedang dilakukan oleh pemerintah. 

Kedua alasan itu, keinginan murni untuk kembali kepada nilai-nilai fundamental Islam dan kebutuhan untuk membenarkan perjuangan yang menggunakan kekerasan, telah melahirkan banyak bentuk fundamentalisme Islam dikalangan orang Melayu-Muslim di Thai Selatan. Di bawah ini akan dijelas tiga gerakan, sperti:

a. Gerakan Dakwah

Gerakan dakwah menurut defensinya bebas dari kontrol pemerintah, sesunggunya ia dimaksudkan untuk mengimbangi kontrol pemerintah atas pondok. Gerakan itu dipimpin oleh para ulama yang menolak berpartisipasi dalam program pengintegrasian yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat. Gerakan itu dibiayai oleh masyarakat. Dan dakwah merupakan bentuk penyebaran agama Islam yang paling tradisonal. 
Pemerintah semakin merasa cemas dengan meluasnya gerakan dakwah di kalangan orang Melayu di daerah perbatasan. Mengingat gerakan itu bersifat keagamaan semata-mata. Maka tidak ada alasan lagi bagi pemerintah untuk campur tangan.

b. Gerakan Tariqah

Gerakan tariqah (tarekat) merupakan jalan esoterik yang menekankan kehidupan batin dengan tujuan akhir kesempurnaan rohani. Akan tetapi dalam konteks Thai selatan, kata tariqah mengandung konotasi keterlibatan dalam ilmu dan praktek sihir, guna-guna, dan ilmu hitam. 

Bahaya yang sebenarnya dari gerakan tariqah itu, dari sudut pandang pemerintah, adalah sifatanya yang transnasional. Apa yang sudah diketahui dari gerakan tariqah di Thai Selatan mungkin saja merupakan bagian dari suatu jaringan internasional orde-orde sufi yang meliputi seluruh asia tenggara. Para pejabat pemerintah sangat berhati-hati dalam menyelidiki gerakan tariqah itu.

c. Kelompok-kelompok Muslim dan Militan

Fundamentalisme Islam juga menampakkan diri dalam banyak kelompok militan yang beroperasi semata-mata dengan tujuan untuk mempertahankan Islam, jangan sampai digusur oleh orang-orang Thai-Buddhis pemuja berhala.

Dimensi Internasional

Konflik-konflik etnik cenderung menarik perhatian dari luar atas dasar afinitas atau ikatan-ikatan bersama seperti agama dan ideologi. Dalam kasus golongan Melayu-Muslim di Thai Selatan, ada tiga faktor yang menarik perhatian internasional kepada persolan mereka. Pertama, dengan sendirinya, adalah afintas etnis antara mereka dan hampir dua ratus jiwa rakyat ras Melayu di Asia Tenggara. Sejak pergantian abad yang silam, para pemimpin politik di Indonesia dan Malaya merasa perihatin dengan situasi-situasi saudara yang belum dibebaskan dari kekuasaan Thai itu. Kedua, adalah ikatan Islam yang menghubungkan golongan minoritas Melayu ini dengan Dunia Islam. Sedangkan Faktor ketiga, adalah kepentingan ideoligis negara lain yang berharap untuk memperoleh sekutu dari kalangan berbagai kelompok gerilya yang mengaku mewakili aspirasi-aspirasi golongan Melayu-Muslim. 

Jatuhnya rezim militer pada tahun 1973 dan ditegakkannya demokrasi yang berlangsung hingga 1976 saat Jenderal Kriangsak Chomanan mengambil alih pemerintahan sipil merupakan era baru dalam dunia politik Thai. Tokoh-tokoh muda Melayu-Muslim kini lebih canggih dalam mengorganisasikan dan menyusun strategi gerakan. Dalam forum-forum Internasional, masalah yang menyangkut dengan status hukum etnis Melayu-Muslim di Muangthai Selatan ini semakin mendapat perhatian. Etnis Melayu-Muslim ini kini telah mempunyai wakil-wakil dalam pertemuan-pertemuan misalnya dalm Konferensi Liga Dunia Islam. Sedangkan dahulu, tuntutan masyarakat etnis Melayu-Muslim kepada pemerintah Thai hanya terbatas pada otonomi dalam urusan keagamaan, kebudayaan dan hokum, mulai sekitar pertengahan 1970-an tuntutan itu baru berubah, yakni suatu pemerintahan yang otonom.

Dalam memperjuangkan cita-cita itu, ternyata kalangan masyarakat Melayu-Muslim terdapat perbedaan dalam orientasi ideology, taktik dan ruang lingkup opersi perjuangan. Hal inlah yang memicu gerakan Melayu-Muslim terbagi ke dalam tiga kelompok utama yang masing-masing memiliki struktur kepemimpinan dan keanggotaan dengan latar belakang sosial-ekonomi yang berbeda.

Ketiga kelompok ini antara lain yaitu yang pertama, National Liberation Front of Patani (NLFP) atau Barisan Nasional Pembebasan Patani ( BNPP ). Ini merupakan organisasi tertua , yang didirikan oleh Tengku Mahyiddin, putra Abdul Kadir, raja Patani terakhir. Tujuan didirikan organisasi ini setelah berkhirnya Perang Dunia II adalah otonomi Patani dalam Federasi Malaysia. Yang kedua, Liberation Front of Republic Patani ( LFRP ) atau Barisan Revolusion Nasional ( BRN ). Aspirasi utamanya adalah mendirikan suatu Republik Patani dengan dasar ideologi Sosialisme Islam. Yang ke Tiga adalah Patani United Liberation Organization ( PULO ) atau Pertubohan Persatuan Pembibasan Patani ( PPPP ). Organisasi ini memiliki system pengorganisasian yang lebih efektif. Landasan dari organisasi ini adalah agama, bangsa, tanah air, dan perikemanusiaan.

Dalam tahun 1975-1976 PULO memobilisasikan masa untuk melakukan serangkaian demonstrasi menuntut pemerintahan yang otonom. Aksi-aksi ini mampu menarik perhatian pers dunia, sehingga mendapat dukungan internasional. Dalam memperjuangkan cita-citanya, yaitu suatu pemerintahan yang otonom, yang terpisah dari kerajaan Thailand, PULO melakukan kaderisasi dengan cara mendorong para anggotanya untuk memasuki lembaga-lembaga pendidikan keagamaan. Dalam kasus gerakan Melayu-Muslim di Muangthai Selatan, faktor-faktor ras, bahasa. agama, adat istiadat dan kesadarn akan suatu identitas kolektif yang khas, telah memobilisasikan untuk memperkuat solidaritas kolektif dalam melawan setiap upaya pengintegrasian dan pengasimilasian yang dilakukan pemerintah Muangthai.

Dalam masyarakat Melayu-Muslim di Muangthai, bentuk-bentuk gerakan fundamentalisme Islam itu adalah sebagai berikut.

1. Gerakan Dakwah

Gerakan ini dimotori oleh kaum elite agama yang cemas akan lunturnya identitas keislaman karena proses sekularisasi yang telah menyusup ke dalam pondok pesantren.

2. Gerakan Tariqah

Tariqh merupakan jalan esoteric yang menekankan kehidupan batin dengan tujuan akhir kesempurnaan rohani. Di Muangthai, kata tariqh mempunyai arti keterlibatan dalam ilmu dan praktek sihir, guna-guna dan ilmu hitam.

3. Kelompok-kelompok Muslim Militan

Kelompok ini menampakkan diri dalam kelompok militant yang gigih mempertahankan Islam supaya tidak tergusur oleh orang-orang Thai-Budhis pemuja berhala. Dalam hal ini, ada dua kelompok miltan yang sangat menonjol yaitu Sabilillah yang pernah melakukan pemboman terhadap Bandar Udara Internasional Dong Muang di Bangkok pada tanggal 4 Juni 1977 dan Gerakan Islam Patani GIP ) yang merekrut calon-calon anggotanya dari kalangan terpelajar.

Perjuangan Rakyat Melayu-Muslim Pathani


Pada umumnya salah satu efek yang langgeng dari perang dunia II di Asia Tenggara adalah bangkitnya nasionalisme, yang pada akhirnya membuahkan kemerdekaan nasional pada akhir perang. Berbagai analisir dan kekuatan pribumi dikawasan itu mengalami proses politisasi melalui partisipasinya dala perang melawan tentara penduduk Jepang, dan secara tiba-tiba bahwa Negara kolonial ternyata dapat dikalahkan juga. Zaman kolonialis kini telah berakhir.

Dimulailah fajar era kemerdekaan nasional pada periode ini menyaksikan suatu proses penyesuaian kembali dalam hubungan kekuasaan di Negara yang baru muncul. Dikedua Negara yang relevan bagi komunitas Melayu-Muslim, yaitu Negara Thai dan Malaya Inggris, terjadilah sutu perubahan dalam susunan kekuatan politik dan beberapa penyesuaian garis pendapat. Bagi komunitas Melayu di Thai Selatan terdapat garis perbatasan pada bulan November 1946, dalam perundingan antara Negara Thai dan Prancis mengenai Indocina, menghasilkan pengembalian daerah-daerah Indocina yang telah di caplok oleh Negara Thai pada tahap awal perang. Sebuah komisi internasional dibentuk untuk mempelajar sengketa perbatasan dan menyampaikan laporan bahwa Thai tidak mempunyai hak yang sesungguhnya atas daerah-daerah itu, karena adanya perbedaan etnik, gografis dan ekonomi dalam soal-soal yang bersangkutan. Putusan komisi yang beribawah ini membenarkan argument orang Melayu-Muslim bahwa, mengingat adanya perbedaan etnik, agama dan kebudayaan maka orang Thai tidak mempunyai klaim yang sah atas daerah mereka. Argument mereka menjadi sah berdasarkan presiden komisi.

Selain itu juga ada gerakan nasionalisme melayu yang meliputi seluruh kawasan itu, mulai dari Hindia-Belanda sampai kepada semenanjung Melayu dan daerah Melayu di Mindanao, Filipina-Selatan. Didaerah-daerah tersebut “pekik” melaya bagi orang- orang melayu yang merupakan sebuah slogam penuh emosi yang bergema dan megobarkan kembali hasrat mereka bersama untuk merdeka dan sampai tingkat tertentu, bersatu. Pada bulan oktober 1945 terbentuklah partai olitik melayu yang pertama, yang mempersatukan unsur-unsur nasionalisme dengan aspirasi pan-melayu. Dia dikenal dengan partai kebangsaan melayu sang melaya ( Malaya nationalist party atau MNP ). 

Hasil perang bagi para pemimpin petani, pada halnya mengecewakan dan menimbulkan firustasi. Pengembalian daerah-daerah Indocina Prancis tidak diikuti oleh pembagian propinsi-propinsi Melayu di Selatan Thai, kecuali keempat kesultanan : Kelantan, Trengganu, Edah dan Perlis ( yang telah diserahkan kepada inggris sesuai dengan persetujuan Inggeris – Siam 1909) yang oleh tentara penduduk jepang dikembalikan kepada negeri Thai pada tahap awal perang. Inggris mendapat tekanan dari Amerika Serikat yang menginginkan perdamainan kestabilan di kawasan itu, untuk membuang keinginannya mengambil alih daerah pantai raya. Inggris sendiri sedang membutuhkan persediaan beras dan makanan pokok lainya bagi jajahannya yang sedang menghadapi ancaman kelaparan yang luas sesudah berakhirnya perang. Satu-satunya Negara yang memiliki kelebihann beras untuk dieskpor adalah negeri Thai. Sedangkan orang Thai mengatakan, bahwa ekspor beras-beras mereka harus dibalas dengan pengakuan Inggris atas kekuasaan Thai di daerah itu. 

Oleh sebab itu, pertimbangan-pertimbangan ekonomi dan politik memaksa Inggeris untuk mengesampingkan masalah Patani. Perubahan situasi ini mendatangkan suatu era baru dalam perkembangan kepemimpinan di kalangan Melayu-Muslim di Pattani. Para pemimpin tradisional yang adalah keturunan langsung para mantan Raja telah memperoleh kesempatan mereka di masa perang, tapi tidak berhasil mewujudkan apa yang telah dijanjikan kepada rakyat : otonomi penuh atau kemerdekaan. Orang-orang seperti Tengku Mahyiddin dan tengku Abdul Jalal sekarang harus minggir untuk hanya bertindak sebagai pendukung aktif bagi tokoh-tokoh utama di kalangan kaum aktifis politik, yang dengan penuh kepercayaan keluar dari pengasingan mereka di balik tembok-tembok pesantren).

Peran Baru Kaum Ulama
 
Kaum ulama Patani Raya bertindak sebagai penghubung antara keturunan langsung para mantan Raja, yang melambangkan aspirasi kemerdekaan daerah itu dan tidak melibatkan diri dalam percaturan politik sehari-hari, dan para politisi Melayu-Muslim, yang adalah anggota-anggota kerabat-jauh dari para mantan Raja itu. Periode antara pemilihan umuum 1937 dan tahun-tahun selama perang, penuh dengan berbagi peristiwa politik yang menyebabkan meningkatnya kesadaran politik dan mempertajam keterampilan kaum ulama dalam mobilisasi massa. Secara perlahan-lahan, para ulama itu mengalami perubahan peran, dari “makelar kekuasaan” menjadi aktifis politik. Dari orang-oranga yang mengabsahkan secara pasif kekuasaan yang ada, mereka menjelang akhir perang berubah menjadi orang-orang yang secara aktif mengejar kekuasaan, yang dianggap perlu untuk mengubah nasib komunitas dengan berubhnya situasi politik, berubah pula persepsi diri para ulama itu. 

Dapat dikatakan bahwa ini mrupakan suatu proses dimana kaum ulama secara berasngsur-angsur meengambil alih peran yang telah ditinggalkan kaum ‘bangsawan” dan politis yang karena terlalu gigih menentang“perintah –perintah kebudayaan”di bawah pemerintahan pibul Songkram yng ultra nasional, (1938-1944) telah terpaksa menyembunyikan peran kepemimpinan mereka sendiri di dalam wilayah Thai. Sementara mereka mungkin masih memperoleh kepercayaan dari penduduk Melayu-Muslim, kecurigaan dan sikap bermusuhan dari pihak pejabat-pejabat pemerintah Thai telah sangat menyulitkan keterlibatan politik mereka secara aktif. Dalam pemilihan tahun 1946, 1948 dan 1952, hanya dua orang muslim terpilih untuk dua orang Muslim untuk duduk dalam Parlemen Nasional. Para pejabat Melayu-Muslim juga telah didiskriminasi selama periode sivinisme struktur kaum ulama dihubungkan secara langsung dengan struktur kekuasaan Negara oleh factor-faktor di luar kekuasaan mereka sendiri.

Mereka dipaksa untuk memainkan dua peran: sebagai penjaga spiritual Agama Islam dan sebagai pemegang amanat komunitas dalam pejuangan mewujudkan aspirasi-aspirasi politiknya. Dalam kata-kata Gibb dan Bowen, kaum ulama, sebagai satu kelompok, menjadi “lembaga penguasa” dan “lembaga keagamaan.” 

 Otonomi Patani di Bidang Hukum di Bawah Monarki Absolut.

Ketika wilayah patani raya dimasukkan kedalam wilayah Negara Thai dalam 1902, diambil banyak langkah untuk menjamin bahwa orang-orang Melayu-Muslim secara berangsur-angsur akan menerimah status mereka dibawah kekuasaan Thai. Dalam dekrit Raja tahun 1902, mengenai penyelenggaraan pemerintahan di daerah itu, di gariskan bahwa “tak boleh diberlakukan undang-undang” tampa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan khusus dari raja. 

Klasula ini dengan tegas mengacu pada para raja yang baru saja dibebaskan dari kedudukannya tapi masi mempunyai pengaruh di daerah itu. Di Negara yang berdaulat, kekuasaan legislative hanya berada ditangan pemegang kedaulatan. Raja chulalongkorn bertekad untuk menegakkan suatu system Hukum tunggal yang berlaku disetiap negeri. Akan tetapi, ia menghadapi pimpinan Agama yang sama bertekadnya, yang menganggap Dekrit itu melanggar bidang mereka yang suci. Sejak Patani menjadi negara yang taklut kepada Bangkok dalam 1782, tsk pernah ada raja atau Gubernur yang berani mencampuri urusan hukum daerah itu. 

Untuk menghindari akibat-akibat yang serius, chulalongkorn mengadakan kompromi dan menyetujui bahwa Bangkok tidak akan memaksakan kehendaknya di bidang Hukum keluarga dan Hukum waris yang peka itu. “Hukum pidana dan Hukum perdata akan diberlakukan,” demikian bunyi dekrit itu, ’’kecuali dalam kasus-kasus yang melibatkan suami dan istri, dan soal warisan dimana baik pengggugat dan yang digugatnya, atau hanya tergugatnya saja, adalah orang-orang muslim; dalam kasus-kasus itu yang akan ditetapkan adalah hukum-hukum Islam”( pasal XXXII). 

Mengapa yang diakui itu hanya bagian syariah yang menyangkut hubungan keluarga dan warisan? Ruupa-rupanya, dibanyak negara Islam yang dijajah, pembaharuan hukum diadakan oleh kaum penjajah dalam upaya mereka untuk “modernisasi” masyarakat-masyarakat itu. Sementara mereka menghadapi tentangan dari golongan Agama, bidang yang paling peka dan berbahaya adalah bidang “Hukum Perorangan (personal law). Di Malaya yang dikuasai Inggris, bidang hukum itu dibiarkan berada ditangan para Sulthan dan elit tradisional. 

Bidang itu dinyatakan tertutup bagi kekuasaan kolonial, yang telah memberlakukan suatu system Hukum perdata dan pidana yang asing untuk mengatur semua kegiatan kehidupan. Bidang itu oleh kekuasaan colonial disebut Agama dan adat Melayu (islam dan adat).

Kaum ulama patani Raya juga menganggap Hukum perorangan sebagai bidang yang paling dipengaruhi Islam dan yang memberi ciri khusus kepada masyarakat mereka. Ada dua bagian dalam syariah: ibadah (yang menyangkut hubungan seseorang dengan Allah) dan Muamalat (yang menyangkut kegiatan sosial). Ritual-ritual ibadah dengan sendirinya harus dipelajari dengan cermat agar dapat dilaksanakan dengan cara yang benar. Akan tetapi, dalam kegiatan-kegiatan anatar individu, biasanya yang berlaku adalah praktek-praktek dan adat kebiasaan daerah. 

Oleh Karena urusan keluarga begitu penting artinya bagi orang Melayu-Muslim, maka urusan tersebut dikecualiakan dari perundang-undangan negara. Tindangan ini disamping menunjukkan sikap menghormati kebudayaan minoritas, juga merupakan tindakan politik yang praktis di pihak Raja chulalongkorn.

Ada beberapa catatan yang perlu dikemukakan mengenai pembentukan “pengadilan-pengadilan Agama.” Pertama, perlu dicatat bahwa sejauh para ulama diberi peran dalam penyelenggaraan peradilan, terutama dalam bidang hukum perkawinan dan hukum waris, mereka hanya berperan dalam perkenan Gubernur Jenderal Thai di daerah itu. 

Masuk akal apabila ulama-ulama yang popular tidak dapat duduk di salaTo’(Qodi), Karena mereka tidak dapat bekerja sama dengan pejabat-pejabat pemerintah. Konflik antara mereka dapat bersifat pribadi atau politik.

Otonomi Hukum Kaum Muslim di Bawah Rezim Konstitusional

Upaya untuk mengintegrasikan kaum ulama kedalam Birokrasi Negara, dilaksanakan dengan banyak cara; dan cara itu tergantung kepada suasana politik. Ketika terjadi revousi konstitusional di tahun 1932, pemerintah memperbaharui upayanya untuk menyeragamkan dan mengeontrol praktek-praktek hukum di kalangan Melayu-Muslim di Patsni Raya. Pemerintah pusat ingin menegakkan kontrolnya yang tegas atas segala urusan diseluruh negeri. Pada waktu yang bersamaan, pemerintah harus menerjemahkan asas kedaulatan rakyat kedalam suatu system yang dapat dijalankan , dimana kebebasan dan persamaan rakyat dalam politik, di pengadilan dan dalam dunia usaha, harus dipertahankan. Akan tetapi dalam kasus orang-orang Melayu-Muslim di Selatan, memperketat control pemerintah pusat akan bertentangan dengan upaya untuk memajukan kebebasan dan persamaan dalam politik dan dipengadilan. 

Sebuah daerah yang memiliki karakteristik-karakteristik social, ekonomi, dan politik yang khas, tidak dapat diperlakukan dengan sama dengan bagian lainya dari negeri itu dan mengharapkan hasil-hasil yang sama.

Jalan keluarnya bagi pemerintah pusat adalah mengukuhkan ”otonomi hukum” bagi daerah itu, seperti yang telah dilakukan oleh Raja Chulalongkorn dan Raja Wachiravut. Pemerintah merasa harus mempunyai otoritas yang lebih luas dalam proses peradilan dan pengkodifikasian hukum Islam yang menyangkut hubungan-hubungan keluarga dan warisan. Dalam hal inipun pendirian pemerintah adalah bahwa ketentuan-ketentuan hukum harus disusun dalam buku-buku dengan cara yang seksama dan devinitif. Sekarang kedudukan Dato’ Yutiham memerlukan persetujuan final dewan Negara, sebutan bagi kabinet, sebelum di keluarkan maklumat Raja mengenai pengangkatannya, pada tahun 1935, ketika bagian V dari kitab UU hokum perdata menyangkut hubungan keluarga (Kot Mai Khrob Khrua) diberlakukan, daerah Patani Raya dengan dibebaskan darinya (pasal IV). Rencananya adalah, secepat mungkin merampungkan kodifikasi hukum Islam mengenai soal yang sama. Dan memang proyek kodifikasi itu tidak dimulai pelaksanaannya pada tahun 1929, dibawa pengarah seorang hakim Thai yang beragama Buddha, Phraya Sucharitthampisarn, kepala hakim daerah Selatan (kementrian kehakiman No. 1011/1940, 7 Juni 1940). Proyek itu baru selesai pada tahun 1941, dan dengan resmi diumumkan untuk diberlakukan di daerah Patani Raya pada 19 Nopember 1946.

Pemberontakan Haji Sulong 1947-1948

Semenjak diintregasikan secara resmi mulai Patani Raya ke dalam wilayah Thai dalam 1902, pemerintahan pusat giat mencari suatu modus vivend dengan kaum ulama di daerah itu. Protes-protes sporadik yang di pimpin oleh tokoh-tokoh ulama terjadi pada waktu-waktu tertentu, tergantung dari kondisi-kondisi social, politik dan ekonomi. Tantangan yang serius terhadap kekuasaan Thai berkembang menjadi suatu gerakan yang terkordinasi dengan baik, yang bergabung dengan nasionalisme yand sedang mengalami pasang naik di dunia Melayu dimasa perang dunia II. Para ulama daerah Patani Raya, dalam peran mereka yang serupa dengan peran yang dimainkan oleh rekan-rekan mereka di Malaya Inggris dan Indonesia, terlibat dengan sangat aktif dalam gerakan-gerakan politik untuk kemerdekaan nasional dan pembentukan struktur politik nasional. Siasat mereka juga sangat mirip satu sama lain. Mereka semuanya mulai dengan proses pemurnian diri agama dan melebur ke dalam kesadaran nasionalis yang sudah bangkit.

Di Malaya, yang membangkitkan kesadaran politik melayu adalah gerakan pengendalian Islam. Di Indonesia, daya tarik Pan-Islamisme inilah yang untuk pertama kali memberikan daya ikat sosial kepada bangsa Indonesia. Baik orang-orang Indonesia maupun orang-orang Melayu mencari perlindungan politik dalam, dan memperoleh inspirasi dari Islam. Asumsi yang umum adalah bahwa buruknya keadaan umat Islam di bawah kekuasaan kolonial adalah akibat penyimpangan mereka dari ajaran-ajaran yang sebenarnya terdapat dalam al-Quran dan Hadis. Satu-satunya cara untuk menghidupkan kembali kebudayaan Islam dan memperoleh kembali kemerdekaan politik adalah “kembali kepada sumber”. Dan membuang kotoran yang telah di masukkan ke dalam Islam. Setelah selama berabad-abad bersimbiosis dengan kebudayaan-kebudayaan tradisional setempat, dominasi asing dan kelemahan spiritual dipihak kaum muslim sendiri, Islam kehilangan dinamisme dan daya vitalnya yang semula untuk mencapai kemajuan social dan kekuatan politik.

Dalam kasus daerah Patani Raya, masalahnya tidak begitu jelas. Yang pertama “dominasi asing” yang dapat dianggap bertanggung jawab atas pencemaran pemurnian agama Islam berasal dari tempat itu sendiri. Sudah ada sejarah koeksistensi yang panjang walupun kadang-kadang tidak begitu damai, antara orang-orang Buddhis Thai dan orang-orang muslim Melayu di Selatan. Kedua, orang-orang muslim hanya merupakan suatu minoritas, bukan mayoritas jumlahnya seperti Malaya yang dijajah Inggris dan Hindia Belanda. Dalam kegiatan politik dan perjuangan separatis mereka selama bertahun-tahun, tidak ada rumusan politik yang tegas oleh pimpinan dapat digambarkan dan disajikan kepada masa rakyat yang relative belum sadar politik. Kelihatannya tujuan-tujuan mereka berubah-ubah menurut keadaan, mulai dari perlawanan pasif di zaman Raja Chulalongkorn dan Raja Wachiravut sampai kepada partisipasi terbesar dalam proses politik Negara di bawah rezim konstitusional sejak revolusi 1932. Akhirnya, dibandingkan dengan masyarakat Malaya dan Indonesia, masyarakat Melayu Muslim di negeri Thai relative terisolasi dari perubahan-perubahan sosial ekonomi yang berlangsung dikawasan itu, perekonomian kolonial di Malaya Inggris dan Hindia Belanda dipengaruhi oleh perubahan-perubahan di pasar dunia.

Daerah Patani Raya yang merupakan bagian dari negeri Thai yang bukan jajahan tidak sampai mengalami guncangan sosial ekonomi seperti itu dan eksistensi dan kebiasaan tradisionalnya tidak mengalami gangguan yang besar. Ketiadaan gangguan sosial-ekonomi seperti itulah yang dapat menjelaskan watak yang relative pasif orang-orang Melayu-Muslim di Tahi Selatan selama dasawarsa-dasawarsa pertama abad ke-20. Bahkan reformisme Islam, yang melanda Dunia Melayu dalam perode ini, tidak menyentuh orang-orang Muslim di Patani. Itu semua berubah secara mendadak sekali dengan mulai dilancarkannya program asimilasi budaya yang dipaksakan gaya Phibul songkram dekat sebelum meletusnya Perang Dunia II. Walaupun pengkodifikasian dan penerjemahan hukum Islam tentang perkawinan dan warisan telah dapat dirampungkan dalam 1941, Phibul menolak untuk memberlakukannya. Lebih buruk lagi, di mata orang-orang Muslim Patani, ia telah membatalkan otonomi hukum yang telah diberikan kepada daerah sejak 1903 “ dengan pertimbangan keamanan dan kebudayaan nasional.

Orang-orang Melayu-Muslim Patani Raya menenukan pimpinan yang ideal itu dalam diri Haji Sulong bin Abdul Kadir bin Muhammad al-Fatani, yang lebih dikenal dengan nama Haji Sulong, Haji Sulong yang dianggap sebagai “Bapak Perjuangan Patani” oleh sejumlah gerakan pada waktu itu.

Haji Sulong tergolong kelompok cendekiawan Muslim yang memimpin pembaharuan agama dan gerakan nasionalis di Malaya dan Indonesia dalam dasawarsa-dasawarsa pertama abaad ke-20. Mereka mula-mula mempelajari Islam dalam bahasa Melayu dan Arab di tempat asal mereka, lalu menunaikan ibadah haji dalam usia 20 tahunan, dan tinggal beberapa tahun lagi di Mekkah untuk melanjutkan studinya. Seperti kebanyakan ulama di asia Tenggara, Haji Sulong mula-mula masuk sebuah sekolah menengah Indonesia yang terkenal, yang didirikan bagi pelajar-pelajar yang berbahasa Melayu di dekat Ka’bah, di Mesjidil Haram, yang diberi nama Dar al-Ulum (Rumah Ilmu Pengetahuan). Di san diberikan pelajaran mengenai ilmu-ilmu tradisional seperti: tafsir al-Quran, Hadis, asas-asas ilmu hokum (ushul al-fiqh), ilmu hokum (fiqh), dan tata bahasa Arab (Nahwi). Haji Sulong bergabung dengan lingkaran-lingkaran skolastik (halqah) yang berbahasa Melayu di Masjidil Haram, di mana ia menjadi seorang lector yunior mengenai hokum islam mazhab Syafi’I dalam 1927. Ia berkenalan dengan gagasn-gagasan pembaharuan dari Jamal al-Din al-Afghani (1839-1897) dan Muhammad Abduh (1925-1905) selama tiga tahun mengajar di Makkah, ketika ia mendapat kesempatan untuk bergaul dengan beberapa ulama dari Mesir. Dari pengalamannya di Mekkah dan pergaulannya dengan ulama-ulama lain yang berbahasa Melayu (yang disebut “orang-orang Jawa”) yang juga mulai menyadari potensi dan kemungkinan Islam sebagai suatu kekuatan politik, Haji Sulong memupuk suatu keyakinan yang semakin kuat terhadap keterlibatan politik dan aktivitas sosial.

Haji sulong menjadi popular dikalangan pelajar dan jemaah haji dari Asia Tenggara di Mekkah, dan melalui mereka prestise dan pengaruhunya bertambah besar, ia kembali di Patani pada tahun 1930, dan memulai karir sebagai pengajar yang menarik murid-murid dari seluruh pelosok Dunia Melayu. Sementara ia menolak unuk ambil bagian dlam upaya pemerintah untuk mengkodifikasikan dan menerjemahkan hokum Islam tentang perkawinan dan warisan dan untuk berpartisipasi dalam sala To’ Kodi sebagai Dato’ Yutitham, ia aktif dalam pencaturan politik setempat di mana ia bertindak sebagai “penghubung” antara komunitas Melayu dan pejabat-pejabat Thai. Ia menyadari perannya sebagai sebagai seorang pialang kebudayaan, yang merupakan ciri khas seorang alim (orang terpelajar) dalam masyarakat Melayu-Muslim. Menurut memoarnya, menjelang 1932, tahun berakhirnya monarki absolut, ia sudah mapan dalam kedudukannya sebagai seorang ahli agama, yang diminta pendapatnya oleh gubenur dan juga dukungannya untuk kebijakan yang hendak ditempuh.


Haji Sulong tergolong ulama yang mencurigai keterlibatan pemerintah dalam urusan agama komunitas. Ia berpendapat bahwa campur tangan politik dalam soal-soal hukum sejak masa Raja Chulalongkorn merusak kemurnian Islam. Sikapnya dengan jelas menunjukkan bahwa misi hidupnya adalah untuk mengikuti jejak Nabi, untuk “mengangkat kemurnian Islam”. Sehingga beliau bersedia untk menjabat ketua Majelis Agama Islam provinsi dalam 1945 adalah konsisten dengan keyakinannya bahwa adalah mungkin untuk mengadakan kerja sama politik tanpa campur tangan kebudayaan. Majelis dapat berfungsi sebagai penghubung antara pemerintah dan komunitas yang harus tetap bebas dan murni secara mutlak. Mejelis melakukan tugasnya sebagai penasihat tanpa tergantung kepada birokrasi pemerintah. Ia berfungsi tanpa mengurangi tanggung jawab moral dan perikemanusiaannya. Semua ke-15 anggotanya, dan khususnya ketua, berhak mengkritk dan menegur. Haji Sulong benar-benar seorang aktivis politik dalam kedudukannya sebagai pemimpin moral yang diakui oleh komunitas Melayu-Muslim. Dihadapkan kepada kasus-kasus pelanggaran terhadap hak-hak dan kebebasan, serta korupsi dan pemerasan yang dilkukan dengan leluasa oleh pejabat-pejabat pemerintah, Ketua Majelis menyatakan kemarahan moralnya: “tak seorang pun yang masih punya rasa kemanusiaan akan menenggang perlakuan yang begitu kejam dari pejabat –pejabat pemerintah.


Dengan mengikuti birokrasi rumusan Muhammad Abduh mengenai suatu hubungan yang jelas antara kemanusiaan, keberagamaan, keadilan, dan kelihaian, bersama-sama denga manifestasi-manifestasinya di kalangan umat Islam, maka menjelang Juni 1946, Haji Sulong memperoleh keyakinan bahwa komunitas seperti itu tidak dapat ditegakkan selama Patani Raya masih berada di bawah kekuasaan Thai. Sebab orang yang paling maju pandangannya dan paling toleran di antara pemimpi-pemimpin Thai, yakni Pridi Phanomyong, telah digulingkan dari jabatannya sebagai perdana menteri pada tanggal 9 Juni 1946. Haji Sulong diilhami oleh pandangan pridi yang menganjurkan suatu fedelalisme gaya Swis, otonomi kebudayaan bagi golongan-golongan etnik dalam lingkungan bangsa Thai, desentralisasi kekuasaan, dan dari segi moral menentang kesewenangan-wenangan “kaum fasis dan militeris dalam memperlakukan glongan-golongan minoritas”.


Demikianlah, maka pada 3 April 1947, golongan Melayu-Muslim Patani Raya di bawah pimpinan Haji Sulong maenyampaikan kepada pemerinyah Thai sebuah rencana tujuh pasal bagi pembentukan sebuah daerah otonom. Rencana itu mencerminkan gagasan-gagasan politik Haji Sulong dan upayanya untuk mempertahankan kemandirian dan kemurnian Islam. Pasal-pasal rencana itu adalah sebagai berikut:


1. Pengangkatan seorang komisaris tinggi untuk memerintah Daerah Patani Raya dengan wewenang penuh untuk memecat, menkors, atau mengganti semua pejabat pemerintah yang bekerja di daerah itu; orang itu harus putra daerah dan dipilih oleh rakyat dalam suatu pemilihan umum yang diadakan khusus untuk tujuan itu.


2. Delapan puluh persen (80%) dari pejabat pemerintah di daerah itu harus Melayu-Muslim (untuk mencerminkan rasio penduduk).


3. Bahasa Melayu dan Bahasa Siam akan merupakan bahasa resmi.


4. Bahasa Melayu akan diajarkan di sekolah dasar


5. Hokum Islam akan diberlakukan di daerah itu, dengan pengadilan-pengadilan Islam yang terpisah dan bebas dari system peradilan pemerintah.


6. Semua hasil pajak di daerah itu akan digunakn untuk kesejahteraan rakyat daerah itu


7. Majelis agama Islam provinsi akan diberi wewenang penuh atas perundang-undangan menurut hokum Islam mengenai semua urusan Muslim dan kebudayaan Melayu, di bawah pimpinan tertinggi komisaris tinggi seperti yang disebut dalam No.1


Haji Sulong tidak mengusulkan pembentukan sebuah Negara merdeka, tapi hanya sebuah entitas territorial dan kebudayaan yang otonom yang mempertahankan identitasnya yang khas. Ini merupakan suatu usul minimum untuk memungkinkan golongan Melayu-Muslim mempertahankan cara hidup tradisional mereka dan agama Islam yang mereka anut. Walaupun ia tidak memberikan penjelasaan yang lebih rinci mengenai sifat orang yang akan dipilih untuk memerintah daerah itu, sudah jelas bahwa ia harus berfungsi sebagai lambing komunitas Islam berdasarkan Syari’ah. Islam akan merupakn bagian dari pemerintahan di daerah itu, ia tidak lagi akan diperlakukan sebagai sesuatu yang terpisah dari proses pemerintahan.


Tuntutan agar 80% dri pegawai pemerintah terdiri dari Melayu-Muslim juga dimaksudkan untuk menjamin agar jurang tradisional yang memisahkan para penguasa yang Buddhis dan rakyat yang diperintah tidak akan terus merupakan penyebab salah pengertian dan tindakan kekerasan di daerah itu. Menurut Haji Sulong, masih ada dua masalah penting lainnya yang menyangkut pemerintahan dan yang berasal dari keganjilan kekuasaan minoritas ini. Pertama, penindasan oleh pejabat-pejabat pemerintah.


Apabila pejabat-pejabat merasa terganggu, apapun penyebabnya, mereka akan merubah rakyat melanggar hokum menangkapinya. Orang-orang itu akan ditembak mati di perjalanan, dan pejabat-pejabat yang bersangkutan akan selalu mengemukakan alasan bahwa orang-orang itu melawan para petugas yang sedang melaksanakn tugasnya.


Kedua, masalah korupsi resmi:


Pejabat akan menuduh rakyat melakukan pelanggaran lalu memeras uangnya. Dan apabila rakyat menolak. Akan ditangkap dan kadang-kadang akan ditembak mati.


Mengenai soal-soal perundang-undangan Isalm dan pengadilan-pengadilan agama, yang bebas dari pengadilan biasa tingkat provinsi, Haji Sulong menyatakan keyakinan yang telah lama dianutnya, bahwa pengkodifikasian dan penerjemahan hokum Islam mengenai perkawinan dan warisan yang diupayakan oleh pemerintah dan yang hasilnya telah diberlakukan untuk daerah itu tahun sebalumnya tidak dapat diterima oleh golongan Melayu-Muslim. Kenyataan bahwa Dato’ Yutitham mendampingi hakim Thai yang mengadili perkara-perkara yang menyangkut agama, tidak merupakan “otonomi hokum” bagi orang-orang Melayu. Keseluruhan pembuatan undang-undang dan peradilan harus diserahkan kepada pejabat-pejabat agama yang diangkat. Dalam masyarakat Islam, hokum dianggap sacral karean ia merupakan pengejawantahan kehendak Ilahi. Bahkan kekuasaan untuk membuat undang-undang hanya ada pada Allah. Mengingat asas umum Hukum Islam, bahwa semua perilaku manusia harus sesuai dengan kehendak Allah, dapatlah dimengerti bila Haji Sulong tidak akan merasa puas apabila hokum tentang perkawinan dan warisan hanya ditempatkan di bawah pengawasan pejabat-pejabat agama. Pada akhirnya, bahkan hokum pidana pun di daerah itu harus ditempatkan di bawah wewenang kaum ulama.


Pemerintah Thai idak bersedia merundingkan soal penyerahan kontrolatas daerah yang telah diselamatkannya dengan begitu susah payah dari kekuasaan colonial. Memenuhi tuntutan golongan Melayu-Muslim akan mencetuskan tuuntutan-tuntutan yang serupa dari berbagai minoritas etnik di bagian-bagian lain di Negara itu. Sebab, walaupun bebas dari kekuasaan colonial, negeri Tahi merupakan sebuah Negara kebangsaan yang rapuh dan mudah bercerai-berai apabila pemerintah pusat tidak bersikap tegas. Selama bertahun-tahun, pemerinyah berupaya untuk memasukkan “rakyat-rakyat marginal” ke dalam lingkungan nasioanl. Setipa tanda kelemahan politik di pihak pemerintah pusat dapat mendorongterjadinya disintegrasi nasional. Karena itu pemerintah tidak dapat berkompromi dengan golongan Melayu di Selatan, yang merupakan golongan yang paling marginal. Namun demikian, tidak dapat diadakan perubahan dalam struktur hubungan kekuasaan antar daerah Patani Raya dan Bangkok.


Namun demikian, banyak factor yang menguntungkan posisi orang-orang Melayu. Haji Sulong berhasil menggalang dukungan dari kaum ulama dan politisi Melayu-Muslim, yang telah dikecewakan oleh system parlementer yang tidak menghasilkan sesuatu perbaikan di daerah mereka. Bahkan anggota-anggota parlemen yang bergabung buddah merasa yakin bahwa Haji Sulong mendapat dukungan penuh dari malayu bahkan tuntutan mereka wajar mengingat kenyataan bahwa tuntutan itu didasarkan atas penderitaan yang nyata yang tidak dapat dikurangi dibawah struktur kekuasaan yang ada. Dan yang palingg penting adalah bahwa anggtota yang paling berpengaruh dari keluarga-keluarga bangsawan Melayu menggunakan kesempatan itu sebagai peluang mereka yang terakhir untuk mendesakkan apa yang mereka anggap sebagai hak mereka atas kekuasaan prestasi, apabilah rencana tujuan pasal itu diterima baik dan daerah mereka memproleh otonomi yang sesungguhnya. Koalisi dukungan ini, ditamba dengan keyataan bahwa Haji sulong bertindak kedudukan dalam sebagai ketua yang diakui resmi dari majelis agama islam provinsi, memberikan kepada perjuangan kaum Melayu itu kredibilitas dan bahkan legitimasi dikalangan masyarakat umum. 


Nampaknya Haji sulong mengetahui benar urusan dalam negri Malayu inggeris dan peran penting Tengkku Mayiddin dalam Malaya Union ynag sedang direncanakan dan yang akan bebrbentuk federasi dari semua kesultanan di Malaya dia juga amengetahui bahwa ahli waris bekas keswultanan patani itu, yang dianggap sebagai pemimpin golonganan Melayu di thai selatan, memerlukan sutau landasan kekuasaannya sendiri yang sah, apabilah ia ingin mempertahankan pengaruh politiknya setelah Malayu merdeka. Dan golongan Melayu thai selatan seta kesultanan patani yang dihidupkan kembali akan merupakan landasan yang ideal baginya


Ketika sedang mempersiapkan rencana untuk memboikit pemelihan umum secara menghadapi kemungkinan akan timbulnya pemberontakan umu, Haji sulong ditangkap pada tanggal 10 januari 1948, bersama-sama dengan anak laki-lakinya dan tiga rekannya, dengan tuduhan sedang “mempersiapkan dan berkomplot untuk mengubah pemerintahan kerajaan yang tradisional dan mengancam kedaulatan dan keamanan nasional dengan kekuatan-kekuatan dari luar”. Pemerintahan bertekad untuk mengatasi situasi yang sedang memburuk itu dengan tegas dengan jalan melarang kaum ulama untuk berorganisasi banyak lagi yang ditangkap dan sejumlah tokoh politik dan agama memutuskan untuk mencari suaka politik di Malaya Inggris dan meneruskan perjuangan mereka dari sana. 


Sementara itu, tekanan internasional bertambah besar dan peristiwa H.Sulong menyebabkan masalah Patani mendapat perhatian Liga Arab dan PBB tapi, yang paling ampuh dari semua koalisi internasional yang terbentuk untuk mendukung perjuangan muslim itu adalah Gabongan Melayu Pattani Raya (GAMPAR) yang terbentuk dalam bulan Februari 1944. Ia menjadi sebuah organisasi yang mengordi nasikan berbagai unsur yang bekerja untuk pembebasa petanai Raya. Organisasi itu memperoleh dukungan dari berbagai golongan dan partai politik di Malaya GAMPAR juga berhasil menarik dukungan pimpinan Malaya nasionalist Partai (MNP, Partai Nasional malyu) yang bercita-citakan penyatuan semua rakyat Melayu kedalam Indonesia Raya.Tenggkuh mayiddin, yang mengordinasikan bagian terbesar upaya internasional untuk meredakan ketenangan di thai selatan, berhasil menarik dukungan dan perhatian Presiden Sukarno dari Indonesia yang baru merdeka, dan dari Tunku Abdul Rahman yang nantinya menjadi perdana mentri Malayu, akan tetapi, kedua negarawan itu menyadari bahwa tanpa dukungan inggris kepada golongan Melayu muslim di Thai selatan, mereka tidak berbuat apa-apa. Untuk memperoleh dukungan GAMPAR bagi kemerdekaan Malaya, Tunku Abdul Rahman merasa harus turun tangan atas nama kaum Muslim Patani. Oprasi-oprasi gerilya suda mulai dilancarkan melintas perbatasan dari Malaya ke Thai Selatan. 


Persoalang Haji Sulong baru dapat diselesaikan dalam 1952, ketika dia dibebaskan dari penjara selatan meringkuk di sana selama lebih dari empat tahun. Rupa-rupanya apa yang tidak dapat dicapainya, sebagai orang bebas, dapat dicapainya selama berada di tahanan. Koalisi dukungan terhadap perjuangan kaum Melayu muslim, yag disebabkan oleh penangkapan atas dirinya, tetapi mrupakan landasan tumpuan gerakan-gerakan kemerdekaan hingga sekarang. Sumbangan yang paling besar diberikan oleh Haji Sulong kepada perjuangan Patani Raya adalah rasa setikawan diantara berbagai unsure pimpinan dan rakyat.


Haji sulong dan anak laki-lakinya, Ahmad To’mina menghilang secara misterius dalam 1954, dan didugah telah ditenggelamkan oleh polisi, ini merupakan suatu pengakuan kegagalan dipihak pemerintahan bahwa mereka tidak mampu mengintegrasikan golongan minoritas paling besar ke dalam negeri Thai, sebagaiman yang telah dilakukannya dengan golongan-golongan etnik di daerah-daerah lainnya. Kekuatan-kekuatan pengikat yang diberikan Islam kepda golongan Melayu-Muslim di Patani Raya telah berfungsi untuk menciptakan apa yang oleh Ibn Khaldun dinamakan “setia kawan social” (Ashabiyyah) dikalangan mereka dan memperkukuh loyalitas mereka dalam menghadapi kekuasaan Negara yang semakin besar. Persaudaraan keagamaanlah yang mempererat ikatan-ikatan rimordial yang sudah ada dikalangan golongan etnik Melayu dan memperkukuhnya dalam menghadapi berbagai upaya pemerintah untuk mengintegrasikan mereka. Haji Sulong mengungkapkan secara simbolis dengan sebuah ayat al-Quran. Ketika ia menulis “……tangan Allah di atas tangan mereka….”.


Kematian Haji Sulong menandai berakhirnya pemberontakan umum yang dipimpin Ulama, yang dimulai segera setelah berakhirnya perang dunia ke-2. Kualisi oposisi Melayu yang mempunyai landasan yang luas, yang telah ia bangun, melanjutkan kegiatan-kegiatan anti pemerintahannya dengan menggunakan berbagai kedok. Pemerintahan thibul songkram meneruskan poltik pembangunan bangsanya yang ultra nasonalistik melalui asimilasi kebudayaan yang dipaksakan sampai September 1957, ketika ia digulingkan oleh “orang Kuat” militer lainnya, Sarit Thanarat, dimulailah suatu idiologi pembangunan bangsa yang baru dengan nama patanakarn (pembangunan). Integrasi nasional sekarang akan diupayakan melalui usaha-usaha pembangunan social-ekonomi. Orang-orang Melayu-Muslim di Patani terpaksa menempuh siasat-siasat baru untuk mempertahankan kekhasan social dan kebudayaan mereka, dalam menghadapi idiologi nasional baru itu.










HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html