Islam Di Domba Hitamkan

Ditengah kekacauan,Fitnah, teror dan kekerasan,umat Islam tetap tabah berdiri mempertahankan keyakinannya, dengan memperkenalkan agamanya dengan cara-cara damai dan menyejukkan.

Akhirnya Sunni dan Syiah Bersatu

Bukankah mereka mengimani tuhan yang sama, Mencintai Nabi dan Rosul yang sama, memiliki Kitab suci yang sama, Mempunyai Syahadah yang sama ?, Kemudian mereka saling fitnah dan menumpahkan darah.

Pengaruh Peradaban Islam Terhadap dunia Modern

Pada masa lampau, peradaba Islam memberikan sumbangan besar terhadap kemajuan dunia Barat, kini Islam dan Barat saling menghunus pedang, Islam sebagai Tokoh Kegelapan, sedangkan Barat sebagai Tokoh Peradaban.

Jihad Dan Terorisme dalam Prespektif Islam

Siapa mereka yang mengatakan terorisme merupakan bagian dari jihad fi sabilillah ?? sedangkan teror sangat ditentang oleh teks rujukan utama umat Islam.

Lagenda Assasin "Penebar Maut Lembah Alamut"

Asyhasin(assassin) Antara Lagenda dan Mitos, Siapa Sangka Assassin yang terkenal sebagai Game, adalah Kisah Nyata Pasukan Khusus sekte pecahan Syiah Ismailiyah.

Friday 20 December 2013

Apa Yang dimaksud Metafisika ?

Seringkali ditemukan orang atau di televisi menyebut kata “metafisika”, sayangnya metafisika tersebut selalu condong dan dikaitkan ke arah yang ghaib/goib, ilmu nujum, perbintangan, pengobatan jarak jauh dan macam-macam lainnya. Beda dalam ranah filsafat, nama metafisika itu sendiri diberikan oleh Andronikos dari Rodhos pada tahun 70 SM terhadap karya-karya yang disusun sesudah buku Physika, tetapi harus diingat bahwa ini bukan secara kronologis (bukan karena Physika maka Metafisika ada) tetapi kebetulan karena muncul buku Physika maka barulah terbit istilah metafisika. Penyelidikan metafisika mula-mula hanya mencakup sesuatu yang ada di belakang dunia fisik, tetapi lalu berkembang menjadi ke penyelidikan terhadap segala sesuatu yang ada.

Di sini kita lihat bahwa metafisika memiliki tingkat keumuman yang paling tinggi, memang benar bahwa metafisika mencakup ke arah pembicaraan tentang alam ghaib atau ketuhanan, tetapi itu segi khususnya saja bukan segi umum dari metafisika itu sendiri. Metafisika pun menyelidiki tentang sesuatu yang objek fisik juga seperti manusia, hewan, tumbuhan, dan benda alam lainnya. Dari sini semakin jelas bahwa metafisika tidak sekedar tentang alam ghaib tetapi juga tentang semua yang ada

A. Definisi Metafisika

Cabang filsafat yang mempelajari penjelasan asal atau hakekat objek (fisik) di dunia adalah Metafisika. Dimana di dalamnya menjelaskan studi keberadaan atau realitas. Metafisika mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti : Apakah sumber dari suatu realitas ? Apakah Tuhan ada? Apa tempat manusia di dalam semesta?

Metafisika berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri atas dua kata yaitu meta dan pysika. Meta artinya sesudah atau dibalik sesuatu dan pyisika artinya nyata, kongkrit yang dapat diukur oleh jangkauan panca indera. Metafisika secara tradisional didefiniskan sebagai pengetahuan tentang pengada (Being). Eksistensinya dibalik sesudah fisik ( meta fisik ) perlu dikaji.. Istilah metafisika diketemukan Andronicus pada tahun 70 SM ketika menghimpun karya-karya Aristoteles, dan menemukan suatu bidang diluar bidang fisika atau disiplin ilmu lain.[1]

Aristoteles dalam bukunya yang berjudul Metaphysica mengemukakan beberapa gagasannya tentang metafisika antara lain:
  1. Metafisika sebagai kebijaksanaan (sophia), ilmu pengetahuan yang mencari pronsip-prinsip fundamental dan penyebab-penyebab pertama.
  2. Metafisika sebagai ilmu yang bertugas mempelajari yang ada sebagai yang ada (being qua being) yaitu keseluruhan kenyataan. 
  3. Metafisika sebagai ilmu tertinggi yang mempunyai obyek paling luhur dan sempurna dan menjadi landasan bagi seluruh adaan, yang mana ilmu ini sering disebut dengan theologia.[2]
Penggunaan istilah “metafisika” telah berkembang untuk merujuk pada “hal-hal yang diluar dunia fisik”. “ Beberapa tafsiran metafisika, diantaranya menurut M.J. Langeveld (tt; 132) dengan mengutif dari apa yang dikatakan oleh Nicolai Hartman mengartikan bahwa metafisika adalah tempat khusus yang diperuntukan bagi objek-objek transenden,daerah spekulatif bagi tanggapan-tanggapan tentang Tuhan, kebebasan dan jiwa, juga sebagai pangkalan bagi system-sistem spekulatif, teori-teori dan tanggapan dunia terhadap sesuatu yang eksistensinya di luar dimensi yang fisik - empirik.

Cabang utama metafisika adalah mitologi, studi mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu dan lainnya. Ahli metafisika juga berupaya memperjelaspemikiran-pemikiran manusia mengenai dunia, termasuk keberadaan, kebendaan, sifat, ruang, waktu, hubungan sebab akibat, dan kemingkinan.

B. Tafsiran Tentang Metafisika

Manusia mempunyai beberapa pendapat mengenai tafsiran metafisika. Tafsiran yang pertama yang dikemukakan oleh manusia terhadap alam ini adalah bahwa terdapat hal-hal gaib (supranatural) dan hal-hal tersebut bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa dibandingkan dengan alam yang nyata. Pemikiran seperti ini disebut pemikiran supernaturalisme. Dari sini lahir tafsiran-tafsiran cabang misalnya animisme. Selain faham diatas, ada juga paham yang disebut paham naturalisme. Paham ini amat bertentangan dengan paham supernaturalisme.paham naturalisme menganggap bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat gaib, melainkan karena kekuatan yang terdapat dalam itu sendiri, yang dapat dipelajari dan diketahui. Orang orang yang menganut paham naturalisme ini beranggapan seperti itu karena standar kebenaran yang mereka gunakan hanyalah logika akal semata, sehingga mereka menolak keberadaan hal-hal yang bersifat gaib itu. Dari paham naturalism ini juga muncul paham materialisme yang menganggap bahwa alam semesta dan manusia berasal dari materi. Salah satu yang menggap bahwa alam semesta dan manusia berasal dari materi. Salah satu pencetusnya ialah Democritus (460 – 370 SM).

Adapun bagi mereka yang mencoba mempelajari mengenai makhluk hidup. Timbul dua tafsiran yang masih saling bertentangan yakni paham mekanistik dan paham vitalistik. Kaum mekanistik melihat gejala alam (termasuk makhluk hidup) hanya merupakan gejala kimia-fisika semata. Sedangkan bagi kaum vitalistik hidup adalah sesuatu yang unik yang berbeda secara substansif dengan hanya sekedar gejala kimia-fisika semata berbeda halnya dengan telah mengenai akal dan pikiran, dalam hal ini ada dua tafsiran yang juga saling berbeda satu sama lain. Yakni faham monoistik dan dualistic. Sudah merupakan aksioma bahwa proses berfikir manusia menghasilkan pengetahuan tentang zat (objek) yang ditelaahnya. Dari sini aliran monoistik mempunyai pendapat yang tidak membedakan antara pikiran dan zat. Keduanya (pikiran dan zat) hanya berbeda dalam gejala disebabkan proses yang berlainan namun mempunyai substansi yang sama. Perndapat ini ditolak oleh kaum yang menganut paham dualistic. Dalam metafisika, penafsiran dualistic membedakan antara zat dan kesadaran (pikiran) yang bagi mereka berbeda secara subtsansif. Aliran ini berpendapat bahwa yang ditangkap oleh fikiran adalah bersifat mental. Maka yang bersifat nyata adalah fikiran, sebab dengan berfikirlah maka sesuatu itu lantas ada.

C. Perdebatan Seputar Metafisika


Metafisika ternyata mendapat pertentangan dari beberapa ilmuan, antara
lain adalah yang menganut paham positivism. Paham positivism logis menyatakan bahwa metafisika tidak bermakna.[3] Wittgenstein, 1921; Carnap, 1936/37; Ayer, 1946 dalam Ebook of General Philosopgy of Science menyatakan bahwa the statement of science is veryfiable and thus meaningful, those of metaphysic and all other kind of bad philosophy were not; they were just nonsense.[4]

Berikut adalah pendapat para ilmuwan tentang Metafisika. Alfred, J. Ayer menyatakan bahwa sebagian besar perbincangan yang dilakukan oleh para filosof sejak dahulu sesungguhnya tidak dapat dipertanggungjawabkan dan juga tidak ada gunanya, problem yang diajukan dalam bidang metafisika adalah problem semu, artinya permasalahan yang tidak memungkinkan untuk dijawab, berkaitan dengan pendapat Ayer tersebut. Dan Katsoff menyatakan bahwa sepertinya Ayer berupaya untuk menunjukan bahwa naturalism, materialism, dan lainnya merupakan pandangan yang sesat. Adapun Penentang lain adalah Luwig Winttgenstien yang menyatakan bahwa metafisika bersifat the mystically, hal-hal yang tak dapat diungkapkan ke dalam bahasa yang bersifat logis. Wittgenstien menyatakan terdapat tiga persoalaan dalam metafisika, yaitu; 1). Subjek bukan merupakan dunia atau bagian dari dunia, melainkan lebih dapat dikatakan sebagai batas dari dunia. 2). Kematian, kematian bukanlah sebuah peristiwa dalam kehidupan, manusia tidak hidup untuk mengalami pengalaman kematian. 3). Tuhan, Ia tidak menampakkan diri-Nya di dunia. Dengan demikian Wittgenstein menyimpulkan, bahwa sesuatu yang tidak dapat diungkapkan secara logis sebaiknya didiamkan saja. Namun pada kenyataanya banyak ilmuan besar, terutama Albert Einstein yang merasakan perlunya membuat formula konsepsi metafisika sebagai konsekuensi dari penemuan ilmiahnya.

Metafisika menuntut orisinalitas berpikir yang biasanya muncul melalui kontemplasi atau intuisi berupa kilatan-kilatan mendadak akan sesuatu, hingga menjadikan para metafisikus menyodorkan cara berpikir yang cenderung subjektif dan menciptakan terminology filsafat yang khas. Situasi semacam ini dinyatakan oleh Van Peursen sangat diperlukan untuk pengembangan ilmu dalam rangka menerapkan heuristika. Berkaitan dengan pembentukan minat intelektual, maka metafisika mengajarkan mengenai cara berpikir yang serius dan mendalam tentang hakikat-hakikat segala sesuatu yang bersifat enigmatik, hingga pada akhirnya melahirkan sikap ingin tahu yang tinggi sebagaimana mestinya dimiliki oleh para intelektual. Metafisika mengajarkan pada peminat filsafat untuk mencari prinsip pertama sebagai kebenaran yang paling akhir.

Kennick juga mengungkapkan bahwa metafisika mengajarkan cara berfikir yang serius, terutama dalam menjawab problem yang bersifat enigmatif (teka-teki), sehingga melahirkan sikap dan rasa ingin tahu yang mendalam. Perdebatan dalam metafisika melahirkan berbagai aliran, mainstream seperti : Monisme, Dualisme, Pluralisme, sehingga memicu proses ramifikasi, berupa lahirnya percabangan ilmu.

Sementara Van Peursen mengatakan bahwa metafisika menuntut orisinalitas berfikir, karena setiap metafisikus menyodorkan cara berfikir yang cenderung subjektif dan menciptakan terminology filsafat yang khas. Situasi semacam ini diperlukan untuk pengembangan ilmu dalam rangka menerapkan heuristika. Metafisika mengajarkan pada peminat filsafat untuk mencari prinsip pertama (First Principle) sebagai kebenaran yang paling akhir. Serta hal yang paling booming dalam dunia filsafat adalah bagaimana Descartes mengungkapkan bahwa Kepastian ilmiah dalam metode skepticnya hanya dapat diperoleh jika kita menggunakan metode deduksi yang bertitik tolak dari premis yang paling kuat (Cogito ergo sum) Skeptis-Metodis Rene Descartes.[5]

Disamping itu Bakker mengemukakan bahwasanya metafisika mengandung potensi untuk menjalin komunikasi antara pengada yang satu dengan pengada yang lain. Aplikasi dalam ilmu berupa komunikasi antar ilmuwan mutlak dibutuhkan, tidak hanya antar ilmuwan sejenis, tetepi juga antar disiplin ilmu, sehingga memperkaya pemahaman atas realitas keilmuwan.
 
 Kesimpulan

Metafisika merupakan suatu kajian tentang hakikat keberadaan zat, hakikat pikiran dan hakikat kaitan zat dengan pikiran. Beberapa tafsiran metafisika dalam menafsirkan hal ini, manusia mempunyai beberapa pendapat mengenai tafsiran metafisika.

Manfaat Metafisika bagi Pengembangan Ilmu
  1. Kontribusi metafisika terletak pada awal terbentuknya paradigma ilmiah, ketika kumpulan kepercayaan belum lengkap pengumpulan faktanya, maka ia harus dipasok dari luar, antara lain : metafisika, sains yang lain, kejadian personal dan historis.
  2. Metafisika mengajarkan cara berfikir yang serius, terutama dalam menjawab promlem yang bersifat enigmatif (teka-teki), sehingga melahirkan sikap dan rasa ingin tahu yang mendalam. 
  3. Metafisika mengajarkan sikap open-ended, sehingga hasil sebuah ilmu selalu terbuka untuk temuan dan kreativitas baru. 
  4. Perdebatan dalam metafisika melahirkan berbagai aliran, mainstream seperti : Monisme, Dualisme, Pluralisme, sehingga memicu proses ramifikasi, berupa lahirnya percabangan ilmu. 
  5. Metafisika menuntut orisinalitas berfikir, karena setiap metafisikus menyodorkan cara berfikir yang cenderung subjektif dan menciptakan terminology filsafat yang khas. Situasi semacam ini diperlukan untuk pengembangan ilmu dalamrangka menerapkan heuristika. 
  6. Metafisika mengajarkan pada peminat filsafat untuk mencari prinsip pertama (First Principle) sebagai kebenaran yang paling akhir. Kepastian ilmiah dalam metode skeptic Descartes hanya dapat diperoleh jika kita menggunakan metode deduksi yang bertitik tolak dari premis yang paling kuat (Cogito ergo sum) Skeptis-Metodis Rene Descartes. 
  7. Metafisika mengandung potensi untuk menjalin komunikasi antara pengada yang satu dengan pengada yang lain. Aplikasi dalam ilmu berupa komunikasi antar ilmuwan mutlak dibutuhkan, tidak hanya antar ilmuwan sejenis, tetepi juga antar disiplin ilmu, sehingga memperkaya pemahaman atas realitas keilmuwan.        
DAFTAR PUSTAKA 

Bagus, Loren. Metafisika. Jakarta: Gramedia. 1991 Bertens, Kees. Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta: Kanisius. 1988

“Positivisme Logis” Wikipedia Indonesia, http://id.wikipedia.org/wiki/Positivisme_logis

M. Gabbay, Dov., Paul Thagard, and John Woods. Ebook of General Philosophy of Science.

[1] Loren Bagus, Metafisika, (Jakarta: Gramedia, 1991), h 18.

[2] Kees Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), h.154

[3] “Positivisme Logis”Wikipedia Indonesia, http://id.wikipedia.org/wiki/Positivisme_logis

[4] Dov. M. Gabbay, Paul Thagard, and John Woods. Ebook of General Philosophy of Science. h. 517.

[5] Ibid. h.66


Thursday 5 December 2013

Dinasti Idrisiyah (789-926 M.)

Seiring dengan semakin melemahnya pemerintahan Abbasiyah yang ditandai dengan menurunnya kharisma istana, ketidakjelasan mekanisme politik dan administrasi Negara, kemorosotan ekonomi, serta munculnya berbagai pemborontakan- membawa peluang baru berupa tuntutan otonomisasi dan disintegrasi wilayah-wilayah propinsi yang dikepalai oleh seorang gubernur.[1]

Tidak banyak diduga oleh kalangan umum, ternyata di sisi kebebasan Abbasiyah-Bagdad (132-656 H./749-1258 M.) lahir pula dinasti-dinasti kecil yang memenuhi kurun waktu antara tahun 172-394 H./788-1003 M. (lebih dari dua abad).

Dinasti-dinasti tersebut bermunculan untuk pertama kalinya di Barat Baghdad. Di Maroko berdiri dinasti idrisi (172-311 H/788-932 M).[2] Yang mana disintegrasi di bidang politik sebenarnya sudah muncul sejak berakhirnya pemerintahan Bani Umayah, tetapi dalam sejarah politik Islam terdapat perbedaan antara pemerintahan Bani Umayah dan Pemerintahan Abbasiyah. Di antara perbedaan-perbedaan tersebut ialah jika pada masa pemerintahan Bani Umayah, wilayah kekuasaan sejajar dengan batas-batas wilayah kekuasaan Islam (mulai berdirinya sampai pada masa kehancurannya), pada masa pemerintahan Abbasiyah, wilayah kekuasaannya tidak pernah diakui di daerah Spanyol dan Afrika Utara, kecuali Mesir yang bersifat sebentar-sebentar, bahkan pada kenyataannya terdapat banyak daerah yang tidak dikuasai oleh khalifah.[3]

Dinasti Idrisiyah (789-926 M.)

Dinasti ini didirikan oleh seorang penganut Syi’ah, yaitu Idris bin Abdullah pada tahun 172 H./789 M. Dinasti ini merupakan Dinasti Syi’ah pertama yang tercatat dalam sejarah berusaha memasukkan Syi’ah ke daerah Maroko dalam bentuk yang sangat halus.[4]

Muhammad bin Idris merupakan salah seorang keturunan Nabi Muhammad SAW., yaitu cucu dari Hasan, putra Ali bin Abi Thalib[5]. Dengan demikian, dia mempunyai hubungan dengan garis imam-imam syi,ah. Dia juga ikut ambil bagian dalam perlawanan keturunan Ali di Hijaz terhadap Abbasiyah pada tahun 169/789, dan terpaksa pergi ke Mesir, kemudian ke Afrika Utara, di mana prestise keturunan Ali membuat para tokoh Barbar Zeneta di Maroko menerimanya sebagai pemimipin mereka. Berkat dukungan yang sangat kuat dari suku Barbar inilah, Dinasti Idrisiyah lahir dan namanya dinisbahkan dengan mengambil Fez sebagai pusat pemerintahannya.

Paling tidak, ada dua alasan mengapa Dinasti Idrisiyah muncul menjadi dinasti yang kokoh dan kuat, yaitu karena adanya dukungan yang sangat kuat dari bangsa Barbar, dan letak geografis yang sangat jauh dari pusat pemerintahan Abbasiyah yang berada di Baghdad sehingga sulit untuk ditaklukkannya.

Pada masa Kekhalifaan Bani Abbasiyah dipimpin oleh Harun Ar-Rasyid, (menggantikan Al-Hadi), Harun Ar-Rasyid merasa posisinya terancam dengan hadirnya Dinasti Idrisiyah tersebut, maka Harun Ar-Rasyid merencanakan untuk mengirimkan pasukannya dengan tujuan memeranginya. Namun, faktor geografis yang berjauhan, menyebabkan batalnya pengiriman pasukan. Harun Ar-Rasyid memakai alternatif lain, yaitu dengan mengirim seorang mata-mata bernama Sulaiman bin Jarir yang berpura-pura menentang Daulah Abbasiyah sehinngga Sulaiman mampu membunuh Idris dengan meracuninya. Taktik ini disarankan oleh Yahya Barmaki kepada Khalifah Harun Ar-Rasyid.

Terbunuhnya Idris tidak berarti kekuasaan Dinasti Idrisiyah menjadi tumbang karena bangsa Barbar telah bersepakat untuk mengikrarkan kerajaan yang merdeka dan independen. Dikabarkan pula bahwa Idris meninggalkan seorang hamba yang sedang mengandung anaknya. Dan ketika seorang hamba itu melahirkan, kaum Barbar memberikan nama bayi tersebut dengan nama Idris dan mengikrarkan sumpah setia kepadanya sebagaimana yang pernah diikrarkan kepada bapaknya. Dan Idris inilah yang melanjutkan jejak bapaknya (Idris bin Abdullah) dan disebut sebagai Idris II. 

Idris ibn Idris ibn Abdullah (Idris II) datang menggantikan ayahnya sebagai amir (177 H./793M.). Pada masa kepemimpinannya Dinasti Idrisi berkembang pesat. Pusat pemerintahan yang semula dari Walila dipindahkan ke Fes sebagai ibukota baru (192 H.). Dengan demikian, Idris II inilah yang dianggap sebagai pendiri yang sebenarnya Dinisi Idris.

Idris I dan putranya Idris II telah berhasil mempersatukan suku-suku Barbar, imigran-imigran Arab yang berasal dari Spanyol dan Tripolotania di bawah satu kekuasaan politik, mampu membangun kota Fez sebagai kota pusat perdagangan, kota suci, tempat tinggal Shorfa (orang-orang terhormat keturunan Nabi dari Hasan dan Husain bin Ali bin Abi Thalib), dan pada tahun 1959 di kota ini, telah didirikan sebuah masjid Fathima dan Universitas Qairawan yang terkenal.[6]

Pada masa kekuasaan Muhammad bin Idris (828-836 M.), Dinasti Idrisiyah telah membagi-bagi wilayahnya kepada delapan orang saudaranya, walaupun ia sendiri tetap menguasai Fez dan memiliki semacam supremasi moral terhadap wilayah-wilayah lainnya.[7] Setelah ia memerintah selama masa yang cukup tenang, putranya yang bernama Ali menggantikannya sebagai raja.

Pada masa Ali bin Muhammad (836-849M.), terjadi konflik antarkeluarga dengan kasus yang klasik, yaitu terjadi penggulingan kekuasaan yang pada akhirnya kekuasaan Ali pindah ketangan saudaranya sendiri, yaitu Yahya bin Muhammad.

Pada masa Yahya bin Muhammad ini, kota Fez banyak dikunjungi imigran dari Andalusia dan daerah Afrika lainnya. Kota ini berkembang begitu pesat baik dari segi pertumbuhan penduduk maupun pembangunan gedung-gedung megah. Di antara gedung yang dibangun pada masa itu ialah masjid Qairawan dan masjid Andalusia. Tapi ada pendapat lain bahwa di kota tersebut didirikan pula sebuah masjid yang diberi nama masjid Fathima yang merupakan benih dari masjid dan Universitas Qairawan yang terkenal pada tahun 859 M. tepat pada tahun 863 M., Yahya bin Muhammad meninggal dan kekuasaannya berpindah ke tangan putranya yaitu Yahya II.

Pada masa pemerintahan Yahya II ini terjadi kemerosotan yang disebabkan oleh ketidakmahiran Yahya II dalam mengatur pemerintahannya, sehinnga terjadilah pembagian wilayah kekuasaan. Keluarga Umar bin Idris I tetap memerintah wilayahnya, sedangkan Dawud mendapat wilayah yang lebih luas kea rah timur kota Fez. Keluarga Kasim menerima sebagian dari sebelah kota Fez bersama-sama dengan pemerintah wilayah suku Luwata dan Kutama. Husain (paman Yahya II), menerima bagian wilayah selatan kota Fez sampai ke pegunungan Atlas. Di samping ketidakmampuan mengatur pemerintahannya, Yahya juga pernah terlibat perbuatan yang tidak bermoral terhadap kaum wanita. Sebagai akibatnya, ia harus melarikan diri karena diusir oleh penduduk Fez dan mencari perlindungan di Andalusia sampai akhir hayatnyapada tahun 866 M.[8]

Dalam suasana yang mengecewakan rakyat, seorang penduduk Fez bernama Abdurrahman bin Abi Sahl Al-Judami mencoba menarik keuntungan dengan jalan mengambil alih kekuasaan. Namun, istri Yahya (anak perempuan dari saudara sepupunya), Ali bin Umar berhasil menguasai wilayah Kawariyyir (Qairawan) dan memulihkan ketentraman dengan bantuan ayahnya. Menurut cerita lain bahwa setelah Yahya II diusir oleh penduduk kota Fez, Ali bin Umar (paman dari ayah tiri Yahya) diangkat untuk menduduki tahta yang tak lama kemudian harus dilepaskan lagi akibat satu pemberontakan[9].

Pada masa Yahya III, pemerintahan yang semrawut ditertibkan kembali sehingga menjadi tentram dan aman. Namun, setelah Yahya III memerintah dalam waktu cukup lama, ia terpaksa harus menyerahkan kekuasaan kepada teman kerabatnya yang diberi nama Yahya IV.

Yahya IV ini berhasil mempersatukan kembali wilayah-wilayah yang dikuasai oleh kerabat-kerabat yang lainnya, dan sejak itu Dinasti Idrisiyah terlibat dalam persaingan antara dua kekuatan besar, yaitu Bani Umayah dari Spanyol dan Dinasti Bani Fatimiah dari Mesir dalam memperebutkan supremasi dari Afrika Utara. Sebagaimana diketahui bahwa dinasti tersebut mempunyai aliran yang berbeda, yang satu beraliran Sunni (Bani Umayah), sementara yang satunya lagi (Bani Fatimiyah) beraliran Syi’ah. Kedua kekuatan tersebut, secara hati-hati menghindari bentrokan sehingga Fez dan wilayah-wilayah Idrisiyah pada waktu itu menjadi daerah pertikaian mereka.

Setelah masa Yahya IV, saat kota Fez dan wilayah-wilayah Idrisiyah menjadi pertikaian, seorang cucu Idris II, yang bernama Al-Hajjam berhasil menguasai Fez dan daerah sekitarnya. Akan tetapi, ia kemudian mendapatkan pengkhianatan dari seorang pemimpin setempat sehinnga kekuasaannya hilang dan hidupnya berakhir pada tahun 962 M., sedangkan anak-anaknya dan saudara-saudaranya mengundurka diri ke daerah sebelah utara (suku Barbar Gumara). Di sana, keluarga Idris dari kelompok Bani Muhammad mendirikan benteng di atas bukit yang diberi nama Hajar An-Nashr. Di benteng tersebut, mereka bertahan sampai lima puluh tahun sambil mengamat-amati kubu pertahanan Daulah Umawiyah dan Daulah Fatimiah.

Ada juga riwayat yang menerangkann bahwa jatuhnya Dinasti Idrisiyah disebabkan oleh Khalifah Muhammad Al-Muntashir yang membagi-bagikan kekuasaannya kepada saudara-saudaranya yang cukup banyak, sehingga mengakibatkan pecahnya Idrisiyah secara politis. Perpecahan tersebut merupakan faktor yang membahayakan keberadaan Dinasti Idrisiyah karena dalam waktu bersamaan, dating pula serangan dari Dinasti Fatimiah[10].

Pada masa kepemimpinan Yahya III, Dinasti Idrisiyah ditaklukan oleh Fatimiyah dan yahya terusir dari kerajaan hinnga wafatnya di Mahdiyah. Dengan akhirnya Yahya, berakhir pula dinasti Idrisiyah.[11]

Kesimpulan

Bahwasanya Dinasti Idris didirikan oleh Idris bin Abdullah yang merupakan cucu Hasan, putra Ali bin Abi Thalib yang juga mempunyai hubungan dengan garis imam-imam Syi’ah. Berkat dukungan yang sangat kuat dari suku Barbar, maka lahirlah Dinasti Idrisiyah dan namanya dinisbahkan dengan mengambil Fez sebagai pusat pemerintahannya.

Adapun mengenai status dan hubungan Idrisi dengan pemerintahan pusat tidak pernah memperoleh pengakuan dan tidak banyak mencatat keunggulan-keunggulan dimasa pemerintahannya, bukan berarti sama sekali dia tidak mempunyai andil terhadap Islam, namun dalam aspek dakwah Idrisi telah membawa Islam dan meyakinkannya kepada penduduk Maroko dan sekitarnya. Melalui dinasti ini suku Barbar yang dulunya hidup secara tidak teratur,akhirnya dapat membangun suatu pemerintahan sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Hitti, Philip K. History of The Arabs, Cet. I; New York: The Mac Millan Press, 1974
Noerhakim, Moh, Sejarah Peradaban Islam, Cet. I; Malang: UMM Pres, 2003
Supriyadi, Dedi, Sejarah Perdaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008


[1] Moh. Nurhakim, Sejarah dan Peradaban Islam,(Cet. I; Malang: UMM Pers, 2003), h. 7
[2] Ibid., h. 77
[3] Sirr Wiliam Munir. The Caliphat. New York: AMS Inc., 1975, yang dikutip dari Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam
[4] Philip K. Hitti. History of the arab, The Mac Millan Press, 1974, h. 450
[5] C.E. Bosworth. Dinasti-dinasti Islam, Terj. Ilyas Hasan, 1980, h. 42
[6] Opcit, hal 451
[7] Moh. Nurhakim, Sejarah dan Peradaban Islam,(Cet. I; Malang: UMM Pers, 2003), h. 8-9

[8] Dedi Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 159
[9] Ibid., h. 160.
[10] Ensiklopedi IslamI, Jilid II, h. 178
[11] Ibid., h. 583

Sunday 1 December 2013

Perang Salib (Dampak, Faktor)

Perang Salib berlangsung selama 2 abad, antara abad ke-11 dan ke-13,yang terjadi sebagai reaksi umat Kristen di Eropa terhadap umat Islam di Asia yang dianggap sebagai pihak penyerang. Sejak tahun 632 melakukan ekspansi, bukan saja di Syiria dan Asia Kecil, tetapi juga di Spanyol dan Sicilia. Disebut Perang Salib karena ekspedisi militer Kristen mempergunakan salib sebagai simbol pemersatu untuk menunjukkan bahwa peperangan yang mereka lakukan adalah perang suci dan bertujuan untuk membebaskan kota suci Baitul Maqdis (Yerussalem) dari tangan-tangan orang Islam.

Pendapat mengenai periodesasi Perang Salib para sejarahwan saling berbeda dalam menetapkannya. Prof. Ahmad Syalabi membagi periodesasi Perang Salib atas tujuh periode. Sementara Philip K. Hitti memandang Perang Salib berlangsung terus menerus dengan kelompok-kelompok yang bervariasi, kadang-kadang berskala besar dan tidak jarang pula berskala kecil. Meskipun demikian, Hitti berusaha membuat periodesasi Perang Salib dengan menyederhanakan pembagiannya ke dalam tiga periode.

Pertama, disebut periode penaklukan (1096-1144) jalinan kerjasama antara Kaisar Alexius I dan Paus Urbanus II berhasil membangkitan semangat umat Kristen, yang utama ketika pidato Paus Urbanus II pada Konsiliclerment tanggal 26 November 1095. Pidato ini bergema ke seluruh penjuru Eropa yang mengakibatkan seluruh negara Kristen mempersiapkan berbagai bantuan untuk mengadakan penyerbuan. Dan pada periode ini kemenangan berpihak kepada pasukan Salib dan telah mengubah peta dunia Islam dan situasi di kawasan itu.

Kedua, disebut periode reaksi umat Islam (1144-1192) jatuhnya beberapa wilayah kekuasaan Islam ke tangan kaum Salib membangkitkan kesadaran kaum Muslimin untuk menghimpun kekuatan guna menghadapi pasukan Salib yang dikomando oleh Imaduddin Zangi, Gubernur Mosul, yang setelah itu diganti dengan putranya Nuruddin Zangi. Kota-kota kecil dibebaskannya dari kaum Salib, antara lain: Damaskus, Antiokia, dan Mesir. Keberhasilan kaum Muslimin meraih banyak kemenangan terutama setelah munculnya Salahuddin Yusuf al-Ayyubi (Saladin) di Mesir yang berhasil membebaskan Baitul Maqdis. Dan pada bulan Shafar 589/Februari 1193

A. Pengertian Perang Salib

Perang Salib berasal dari Bahasa Arab, yaitu حـر كـة yang berarti suatu gerakan atau barisan, dan صـلـيـبـيـة yang berarti kayu palang, tanda silang (dua batang kayu yang bersilang). Jadi Perang Salib adalah suatu gerakan (dalam bentuk barisan) dengan memakai tanda salib untuk menghancurkan umat Islam.

Sedangkan dalam Ensiklopedi Islam, Perang Salib ialah gerakan kaum Kristen di Eropa yang memerangi umat Islam di Palestina secara berulang-ulang, mulai dari abad XI sampai abad XIII M. untuk membebaskan Bait al-Maqdis dari kekuasaan Islam dan bermaksud menyebarkan agama dengan mendirikan gereja dan kerajaan Latin di Timur. Dikatakan salib, karena setiap orang Eropa yang ikut bertempur mengenakan tanda salib di dada kanan sebagai bukti kesucian cita-cita mereka.

Terhadap pengertian ini, diperkuat lagi oleh Philip K. Hitti bahwa Perang Salib itu adalah perang keagamaan selama hampir dua abad yang terjadi sebagai reaksi umat Kristen di Eropa terhadap umat Islam di Asia yang dianggap sebagai pihak penyerang. Perang ini terjadi karena sejak tahun 632 M. (Nabi saw. wafat) sampai meletusnya Perang Salib, sejumlah kota-kota penting dan tempat suci umat Kristen telah diduduki umat Islam seperti Suriah, Asia Kecil, Spanyol dan Sicilia. Perang tersebut merupakan suatu ekspedisi militer dan terorganisir untuk merebut kembali tempat suci di Palestina.

Dari beberapa pengertian di atas, dapatlah dipahami bahwa Perang Salib adalah perang yang dilakukan oleh ummat Kristen Eropa dengan mengerahkan umatnya secara terorganisir yang bersifat militer, dan menurut mereka, Perang Salib ini merupakan perang suci untuk merebut kembali Bait al-Maqdis di Yerussalem dari tangan umat Islam.

B. Faktor-faktor Terjadinya Perang Salib

Perang Salib sesungguhnya merupakan reaksi bangsa Barat terhadap kekuasaan Islam. Kedudukan Islam di semenanjung Iberia, serangan dan pendudukan Islam atas Sisilia maupun serangan atas semenanjung Balkan dan lebih-lebih lagi pendudukan daerah Timur Tengah oleh bangsa Turki yang akhirnya mengakibatkan terganggunya perjalanan para peziarah ke Yerussalem, sehingga kaum Salib ingin merebut kota suci tersebut. Hal inilah yang memicu terjadinya Perang Salib, dan di antara faktor-faktor penyebabnya, antara lain :

1. Faktor Agama

Salah satu peristiwa penting dalam gerakan ekspansi yang dilakukan Alp Arselan (Penguasa Saljuk) adalah peristiwa Manzikart pada tahun 1071 M. (464 H.). Tentara Alp Arselan yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara Bizantium (Kristen) yang berjumlah 200.000 orang, yang terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia. Kekalahan ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen terhadap umat Islam, yang kemudian menjadi benih dari Perang Salib. Kebencian itu bertambah setelah Dinasti Saljuk merebut Bait al-Maqdis pada tahun 471 H. dari kekuasaan Dinasti Fatimiyah yang berkedudukan di Mesir. Penguasa Saljuk menetapkan peraturan bagi umat Kristen yang ingin berziarah di sana dan aturan tersebut sangat menyulitkan mereka, akhirnya menghilangkan kemerdekaan umat Kristen untuk beribadah di Yerussalem.

Pada abad pertengahan, gereja mempunyai peranan dan pengaruh yang besar terhadap masyarakat di Eropa. Pihak gereja menyatakan bahwa siapa saja yang melanggar aturan yang ditetapkan oleh gereja, maka akan mendapat hukuman. Pada hal masyarakat pada waktu itu banyak yang berbuat kesalahan dan mengerjakan perbuatan yang dilarang oleh gereja. Untuk mensucikan diri dan bertobat dari kesalahan tersebut, manusia harus banyak berbuat baik dan berbakti menurut ajaran agama (Kristen), dengan berziarah ke Bait al-Maqdis di Yerussalem, berpuasa dan mengerjakan kebaikan lainnya. Mereka yakin bahwa apabila berziarah ke tanah suci saja mendapat pahala yang besar dan dapat menebus dosa, maka sudah tentu melepaskan dan memerdekakan Yerussalem dari kekuasaan Islam, adalah jauh lebih besar pahalanya.

2. Faktor Politik

Kekalahan Bizantium di Manzikart (Armenia) pada tahun 1071 dan jatuhnya Asia Kecil di bawah kekuasaan Saljuk, telah mendorong Kaisar Alexius Comnenus I (Kaisar Costantinopel) untuk meminta bantuan kepada Paus Urbanus II (menjadi Paus dari 1088-1099) dalam usahanya untuk mengembalikan kekuasaannya dari pendudukan Dinasti Saljuk. Paus Urbanus II bersedia membantu Bizantium karena adanya janji Kaisar Alexius untuk tunduk di bawah kekuasaan Paus di Roma, serta dengan harapan dapat mempersatukan gereja Yunani dan Roma. Pada waktu itu, Paus memiliki kekuasaan dan pengaruh yang sangat besar terhadap raja-raja yang berada di bawah kekuasaannya.

Demikian pula, adanya cita-cita Paus yang bersifat agresif untuk menguasai dunia Timur dengan berencana mendirikan suatu kerajaan Latin. Hal ini pulalah yang menyulut peperangan antara Kristen dan Islam, yang secara periodik dan historis menggunakan waktu yang lama serta pengorbanan material dan jiwa yang cukup banyak.

3. Faktor Sosial Ekonomi

Para pedagang besar yang berada di kota Venezia, Genoa, dan Pisa, berambisi untuk menguasai sejumlah kota-kota dagang di sepanjang pantai timur dan Selatan Laut Tengah untuk memperluas jaringan perdagangan mereka. Untuk itu, mereka rela menanggung sebagian dana peperangan dengan maksud menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat perdagangan, apabila pihak Kristen Eropa memperoleh kemenangan. Hal itu dimungkinkan karena jalur Eropa akan bersambung dengan jalur perdagangan di Timur melalui jalur strategis tersebut. Demikian pula para petualang dari ksatria Kristen, merasa puas dengan harta rampasan atau upeti dari negeri taklukan.

Di samping itu, stratifikasi sosial masyarakat Eropa ketika itu terdiri dari tiga kelompok, yaitu : Kaum gereja, bangsawan dan ksatria, serta rakyat jelata. Mayoritas masyarakat di Eropa adalah rakyat jelata, kehidupan mereka sangat tertindas, terhina, dan harus tunduk kepada para tuan tanah yang sering bertindak semena-mena serta mereka dibebani berbagai pajak dan sejumlah kewajiban lainnya. Oleh karena itu, pihak gereja memobilisasi mereka untuk turut mengambil bagian dalam Perang Salib dengan janji akan diberikan kebebasan dan kesejahteraan yang lebih baik, apabila dapat memenangkan peperangan.

C. Proses Terjadinya Perang Salib 1 s/d 7

1. Perang Salib 1

Pada tahun 490 H/1096 M. sebuah pasukan salib yang dipimpin oleh komandan Walter dapat ditundukkan oleh kekuatan Kristen Bulgaria. Kemudian Peter yang mengkomandoi kelompok kedua pasukan salib bergerak melalui Hungaria dan Bulgaria. Pasukan ini berhasil menghancurkan setiap kekuatan yang menghalanginya. Seorang sultan negeri Nice berhasil menghadapinya bahkan sebagian pimpinan salib berkenan memeluk lslam dan sebagian pasukan mereka terbunuh dalam peperangan ini.

Setahun kemudian yakni pada tahun 491 H/1097 M. pasukan Kristen di bawah komandan Coldfrey bergerak dari Konstantinopel menyeberangi selat Bosporus dan berhasil menaklukkan Antioch (Antakia) setelah mengepungnya selama 9 bulan. Pada pengepungan ini pasukan salib melakukan pembantaian secara kejam tanpa prikemanusiaan.

Setelah berhasil menundukkan Antioch, pasukan salib bergerak ke Ma’arrat al-Nu’ man, sebuah kota termegah di Syria. Di kota ini pasukan Salib juga melakukan pembantaian ribuan orang. Pasukan salib selanjutnya menuju ke Yerusalem dan dapat menaklukkannya dengan mudah. Ribuan jiwa muslirn menjadi kurban pembantaian dalam penaklukan kota Yerusalern ini. “Tumpukan kepala, tangan dan kaki terdapat disegala penjuru jalan dan sudur kota”. Sejarah telah menyaksikan sebuah tragedi manusia yang memilukan. Goldfrey selanjutnya menjabat sebagai penguasa atas negeri Yerusalem. Ia adalah penguasa yang cakap, dan komandan yang bersemangat dan agresif.

Pada tahun 503 H/1109 M., pasukan salib menaklukkan Tripoli. Mereka selain membantai masyarakat Tripoli juga membakar perpustakaan, perguruan dan sarana industri hingga menjadi abu.

2. Perang Salib 2

Dengan jatuhnya kembali kota Edesa oleh pasukan muslim, tokoh-tokoh Kristen Eropa dilanda rasa cemas. St Bernard segera menyerukan kembali perang salib melawan kekuatan muslim. Seruan tersebut membuka gerakan perang salib kedua dalam sejarah Eropa. Beberapa penguasa Eropa menanggapi poiitif seruan perang suci ini. Kaisar jerman yang bernama Conrad III, dan kaisar perancis yang bernama Louis VII segera mengerahkan pasukannya keAsia. Namun kedua paiukan ini iapat dihancurkan ketika sedang dalam perjalanan menuju Syiria. Dengan sejumlah pasukan yang tersisa mereka berusaha mencapai Antioch, dan dari sisi mereka menuju ke Damaskus.

Pengepungan Damaskus telah berlangsung beberapa hari, ketika Nuruddin tiba di kota ini. Karena terdesak oleh pasukan Nuruddin, pasukan salib segera melarikan diri ke Palestina, sementara Conrad III dan Louis VII kembali ke Eropa dengan tangan hampa. Dengan demikian beiakhirlah babak ke dua perang salib.

Nuruddin segera rnulai memainkan peran baru sebagai sang penakluk. Tidak lama setelah mengalahkan pasukan salib, ia berhasil rnenduduki benteng Xareirna, merebut wilayah perbatasan Apamea pada tahun 544 H/1149 M., dan kota Joscelin. Pendek kata, kota-kota penting pasukan salib berhasil dikuasainya. la segera menyambut baik permohonan masyarakat Damaskus dalam perjuangan melawan penguasa Damaskus yang menindas. Keberhasilan Nuruddin menaklukkan koia damaskus membuat sang khalifah di Bagdad brerkenan rnemberinya gelar kehormatan “al-Malik al- ’Adil”.

Ketika itu Mesir sedang dilanda perselisihan intern dinasti Fatimiyah. Shawar, seorang perdana menteri Fatimiyah., dilepaskan dari jabatannya oleh gerakan rahasia. Nuruddin mengirimkan pasukannya di bawah pimpinan komandan Syirkuh. Namun ternyata Shawar justru memerangi Syirkuh berkat bantuan pasukan perancis hingga berhasil rnenduduki Mesir.

Pada tahun 563 H/1167 M. Syirkuh berusaha datang kembali ke Mesir. Shawar pun segera rneminta bantuan raja Yerusalem yang bernama Amauri. Gabungan pasukan Shawar dan Amauri ditaklukkan secara mutlak oleh pasukan Syirkuh dalam peperangan di Balbain.

3. Perang Salib 3

Jatuhnya Yerusalem dalam kekuasaan Salahuddin menimbulkan keprihatinan besar kalangan tokoh-tokoh Kristen. Seluruh penguasa negeri Kristen di Eropa berusaha menggerakkan pasukan salib lagi. Ribuan pasukan Kristen berbondong-bondong menuju Tyre untuk berjuang mengembalikan prestis kekuatan mereka yang telah hilang. Menyambut seruan kalangan gereja, maka kaisar Jerman yang bernama Frederick Barbarosa, Philip August, kaisar Perancis yang bernama Richard, beberapa pembesar kristen rnembentuk gabungan pasukan salib. Dalam hal ini seorang ahli sejarah menyatakan bahwa Perancis mengerahkan seluruh pasukannya baik pasukan darat maupun pasukan lar.rtnya. Bahkan wanita-wanita Kristen turut ambil bagian dalam peperangan ini. Setelah seluruh kekuatan salib berkumpul di Tyre, mereka segera bergerak mengepung Acre.

Salahuddin segera menyusun strategi untuk menghadapi pasukan salib. Ia menetapkan strategi bertahan di dalam negeri dengan mengabaikan saran para Amir untuk melakukan pertahanan di luar wilayah Acre. ”Demikianlah Salahuddin mengambil sikap yang kurang tepat dengan memutuskan pandangannya sendiri’” ungkap salah seorang ahli sejarah. Jadi Salahuddin mestilah berperang untuk menyelamatkan wilayahnya setelah pasukan Perancis tiba di Acre.

4. Perang Salib 4

Dua tahun setelah kematian Salahuddin berkobar perang salib keempat atas inisiatif Paus Celestine III. Namun sesungguhnya peperangan antara pasukan muslim dengan pasukan Kristen telah berakhir dengan usianya perang salib ketiga. Sehingga peperangan berikutnya tidak banyak dikenal. Pada tahun 1195 M. pasukan salib menundukkan Sicilia, kemudian terjadi dua kali penyerangan terhadap Syria. Pasukan kristen ini mendarat di pantai Phoenecia dan menduduki Beirut. Anak Salahuddin yang bernama al-Adil segera rnenghalau pasukan salib. la selanjutnya menyerang kota perlindungan pasukan salib. Mereka kemudian mencari tempat perlindungan ke Tibinim, lantaran semakin kuatnya tekanan dari pasukan muslim, pihak salib akhirnya menempuh inisiatif damai. Sebuah perundingan menghasilkan kesepakatan pada tahun 1198M, bahwa peperangan ini harus dihentikan selama tiga tahun.

5. Perang Salib 5

Belum genap mencapai tiga tahun, Kaisar Innocent III menyatakan secara tegas berkobarnya perang salib ke lima setelah berhasil rnenyusun kekuatan miliier. Jenderal Richard di lnggris menolak keras untuk bergabung dalam pasukan salib ini, sedang mayoritas penguasa Eropa lainnya menyarnbut gembira seruan perang tersebut. Pada kesempatan ini pasukan salib yang bergerak menuju Syria tiba-tiba mereka membelokkan geiakannya menuju Konstantinopel. Begitu tiba di kota ini, mereka membantai ribuan bangsa romawi baik laki-laki maupun perempuan secara bengis dan kejam. pembantai ini berlangsung dalam beberapa hari. Jadi pasukan muslim sama sekali tidak mengalami kerugian karena tidak terlibat dalam peristiwa ini.

6. Perang Salib 6

Pada tahun 613 H/1216M, Innocent III mengobarkan propaganda perang salib ke enam. 250.000 pasukan salib, mayoritas Jerman, mendarat di Syria. Mereka terserang wabah penyakit di wilayah pantai Syria hingga kekuatan pasukan tinggal tersisa sebagian. Mereka kemudian bergerak menuju Mesir dan kemudian mengepung kota Dimyat. Dari 70.000 personil, pasukan salib berkurang lagi hingga tinggal 3.000 pasukan yang tahan dari serangkaian wabah penyakit. Bersamaan dengin ini, datang tambahan pasukan yang berasal dari perancis yang bergerak menuju Kairo. Narnun akibat serangan pasukan muslim yang terus-menerus, mereka men jadi terdesak dan terpaksa rnenempuh jalan damai. Antara keduanya tercapai kesepakatan damai dengan syarat bahwa pasukan salib harus segera meninggalkan kota Dimyat.

7. Perang Salib 7

Untuk mengatasi konflik politik internal, Sultan Kamil mengadakan perundingan kerja sarna dengan seorang jenderal Jerman yang bernarna Frederick. Frederick bersedia membantunya rnenghadapi musuh-musuhnya dari kalangan Bani Ayyub sendiri, sehingga Frederick nyaris menduduki dan sekaligus berkuasa di yerusalem. Yerusalem berada di bawah kekuasaan tentara salib sampai dengan tahun 1244 M., setelah itu kekuasaan salib direbut oleh Malik al-shalih Najamuddi al-Ayyubi atas bantuan pasukan Turki Khawarizmi yang berhasil meiarikan diri dari kekuasaan Jenghis Khan.

D. Dampak Perang Salib

1. Terhadap Dunia Kristen

Walaupun pihak Kristen menderita kekalahan dalam Perang Salib, namun mereka memperoleh pelajaran yang berharga dari dunia Islam. Hal ini disebabkan perkenalan mereka dengan kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah maju, bahkan hal tersebut menjadi salah satu faktor pendukung lahirnya renaissance di Barat. Mereka mendapatkan kebudayaan dalam bidang perdagangan, perindustrian, pertanian, pertahanan, pendidikan dan lain-lain.

Kontak perdagangan antara Timur dan barat semakin pesat di mana kota-kota dagang seperti Venezia, Genoa dan Pisa di Italia berkembang pesat dan memperoleh banyak keuntungan dalam perdagangannya dengan Timur. Hal ini pula yang menyebabkan mereka menggunakan mata uang sebagai alat tukar barang, sebelumnya mereka menggunakan sistem barter.

Dalam bidang perindustrian, mereka banyak menemukan kain tenun sekaligus peralatannya di dunia Timur. Untuk itu mereka mengimpor berbagai jenis kain ke Barat. Mereka juga menemukan berbagai jenis parfum, kemenyan dan getah Arab yang dapat mengharumkan ruangan.

Dalam bidang pertanian, mereka menemukan sistem irigasi yang praktis. Orang-orang Barat mulai menggunakan cengkeh, lada serta rempah-rempah untuk digunakan sebagai bumbu masakan. Mereka mulai membiasakan makan jahe dan menggunakan madu sebagai pemanis makanan.

2. Pengaruhnya Terhadap Dunia Islam

Pengaruh Perang Salib terhadap Islam, adalah lebih memantapkan dan mengokohkan nilai-nilai persatuan dan kesatuan umat dalam membela dan mempertahankan eksistensi agama Islam. Pengaruhnya yang lain adalah memperkenalkan dunia Islam yang mempunyai kebudayaaan tinggi kepada dunia Barat.

Dari keterangan di atas, dapat diutarakan bahwa pengaruh langsung atas terjadinya Perang Salib atas dunia Islam adalah mengingatkan kepada umatnya untuk tetap bersatu padu, menyatukan langkah dan gerak yang dijiwai oleh ruh Islam, untuk tetap konsisten terhadap ajaran Islam yang universal.

K E S I M P U L A N


Perang Salib ialah perang yang dilakukan oleh umat Kristen Eropa untuk merebut dan menguasai Bait al-Maqdis di Yerussalem dari tangan umat Islam. Dinamakan Salib, karena setiap orang Eropa yang ikut bertempur mengenakan tanda Salib di dada kanan sebagai bukti kesucian cita-cita mereka. Perang ini berlangsung dari tahun 1095- 1291 M.

Adapun penyebab terjadinya Perang Salib ada dua, yaitu : sebab tak langsung dan sebab secara langsung. Penyebab tak langsung ialah sejak wafatnya Rasulullah saw. di mana daerah-daerah yang dikuasai kaum Nasrani, telah direbut oleh pasukan Islam. Sedangkan penyebab secara langsung ialah 1) Ditetapkannya pajak yang dirasakan menyulitkan kaum Nasrani untuk berzirah ke Yerussalem oleh Penguasa Dinasti Saljuk. 2) Paus Urbanus II beserta Raja-raja Nasrani di Eropa bermaksud membebaskan Konstantinopel (Bizantium) dari kekuasaan Islam serta mempersatukan kekuasaan gereja di Roma dan Yunani. 3) Untuk merebut Bait al-Maqdis di Yerussalem.

Disamping itu ada pula faktor atau motif yang melatar belakanginya, yaitu : faktor agama, politik, dan sosial

Salahuddin al-Ayyubi mendirikan dinasti Ayyubiyyah di Mesir tahun 1175 M. Ia terkenal gagah perkasa, meneruskan perjuangannya melawan tentara Salib pada tahun 1180 M. Ia berhasil merebut kembali Bait al-Maqdis, Yerussalem pada tanggal 2 Oktober 1187 M. Namun dalam peperangannya melawan Richard di Arsuf, Salahuddin dapat dikalahkan oleh Richard pada tahun 1191 M, namun Bait al-Maqdis belum berhasil dikuasainya. Maka dibuatlah perjanjian perdamaian di Ramlah antara Salahuddin dengan Richard pada tanggal 2 November 1192 M.

Adapun dampak Perang Salib adalah adanya kerugian dan keuntungan bagi kedua belah pihak. Meskipun pihak Kristen Eropa menderita kekalahan dalam Perang Salib, namun mereka mendapat hikmah yang tak ternilai harganya sebab mereka dapat berkenalan dengan kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah sedemikian majunya.

DAFTAR PUSTAKA

Ali,Ameer. The Spirit of Islam. Diterjemahkan oleh H.B. Yassin dengan judul Api Islam. Jakarta : Bulan Bintang, 1978), h. 370.

Ali,K. A Study of Islamic History. Diterjemahkan oleh Gufron A. Mas’adi dengan judul Sejarah Islam, Tarikh Pra Modern. Cet. IV; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.

Departemen Agama RI. Text Book Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jilid I. Ujung Pandang: Kerja sama Dirjen Binbaga dengan IAIN Alauddin, 1982.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jilid IV. Cet. III; Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Nasiaonal. Ensiklopedi Nasional Indonesia. Cet. I; Jakarta; Cipta Adi Pustaka, 1990.



Cerita Sejarah (Sejarah Sebagai Kisah)

Peristiwa sejarah tidak pernah berulang."jika memang demikian, bagaimana generasi berikutnya mengetahui peristiwa masalah lalu?" pertanyaan ini menuntut peran sejarawan untuk menghadirkan kembali peristiwa itu dalam bentuk cerita sejarah dalam konteks ini sejarawan berperan sebagai pengawal warisan budaya dan penutur kisah sejarah perkembangan umat manusia. [1]
Masa lalu yang di teliti oleh sejarawan bukanlah masa lalu yang mati, akan tetapi masa lalu  dalam suatu pengertian yang masih hidup pada masa sekarang.[2] Ketika sejarawan mencoba mengkisahkan kembali peristiwa masalah lalu, terkadang mungkin anggapan bahwa sejarah sebagai bagian dari sastra. Karya sastra merupakan sesuatu deskripsi tentang suatu objek tertentu, yang kondeskripsianya mengandalkan semata-mata kemanpuan sastrawan. Kisah yang dilukiskan didesain sedemikian rupa dengan menggunakan keindahan bahasa, sehingga sang pembaca seakan merasakan atau menyaksikan langsung apa yang di lukiskan penulisnya. Apakah memang demikian? Antara sejarah dan sastra disamakan atau sebaliknya harus di pisahkan antara satu dengan yang lainnya.
A.  Konsep Cerita Sejarah
Banyak orang mengira dan menganggap bahwa cerita tentang masa lalu itu adalah sejarah. Padahal, tidak semua cerita masa lalu itu dapat dikatakan sebagai sejarah, sebab objek kajian/kisah sejarah adalah manusia dan tindakan manusia. Umumnya, hal yang sudah terjadi di kategorikan sebagai sejarah jika peristiwa itu menunjukkan perubahan sebagai pada kurun waktu tertentu dari kehidupan umat manusia. Agar tidak terjadi kesimpang-siuran dalam memahami tentang apa yang telah terjadi sebagai sejarah atau bukan. Maka perlu di bedakan antara cerita sejarah dan cerita yang mengandung unsur sejarah.
Cerita sejarah berisi tentang suatu kejadian yang telah terjadi yang digambarkan apa adanya. Manusia dilukiskan berdasarkan sifat-sifat kemanusiaanya. Seperti susah senang, jatuh cinta, hidup mati, dan sebagainya[3].
B.     Membuat cerita sejarah
Dalam membuat cerita sejarah, ada empat yang penting yang harus diperhatikan, yaitu: perang, isi, susunan, dan pembabakan cerita sejarah. Uraian mengenai keempat elemen penting ini, dapat dilihat sebagai berikut.
Pertama, peran cerita sejarah, yakni menggambarkan tentang peristiwa yang telah terjadi sesuai dengan sumber sejarah dan sudut pandang sajarawan. Cerita sejarah dalam konteks ini, merupakan upaya menghubungkan antara history as objective dengan history as subjective.
Kedua, isi cerita sejarah. Tidak semua peristiwa menjadi cerita sejarah . ada dua yang harus diperhatikan yaitu peristiwa itu melukiskan tentang perjuangan manusia kearah kehidupan yang lebih sempurna (2) perisatiwa yang di ceritakan itu menpunyai arti atau bagian penting dari suatu perjuabngan suatu Negara, kota , daerah, desa, atau lingkungan kehidupan kenengaraan misalnya napoleon bona parte perjanjian , tordessilas, keruntuhan malaka 1511, peristiwa pembunuhaan peristiwa pembunuhan putra mahkota Austria. Secara khusus di Indonesia seperti lahirnya Budi utomo 1908, sumpah pemuda 28 Oktober 1928,proklamasi 17 Agustus 1945, dan seterusnya.
Ketiga, susunan cerita sejarah di seleksi sesuai dengan sikap penulis. Namun demikian ia harus memperhatikan aspek-aspek metode serialisasi dalam cerita sejarah yang meliputi: (1)Koronologi atau berurutan sesuai dengan waktu kejadiannya, sebab susunan cerita sejarah yang koronologi akan menghidarkan para pengulangan-pengulangan dalam alur cerita (2) hubungan sebab akibat, biasanya dalam menjelaskan peristiwa sejarah sebab selalu mendahului akibat sehingga tampak suatu dialog yang menarik bagi pembacanya. Ketiga daya imajinasi dalam menghadirkan kembali peristiwa sejarah yang telahb terjadi dalam bentuk kisah atau cerita sejarah[4]
Keempat pereodisasi (pembabakan waktu) cerita sejarah tergantung pada sikap sejarawan sesuai dengan sumber-sumber sejarah yang diperoleh, dengan tujuan untuk mengarahkan (focus) cerita sejarah pada periode tertentu. Pembabakan ini penting untuk memudahkan pengertian, melakukan penyederhanaan, mengetahui peristiwa sacara kronologi, dan memudahkan klasifikasi dalam ilmu sejarah.[5]
C.    Orientasi Cerita Sejarah
Cerita sejarah pada dasarnya adalah upayah menghadirkan peristiwa yang terjadi. Tetapi, tidak dalam arti membalikan arah perputaran waktu sehingga peristiwa itu dapat dilihat kembali. Hal yang dimaksud adalah bahwa sejarawan mencoba mengkisahkan kembali peristiwa itu untuk diketahui oleh generasi sekarang. Pengkisahan tentang masa lalu dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu:
Pertama, pandangan hidup sangat mempengaruhi orientasi kisah sejarah. Sebab sejarah adalah jumlah pengalaman manusia dalam proses waktu dan ruang (lingkungannya). Pendirian ilmuan abad pertengahan terkaid dengan gerak sejarah berbeda dengan sudut pandang sejarawan Abad Modern. Bagi sejarawan golongan pertama, tuhan adalah pusat dari segalah perubahan dalam kehidupan masyarakat manusia sebut saja runtuhnya imperim Romawi di sebabkan karnah tuhan berkehendak. Hal itu ditengarai oleh sifat manusia dalam memimpin  imperium itu telah melampaui kekuasaan ilahi. Karna itu dengan jalan keruntuhan, maka supremasi tuhan dapat ditegakkan untuk menyadarkan pada manusia. Sebaliknya, kehendak tuhan mengenai penyelenggaraan kehidupan tidak dapat berjalan. Singkatnya manusia dengan akal pikirannya adalah segalanya dan karya sejarah seperti ini disebut sebagai sejarah Profan.
Kedua, aspek keyakinan seperti pendirian sejarawan baik langsung ataupun tidak langsung, mempengaruhi karya yang dihasilkannya. Demikian juga dengan peristiwa yang terkait dengan agama, seperti perang salib dilihat secara berbeda oleh sejarawan muslim dan sejarawan Kristen. Kecenderungan untuk mengungkap secara berlebihan perang kaum muslimin, termasuk pula rangkaian peristiwa yang terjadi adalah warna utama dalam ekspalanasi sejarawan. Sebaliknya, cara pandang dan karya sejarah dari ilmuwan Islam, sejarah Kristen pun juga mendominankan peran kaum nasrani dalam sejarah Perang Salib.Keyakinan sebagai sebuah lensa bagi sejarawan untuk menoropong kejadian-kejadian masa lalu, harus juga disempurnakan dengan lensa lainnya: Ketiga, lensa kejujuran. Kejujuran merupakan suatu keharusan dalam menyusun cerita sejarah agar tidak sepenuhnya subyektif. Sering di persoalkan mengenai objektifitas dan subjektifitas karya para sejarawan. Semua karya sejarah pasti mengandung dua hal ini, namun yang penting keduanya harus di tempatakan sesuai dengan konteksnya. Sebab, manusia disamping sebagai objek, ia juga adalah subjek. Dengan demikian hal itu turut mewarnai segala tindakannya, termasuk cerita sejarah yang dibuatnya.Selain ketiga aspek tersebut, perseptif atau cara pandang sejarawan pun mempengaruhi alur Cerita sejarah yang dihasilkan. Cari pandang tersebut tentukan oleh dari mana sejarawan itu melihat objek sejarah (tempat). Jauh dan dekatnya (jarak) antara sejarawan dengan peristiwa akan mempengaruhi karya sejarah kedekatan yang dimaksud di tinjau dari dua sisi, yaitu waktu dan kedekatan emosional. Apakah peristiwa itu telah lama terjadi? Atau belum lama sebab, kedekatan waktu akan mempengaruhi kemanpuan imajinasi sejarawan atas objek sejarah. Semakin jauh jarak waktu, maka hasil imajinasinya pun akan jauh dari kenyataan yang sesungguhnya, kecuali jika terdapat sejumlah dokumen (arsip) yang memadai yang memberikan informasi tentang oeristiwa apa yang dilukiskan dengan oelaky sejarah dalam oeristiwa dalam repolysi Indonesia (1945-1949) akan berbeda dengan pandangan generasi muda sekarang.

Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasnan di atas maka kesimpulan yang dapat dipaparkan dalam makalah ini adalah:
1.    Cerita sejarah adalah cerita tentang perubahan-perubahan, kejadian dan peristiwa dalam kenyataan sekitar kita.
2.     Dalam membuat cerita sejarah, ada empat hal penting yang harus diperhatikan, yaitu: peran, isi, susunan, dan pembabakan cerita sejarah.




 1 Louis Gootschalk, 1986. Mengerti Sejarah (Diterjemahkan oleh Nugroho Noto susanto).Jakarta; UI Press, hal 57.
 2  Collingwood. 2004. Filsafat Sejarah:Investigasi Historis dan Arkeologis (Diterjemahkan oleh arselinus kepata). Yogyakarta: Insight reference,hlm. 119.

 3 P. Swantoro. 2002. Dari Buku ke Buku.Sambung Menyambung Menjadi Satu. Jakarta.Kepustakaan Populer Gramedia, hal 122-124.
[4] G.J.Renier.1997. Lac. Git; Louis Gootschalk. 1986. Lac. Git.
[5] Rustan Effendy Tamburaka. 1999.Pengantar bIlmu Sejarah.Teori Filsafat Sejarah ,
Sejarah Filsafat dan Iptek ..Jakarta:Rineka Cipta, hlm 22-23.

HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html