Islam Di Domba Hitamkan

Ditengah kekacauan,Fitnah, teror dan kekerasan,umat Islam tetap tabah berdiri mempertahankan keyakinannya, dengan memperkenalkan agamanya dengan cara-cara damai dan menyejukkan.

Akhirnya Sunni dan Syiah Bersatu

Bukankah mereka mengimani tuhan yang sama, Mencintai Nabi dan Rosul yang sama, memiliki Kitab suci yang sama, Mempunyai Syahadah yang sama ?, Kemudian mereka saling fitnah dan menumpahkan darah.

Pengaruh Peradaban Islam Terhadap dunia Modern

Pada masa lampau, peradaba Islam memberikan sumbangan besar terhadap kemajuan dunia Barat, kini Islam dan Barat saling menghunus pedang, Islam sebagai Tokoh Kegelapan, sedangkan Barat sebagai Tokoh Peradaban.

Jihad Dan Terorisme dalam Prespektif Islam

Siapa mereka yang mengatakan terorisme merupakan bagian dari jihad fi sabilillah ?? sedangkan teror sangat ditentang oleh teks rujukan utama umat Islam.

Lagenda Assasin "Penebar Maut Lembah Alamut"

Asyhasin(assassin) Antara Lagenda dan Mitos, Siapa Sangka Assassin yang terkenal sebagai Game, adalah Kisah Nyata Pasukan Khusus sekte pecahan Syiah Ismailiyah.

Sunday 12 January 2014

Pendidikan Pendidikan Islam Era Makkah

Dalam pendidikan Islam, Rasulullah SAW, adalah pendidik pertama dan terutama dalam dunia pendidikan Islam. Proses tramsformasi ilmu pengetahuan, internalisasi nilai-nilai spiritualisme dan bimbingan emosional yang dilakukannya dapat diketahui sebagi mukjizat luar biasa, yang manusia apa dan dimanapun tidak dapat melakukan hal yang sama.

Gambaran dan pola pendidikan Islam di periode Rasulullah SAW, fase Mekkah dan Madinah merupakan sejarah masa lalu yang perlu diungkapkan kembali, sebagai bahan perbandinagn, sumber gagasan, gambaran strategi menyukseskan pelaksanaan proses pendidikan Islam. Pola pendidikan di masa Rasulullah SAW, tidak lepas dari metode, evaluasi, materi, kurikulum, pendidik, peserta didik, lembaga, dasar, tujuan, dan sebagaimana yang bertalian dengan pelaksanaan pendidikan Islam, baik secra teoritis maupun praktis.

A. Pelaksanaan pendidikan di Mekkah era Rasulullah

Ilmu pendidikan Islam yang memfokuskan kajiannya pada peninggalan ajaran al-Quran dan diamalkan dan dinilai lebih unggul dibandingkan konsep pndidikan yang berasal dari sumber agama lainnya. Ajaran-ajaran tersebut telah terseleksi dalam sejarah yang amat panjang, yakni sejak Nabi Adam a.s hingga Nabi Muhammad Saw. Dengan sifatnya yang demikian, ajaran ini harus diabadikan sepanjang sejarah.

Pendidikan Islam terjadi sejak Nabi diangkat menjadi rasul di Mekkah dan beliau sendiri yang menjadi gurunya. Pendidikan masa ini merupakan prototype yang terus menerus dikembanagkan oleh umat Islam untuk kepentingan pendidikan pada zamannya. Pendidikan Islam yang dilakukan Nabi di Mekkah merupakan prototype yang bertujuan untuk membina pribadi Muslim agar menjadi kader yang berjiwa kuat dan dipersiapkan menjadi masyarakat Islam, mubalig dan pendidik yang baik.

Risalah yang diterima Nabi Muhammad disebarkan melalui dakwah atau pendidikan terhadap umat.pada awal kenabian, ia menyerukan penyempurnaan akhlak dan tauhid. Untuk misi ini, Nabi menerapkan dua pola hubungan, yaitu hubungan yang berkaitan dengan hablun min Allah dan hablun min al-nas.

Pada pola pertama, Nabi melaksanakan pendidikan terhadap umat sebagai dakwah terhadap risalah yang dibawanya yang memiliki nilai ibadah dihadapan Allah swt. Untuk itu, Dia menjalankan ibadah ini dengan ikhlas tanpa menuntut materi dari dakwah yang dilakukan. Sikap inipun Dia tanamkan pada sahabat dalam mengikuti dakwah nabi.

Pada pola kedua, Nabi langsung menjadi guru umat dan model dari akhlak yang diinginkan. Dengan demikian, umat langsung dapat melihat bentuk yang di inginkan Alquran dari sikap Rasulullah sehari-hari, karena Nabi mengemban tugasnya tidak sebatas di atas mimbar atau di dalam mesjid. 

Pada hubungan sehari-hari sahabat sangat menghormati Nabi dan mendudukkan Nabi pada posisi yang tinggi, tapi nabi senantiasa bersikap tawadhu’. Di sinilah letak keseimbangan yang terjadi pada interaksi Rasulullah dan sahabat yang diikat dengan ukhuwah Islamiyah.

Pendidikan Islam pada masa awal Islam di Mekkah, seorang penulis membaginya menjadi tiga tahap, yaitu:

1. Tahap rahasia dan perorangan

Pada awal turunnya wahyu pertama (the first revelation), al-Quran surat 96, Ayat 1-5, pola pendidikan yang dilakukan adalah secara sembunyi-sembunyi, mengingat kondisi sosio-politik yang belum stabil, dimulai dari dirinya sendiri dan keluarga dekatnya. Mula-mula Rasulullah mendidik istrinya, Khadijah, untuk beriman dan menerima petunjuk-petunjuk Allah, kemudian diikuti oleh anak angkatnya Ali ibn Abi Thalib (anak pamannya) dan Zaid ibn Haritsah (seorang pembantu rumah tangganya, yang kemudian diangkat menjadi anak angkatnya). Kemudian sahabat karibnya, Abu Bakar Siddiq. Secara berangsur-angsur ajakan tersebut disampaikan secara meluas, tetapi masih terbatas di kalangan keluarga dekat dari suku Quraisy saja,[1] seperti Usman ibn Affan, Zubair ibn Awam, Sa’ad ibn Abi Waqas, Abbdurrahan ibn Auf, Thalhah ibn Ubaidilah, abu Ubaidillah, Abu Ubaidillah ibn Jahrah, Arqam ibn Arqam, Fatimmah binti Kahattab, Said ibn Zaid dan beberapa orang lainnya, mereka semua disebut tahap awal ini disebuat denagn Assabiquna al awwalun, artinya orang-orang yang mula-mula masuk Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang pertama pada era awala ini adalah, rumah Arqam ibn Arqam.[2]

2. Tahap terang-terangan 

Pendidikan secara sembunyi-sembaunyi beralangsung selama tiga tahun, sampai turun awahyu berikutnya yang memerintahkan dakwah secara terbuka dan terang-terangan.[3] Ketika wahyu tersebut turun, beliau mengundang keluarga dekatnya untuk berkumpul di Bukit Shafa, menyerukan agar berhati-hati terhadap azab yang keras di hari kemudian (hari kiamat); bagi orang yang tidak mengakui Allah sebgai Tuhan Yang Maha Esa dan Muhammad sebagai utusan-Nya, seruan tersebut dijawab oleh Abu Lahab, ‘celakalah kamu Muhammad! Untuk inikah kamua mengumpulkan kami? Saat itu diturunkan wahyu yang menjelaskan perihal Abu Lahab dan Istrinya.[4]

Perintah dakwah secara terang-teranagn dilakukan oleh Rasullullah seiring dengan jumlah sahabat yang semakin banyak dan untuk meningkatkan jangkauan seruan dakwah, karena diyakini dengan dakwah tersebut banyak kaum Quraisy yang masuk Islam. Di samping itu, keberadaan rumag Arqam ibn Arqam sebagai pusat dan lembaga pendidikan Islam sudah diketahui oleh kuffar Quraisy.

3. Tahap untuk umum

Hasil seruan dakwah secara terang-terangan yang terfokus kepada keluarga dekat, sepertinya belum maksimal sesuai dengan apa yang diharapkan. Maka, Rasulullah mengubah strategi dakwahnya dari seruan yang terfokus kepada keluarga dekat beralih kepada seruan umum, umat manusia secara keseluruhan. Seruan dalam skala “internasional” tersebut, didasarka kepada perintah Allah, surat al-Hijr Ayat 94-95.[5] Sebagai tindak lanjut dari perintah tersebut, pada musim haji Rasulullah mendatangi kemah-kemah para jemaah haji. Pada awalnya tidak banya yang menerima, kecuali sekelompok ja’mah haji dari Yatsrib, kabilah Kharaj, yang memerima dakwah secara antusias. Dari sini sinar Islam memancar ke luar Mekkah.

Pada fase Mekkah, Rasulullah beserta para sahabat menghadapi sejumlah tantangan dan ancaman dari kaum Quraisy. Menuerut Ahmad Syalaby yang dikutip Soekarno, bahwa faktor-faktor yang mendorong kaum Quraisy menentang seruan Islam sebagai berikut:

a. Persaingan kekuasaan (persamaan hak antara kasta bangsawan dan kasta hamba sahaya yang dilakukan oleh Rasulullah)

b. Takut bangkit, kaum Quraisy tidak menerima Agama Islam yang mengajarkan bahwa manusia akan hidup kembali sesudah mati

c. Taklid kepad nenek moyang secara membabi-buta dan mengikuti langkah-langkah mereka dalam soal peribadatan dan pergaulan adalah suatu kebiasaan yang telah berurat akar pada bangsa Arab

d. Memeperniagakan patung. Agama Islam melarang menyembah, memahat dan menjual patung. Karena itu saudagar-saudagar patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki, dan akan menyebabkan perniagaan mereka mati dan lenyap.

Menghadapi tantangan tersebut, Rasulullah SAW dan para sahabat memutuskan untuk berhijrah ke Madinah.[6] Meskipun begitu, hijrahnya kaum Muslimin dari Mekah ke Madinah bukan saja dikarenakan tekanan da ancaman kuffar Quraisy, akan tetapi merupakan salah satu momentum strategis untuk membentuk formulasi baru dalam pengembangan dakwah dan pendidikan Islam berikutnya.

Ketika Rasulullah dan para sahabt hijrah ke Madinah, salah satu program pertama yang beliau lakukan adalah pembangunan sebuah mesjid. Meskipun demikian, eksistensi kuttab sebagai lembaga pendidikan di Madinah, tetap dimanfaatkan setelah hijrah ke Madinah. Bahkan materi dan penyajiannya lebih dikembangkan seiring dengan banyaknya wahyu yang diterima Rasulullah, misalnya materi jual beli, materi keluarga, materi sosiopolitik, tanpa meninggalkan materi yang sudah biasa dipakai di Mekkah seperti materi Tauhid dan Akidah.

Kurikulum pendidikan Islam pada periode Rasulullah baik di Makkah maupun Madinah adalah al-Quran, yang Allah wahyukan sesuai dengan kondisi dan situasi, kejadian dan peristiwa yang dialami umat Islam saat itu. 

Mahmud Yunus mengklasifikasikan materi pendidikan kepada dua macam, yaitu materi pendidikan yang diberikan di Mekkah dan materi pendidikan di Madinah. Intisari materi yang di berikan di Mekkah yaitu keimanan, ibadah, dan akhlak. 
  1. Pendidikan keimanan. Materi keimanan yang menjadi pokok pertama adalah iman kepada Allah Yang Maha Esa, beriman bahwa Muhammad adalah Nabi dan Rasul Allah, diwahyukan kepada al-Quran sebagai petunjuk dan pengajaran bagi seluruh umat manusia.
  2. Pendidikan ibadah. Amal ibadah yang diperintahkan di Mekkah ialah shalat, sebagai pernyataan mengabdi kepada Allah, ungkapan syukur, membersihkan jiwa, dan menghubungkan hati kepada Allah. Dengan sembahyang dapat terhindar dari perbuatan keji dan mungkar.
  3. Pendidikan akhlak. Nabi menganjurkan penduduk Mekkah yang telah masuk Islam agar melaksanakan akhlak yang baik, seperti adil tepat janji, pemaaf, tawakal, bersyukur atas nikmat Allah, tolong-menolong, berbuat baik kepada Ibu-Bapak, memberi makan orang miskin dan orang musyafir, dan meninggalkan akhlak yang buruk.
Lembaga pendidikan Islam pada fase Mekkah terdapat dua macam, yaitu:

  1. Rumah Arqam ibn Arqam merupakan tempat yang pertama berkumpulnya kaum muslimin beserta Rasulullah untuk belajar hukum-hukum dan dasar ajaran Islam.
  2. Kuttab, pendidikan di kuttab fokus terhadap baca tulis sastra, syair Arab dan pelajaran berhitung ditambah dengan materi baca tulis al-Qura.

B. Pelaksanaan pendidikan di Madinah era Rasulullah


Intisari pendidikan agama yang diterapkan Nabi di Madinah dapat diklasifikasikan sebagai berikut;

  1. Pendidikan keimanan. Tentan keimanan diperkuat denagn keterangan-keterangan yang dibacakan oleh Nabi dari ayat-ayat al-Quran, serta sabda beliau sendiri. Di Madinah ditetapkan keimanan itu terdiri dari enam perkara; iman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, dan iman kepada takdir.
  2. Pendidikan ibadah. Untuk ibadah shalat, disamping shalat lima waktu yang telah disampaikan di Mekkah ditambah dengan shalat Jum’at sebgai ganti Zuhur
  3. Pendidikan akhlak. Pendidikan akhlah yang diberikan di Makkah lebih diperinci lagi, seperti adab masuk rumah, adab bercakap-cakap, bertetangga, bergaul dalam masyarakat
  4. Pendidikan kesehatan (jasmani). Pendidikan jasmani dapat dilihat dari dlam amal ibadah yang dilakukan sehari-hari, seperti puasa, shalat, wadhu, mandi,.
  5. Pendidikan kemasyarakatan. Zakat termasuk ibadah yang sangat penting dalam masyarakat. Syariat yang berhubungan dengan masyarakat misalnya; hal yang berhubungan dengan rumah tangga yang dinamai; hal-hal perseorangan, seperti hukum perkawinan dan hukum warisan.serta hal-hal yang berhubungan dengan pergaulan sesama manusia.
Pendidikan pada fase Mekkah terbagi kepada dua bagian, yaitu; (pendidikan tauhid); (2) pengajaran al-Quran
  1. Materi pendidikan tauhid dalam teori dan praktiknya. Materi ini lebih di fokuskan untuk memurnikan ajaran agama tuhid yang dibawa Nabi Ibrahim. Secara praktis pendidikan tauhid diberikan melalui cara-cara yang bijaksana,menuntun akal pikiran denagn mengajak umatnya untuk membaca, memperhatikan dan memerhatikan kekuasan dan kebesaran Allah. Rasulullah langsung menjadi contoh bagi umatnya, hasilnya kebiasaan masyarakat Arab yang mnyembah berhala, maka diganti denagan mengagungkan dan menyembah Allah SWT.
  2. Materi pengajaran al-Quran. Pada awal turunnya al-Quran para sahabat mempelajari al-Quran di rumah-rumah seperti di rumah Arqam ibn Arqam. Mereka berkumpul membaca al-Quran, memahami setiap kandungannya dengan cara mentadarusinya secara sembunyi-sembunyi.
Pada fase Madinah, materi yang diberikan cakupannya lebih kompleks dibandingakan denagn materi pendidikan pada fase Mekkah, seperti;
  1. Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru, menuju kesatuan sosial dan politik
  2. Materi pendidikan sosial dan kewarganegaraan yang terdiri dari;pendidikan ukhuwah (persaudaraan) antara kaum muslimin, pendidikan kesejahteraan keluarga,
  3. pendidikan untuk anak berupa tauhid, pendidikan sholat, adab sopan santun dlam keluarga dan masyarakat, pendidikan kepribadian 
  4. materi pendidikan pertahanan dan ketahanan dakwah Islam.
Lembaga yang digunakan sebagai tempat pembelajaran pada fase Madinah adalah mesjid. Mejid itulah pusat kegiatan Nabi Muhammad saw bersama dengan kaum muslimin, untuk secara bersama membina masyarakat baru, mencerminlkan persatuan dan kesatuan umat. Suatu kebijaksanaan yang sangat efektifdalam pembinaan dan pengembangan masyarakat baru di Madinah, adalah disyariatkannya media komunikasi berdasarkan wahyu, yaitu shalat Jumat yang dilaksanakan secara berjamaah dan azan.


KESIMPULAN


Dari pembahasan yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan fase Mekkah dan Madinah memiliki persamaan dan perbedaan, dari segi materi dan tahapan pendidikan. Kurikulum yang dipakai Mekkah dan Madinah sama, yaitu al-Quran dan hadis Nabi Muhammad. Di Mekkah, materi pendidikan lebihdiorientasikan pada tauhid dan aqidah. Hal itu dilakukan karena kondisi masyarakatnya yang menyembah patung dan berhala serta kondisi geografis yang gersang dan tandus.

Pendidikan di Madinah lebih diorientasikan pada aspek sosial, keluarga dan persaudaraan di samping pendalaman materi yang telah disampaikan di Mekkah, hal ini dilakukan melihat kondisi sosial Madinah yang lebih kondusif, cinta damai serta kondisi geografis yang lebih subur. Hanya saja kurikulum di Madinah lebih kompleks cakupannya, seiring dengan bertambahnyawahyu yang diturunkan kepada Rasulullah saw.

Daftar Pustaka

Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam:Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia. Ed.I Cet.4; Jakarta; Kencana, 20011.

Nata, Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam: Periode Klasik dan Pertengahan. Cet. 2; Jakarta; RajaGrafindo, 2010.

[1] Lihat, QS.26: 213-216.

[2] Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, terj. Ali Audah, (Jakarta: Tintamas, 1972), h. 30-32.

[3] Lihat, QS. 22.: 94.

[4] Lihat, QS. 111:1-5

[5] Soekarno dan Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa Bandung, 1990), cet. Ke-2, h32.

[6] Surat At-Taubah; Ayat20

Monday 6 January 2014

MADRASAH NIZHAMIAH VIII (Kesimpulan & Daftar Pustaka)

A.  Kesimpulan
Berdasarkan uraian terdahulu maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1.         Kondisi peradaban Islam sebelum berdirinya Madrasah Nizhamiah dalam priode kemunduran peradaban Islam, pada masa ini terjadi gejolak politik yang luar biasa, pertentangan antara Mazhab Syiah dan Sunni, pertentangan yang awalnya masalah politik, akhirnya merembet ke masalah ideologi, bahkan salah satu tujuan dari pembangunan Madrsah Nizhamiah adalah untuk melawan pengaruh Syiah melalui pendidikan.
2.         Madrasah Nizhamiah didirikan pada tahun 1067 M/459 H, oleh seorang Wazir Dinasti Saljuk bernama Nizham Mulk, nama aslinya Abu Ali al-Hasan bin Ali bin Ishaq at-Tusi, ia membangun Madrasah Nizhamiah di seluruh pelosok kekuasaan Dinasti Saljuk, madrasah yang terbesar dan terkenal adalah Madrasah Nizhamiah Baghdad. Madrasah adalah kelanjutan dari lembaga pendidikan yang awalnya di Masjid, karena Masjid tidak mampu lagi menampung proses belajar mengajar yang terus meningkat, perkembangan ilmu pengetahuan, dan mengganggu fungsi utama Masjid sebagai tempat ibadah sehingga dibutuhkan suatu bangunan khusus yang berfungsi sebagai lembaga pendidikan seutuhnya.

3.         Sistem pengajaran di Madrasah Nizhamiah sudah cukup maju, para Mahasiswa duduk di bangku kecil, dan guru mengajardi hadapannya, sudah mengenal asistensi, dekan dan sebagainya, akan tetapi kurikulum madrasah tidak ditemukan dengan jelas, menurut beberapa sumber, Madrasah Nizhamiah mengajarkan Fikih, ilmu al-Quran dan ilmu-ilmu yang mengenai al-Quran, seperti mebaca, menghafal, menulis, sastra Arab, Sejarah Nabi, Fikhi dan Ushul fikhi yang menitik beratkan pada Mazhab Sunni. 
B. DAFTAR PUSTAKA
Asari, Hasan.  Pendidikan Tinggi Dalam Islam. Jakarta: PT Logos Publishing House, 1994.
Asrohah, Hanun. Sejarah Pendidikan Islam.Cet. II; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001.
al-Syahrastani, Muhamad bin Abdul Karim. Al Milal Wa Al Nihal. Terj, Asywadie Syukur,Aliran-Aliran Teologi dalam Sejarah Umat Manusia, Surabaya: PT Bina Ilmu, t.th.
al-Jumbulati, Ali. Dirasatun Muqaaranatun fit-Tarbiyyatil Islamiayah, Terj. H.M Arifin, Perbandingan Pendidikan Islam, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994.
Alavi, Ziauddin. Muslim Education Thought in the Middle Ages, Terj. Abuddin Nata, Canada: Montreal, 2000.
Armai, Ari (ed).  Sejarah pendidikan dan perkembangan lembaga pendidikan Islam Klasik, Cet. I; Bandung: Angkasa,2004.
Ali, K. Sejarah Islam, Tarikh Pramoderen, Jakarta: PT Grafindo Persada, 1996.
Bilgrami, Hamid Hasan. The Concept Islamic University, Terj. Macnum Husein, konsep Universitas Islam, Jogjakarta: Tiara Wacana, 1989.
Departemen Agama Republik Indonesia: Yayasan Penyelenggaraan Penerjemah/penafsir al-Quran, Revisi Terjemah Oleh Lajnah Pentashih Mushaf al-Quran. al-Quran dan Terjemahan  Bandung: PT Sygma Examedia Arkanleema, 2007.
Departemen Pendidikan  Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Cet. IV; Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Dewan Penyusun Redaksi, Ensiklopedia Islam, Jilid V; Jakarta: PT. Ikhtiar Baru, 1993.
Dewan Penyusun Insiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Edisi Ke IV;  Jakarta: PT Ikrar Mandiri Abadi, 2003.
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pendidikan Dan Pembaharuan Islam Di Indonesia Cet. 2; Jakarta: Kencana, 2009.
Harun al-Rasyid, Hamzah, Asyariyah, Sejarah, Metodologi, dan Kontribusinya Bagi         Produktivitas Kerja. Cet. I; Makassar: Alauddin Press 2012.
Hassan, Ibrahim Hassan, Islamic History and Culture,From 632-1968, Terj. Djah dan Humam,Sejarah dan Kebudayaan Islam,Yogyakarta: Kota kembang 1989.

Humam,Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Kota kembang 1989), h. 170
K. Hitti, Philip.  Histori Of The Arabas: From the Earliest Times To The Present, Terj. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, History Of The Arabs Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010.
Kurniawan, Asep.  Kebangkitan Madrasah: Telaah Historis Madrasah Nizhamiah Vol.  1 Juni 2007.
Mardan. al-Quran Sebuah Pengantar Memahami al- Quran Secara Utuh. Cet 1; Jakarta: Pustaka Mapan, 2009.
 Mahmudunnasir, Syed. Islam: It’s Concepts and History, terj. Adang Affandi,  Islam Konsepsi dan Sejarahnya. Cet. I; Bandung: CV Rosda, 1988.
Mas’ud, Abdurrahman.  Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik, Yogyakarta : Gama Media, 2002.
Maksum. Madrasah Sejarah Dan Perkembangannya, Jakarta: Logos  wacana Ilmu, 1999.
Nasution, Harun. Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa perbandingan. Cet.V;  Jakarta: UI Press 1986.
Nata, Abuddin. Sejarah Pendidikan Islam pada priode klasik dan pertengahan Cet.II; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.
Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia Cet. III; Jakarta: Kencana, 2009.
Rahmat. Paradigma Pendidikan Pada Masa Kejayaan Peradaban Islam, Makassar: Alauddi University Press, 2011.
Sou’yb, Joesoef.  Sejarah Daulah Abbasiyah, Jilid I Cet.I; Jakarta: Bulan Bintang, 1977.
Stanton, Charles Michael. Higher Learning in Islam: The Classical priod.Terj. H. Afandi dan Hasan Asari, Pendidikan Tinggi Dalam Islam  Jakarta: PT Logos Publishing House, 1994.
Salaby, Ahmad. Sejarah Pendidikan Islam Cet. VI; Jakarta: PT Hadikarya Agung,1990.
Suwito. et. al., Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Cet.I; Jakarta: Prenada Media, 2009.
Ta’rifin, Ahmad. Madrasah Nizhamiah: Simbol Patronase Penguasa Sunni Dalam Lembaga Pendidikan Vol. 8  Juni 2010.
 Watt,W.Montgomery. Islamic Teology And Philosophy, terj. Umar Basalim, Pemikiran Teologi dan Filsfat Islam. Jakarta: PT Midas Surya Grafindo, 1987.
W. Morgan, Kennet. Islam Jalan Lurus, terj. Abu Salmah dan Khaidir Anwar. Jakarta: Pustaka Jaya Panji Mas, 1986.
Yunus, Mahmud. Sejarah  Pendidikan Islam, Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1995.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2008.
LIHAT JUGA






MADRASAH NIZHAMIAH VII (Dampak Politik dan Ilmu Pengetahuan)

Madrasah Nizhamiah memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap perkembangan Dinasti Saljuk, perkembangan Mazhab Sunni dan perkembangan Madrasah atau Universitas dunia Islam, terlebih lagi terhadap pendidikan Islam, Nizham Mulk dalam kaitannya dikenal sebagai seorang negarawan yang memiliki andil besar dalam pendirian dan penyebaran Madrasah, andilnya sebagai seorang pejabat negara merupakan sesuatu yang sangat besar, dalam hal ini dilihat bahwa Madrash Nizhamiah adalah kebijakan religio politik penguasa, dengan adanya campur tangan pemerintah Madrasah akan mudah tersebar dengan luas, sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya bahwa Nizham membangun Madrasah diseluruh daerah kekuasaan Dinasti Saljuk, dalam hal ini Nizham memberikan sumbangsih yang besar dalam penyebaran Madrasah.

Besarnya Kontribusi Madarasah Nizhamiah dalam pemerintah dinasti Saljuk, dapat dilihat dari tujuan didirikan Madrasah Nizhamiah itu sendiri, yaitu pertama, menyiapkan calon-calon ulama yang menyebarkan pemikiran Sunni untuk menghadapi tantangan pemikiran Syiah, Madrasah Nizhamiah mengkader para ulama yang sangat dibutuhkan oleh Dinasti Saljuk, disini kita dapat melihat bahwa kemajuan dinasti Saljuk dan keberhasilan Saljuk mempertahankan hegemoninya terhadap Dinasti Fatimiah Mesir yang kuat, tidak lepas dari para kader-kader atau ulama keluaran Madrasah Nizhamiah, yang terus menerus dikirim untuk menyebarkan ajaran Sunni didaerah taklukan Dinasti Saljuk, didaerah taklukan tersebut mereka menyebarkan paham Sunni, yang kemudian semakin memperkuat posisi kekuasaan politik Saljuk.

Tujuan kedua dari Madarasah Nizhamiah adalah menyediakan guru Sunni yang cakap untuk mengajarkan mazhab Sunni, dengan adanya kader Madarasah Nizhamiah ini Mazhab Sunni mengalami masa yang cemerlang, Mazhab Sunni mempunyai banyak calon-calon ulama yang akan menyebarkan Mazhab Sunni, Sunni yang pada awalnya mendapatkan tekanan pada masa perdana mentri al-Kunduri, mulai bangkit dan menyebarkan ajarannya.

Tujuan ketiga adalah membentuk kelompok kerja Sunni untuk berpartisipasi dalam menjalankan pemerintahan, memimpin kantor, khususnya dibidang peradilan dan managemen, pembentukan kelompok kerja ini memberikan dampak yang besar bagi bidang ekonomi, Madarasah Nizhamiah memberikan kesempatan kerja bagi para kedernya, dalam pemerintahan Saljuk, selain dari itu Marasah Nizhamiah yang telah memiliki lembaga Wakaf memberikan gaji dan beasiswa kepada guru dan Mahasiswa, dengan ini memberikan penghasilan lebih bagi Mahasiswa dan guru.

Dari segi sosial keagamaan, Madarasah Nizhamiah diterima oleh masyarakat karena sesuai dengan lingkungan dan keyakinannya, faktor tersebut antara lain, pertama ajaran yang diberikan di Madrasah Nizhamiah adalah ajaran Sunni yang dianut oleh mayoritas Masyarat pada masa itu. Kedua, para pengajar Madrasah Nizhamiah adalah ulama-ulama terkemuka, Ulama sebagai pemegang Ilmu Syari’ah yang paling berkepentingan untuk menjadikan Syari’ah dapat diterima,disamping itu ulama mempunyai kedudukan tersendiri dalam masyarakat, sebagai panutan dan pembela masyarakat dan kedudukan khusus dalam pemerintahan sebagai penasehat dan pemberi legitimasi, ada memang beberapa penguasa yang merasa dekat dengan ahli filsafat akan tetapi hal tersebut tidak dapat dijadikan sebagai patokan, sebab begitu raja meninggal, fukaha kembali menduduki tempat terhormat. ketiga, materi pokok yang diajarkan di Madrasah Nizhamiah adalah al-Fiqh yang dinggap sesuai dengan kebutuhan masyarakat umumnya dalam rangka hidup dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran dengan keyakinan mereka[1], karena materi ini dapat diberikan kepada anggota masyarakat dalam segala tingkatan umur, hal ini berbeda dengan filsafat misalnya, ilmu kalam, tasawuf atau ajaran kaum Syiah yang membutuhkan tingkat umum dan kedewasaan dan syarat tertentu. 

Ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan Islam mengalami perkembangan yang cukup pesat, dilihat dari perkembangan Madrasah pasca Madrasah Nizhamiah yang luar biasa, Madrasah Nizhamiah dijadikan sebagai prototipe perguruan tinggi hingga kini. Dalam bukunya Madrasah Sejarah dan perkembangannya Maksum mengutip dari pernyataan al-Dailami, Abd Ghani Abud dan Maksidi mengatakan:

Pendirian universitas-universitas di Barat adalah sebagai hasil Inspirasi dan pengaruh Madrasah (Nizhamiah) Gorgie Maksidi dalam beberapa tulisannya membuktikan bahwa tradisi akademik barat secara Historis mengambil banyak keuntungan dari tradisi Madrasah[2].

Madrsah Nizhamiah menjadi prototipe perguruan tinggi Islam, dikatakan sebagai prototipe karena sistem pengajaran yang menggunakan sistem moderen seperti yang dilakukan di perguruan tinggi Islam Moderen.Walaupun demikian Madrasah ini dianggap kurang memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan Aqliayah, Madrasah Nizhamiah hanya mementingkan pada pelajaran Fiqhi, dan ilmu al-Quran, pada masa ini hanya ilmu pengatahuan agama saja yang berkembang, sehingga pada zamannya dianggap sebagai priode kemunduran pemikiran Islam, pada masa ini kaum rasional disingkirkan karena dianggap bid’ah.

Lihat : MADRASAH NIZHAMIAH VI (Kurikulum)
Lihat : MADRASAH NIZHAMIAH VIII (Kesimpulan & Daftar Pustaka)

CATATAN KAKI
[1] Abuddin Nata, Op. Cit. h. 72. Lihat juga Maksum, h. 77. 
[2] Maksum, Madrasah Sejarah Dan Perkembangannya (Jakarta: Logos wacana Ilmu, 1999), h. 75.

MADRASAH NIZHAMIAH VI (Kurikulum)

Kurikulum merupakan suatu hal yang sangat penting dalam proses pendidikan di lembaga pendidikan manapun, kurikulum dijadikan sebagai standarisasi dalam melaksanakan proses belajar mengajar, hampir setiap orang sudah mengenal kata kurikulum dengan pengertian dan presepsinaya masing-masing. Pengertian kurikulum dapat dibedakan dalam lima tataran yang berbeda yaitu kurikulum ideal, kurikulum formal, kurikulum Instruksional, kurikulum Intruksional dan kurikulum ekspriensial. Kurikulum formal adalah ditentukan oleh yang berwewenang dan kemudian digunakan sebagai dokumen resmi kurikulum seperti kurikulum yang ditentukan oleh negara, Kurikulum Intruksional adalah seperangkat skanario pembelajaran dari jam pertemuan ke jam pertemuan oleh guru yang bertugas mengimplementasikannya dalam suatu konteks kelembagaan tertentu, dengan kata lain kurikulum Intruksional adalah kurikulum yang mencerminkan niat para guru sebagai pelaksananya. Kurikulum operasional adalah perwujudan objektif dari kurikulum intruksional dalam interaksi pembelajaran, sedangkan kurikulum eksperiensial adalah makna dari pengalaman belajar yang terhayati oleh peserta didik.

Mengutip dari buku Rahmat yang berjudul paradigma pendidikan pada masa kejayaan peradaban Islam, Istilah “kurikulum” berasal dari bahasa latin “curriculum” yang berarti pelajaran, selanjutnya kata kurikulum menjadi istilah yang digunakan untuk menunjukkan pada sejumlah mata pelajaran yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan atau Ijazah[1]. Menurut Crow and Crow Kurikulum adalah rancangan-rancangan yang berisi sejumlah mata pelajaranyang disusun secara sistematis yang diperlukan sebagai syarat untuk menyelesaikan program tertentu, setelah semakin bekembangnya ilmu pengetahuan kurikulum mengalami penafsiran yang berbeda dari para ahli seperi Sailor dan Alexander mengemukakan bahwa kurikulum bukan hanya sekedar memuat sejumlah mata pelajaran akan tetapi termasuk pula segala usaha lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, baik usaha itu dilakukan di dalam kelas maupun di luar kelas, berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa kurikulum merupakan landasan yang digunakan pendidikan untuk membimbing peserta didiknya menuju apa yang diinginkan.[2]

Kurikulum pengajaran di Madrasah Nizhamiah tidak ditemukan dengan tegas, menurut Mahmud Yunus pengajaran pada Madrasah Nizhamiah adalah ilmu-ilmu syariah dan tidak ada ilmu filsafat ia memberikan bukti sebgai berikut:

  1. Para ahli sejarah tidak seorangpun yang mengatakan bahwa diantara mata pelajaran ada ilmu kedokteran, ilmu falak dan ilmu-ilmu pasti, mereka hanya menyebut mata pelajaran nahu, ilmu kalam dan fikhi
  2. Guru-guru yang mengajar di Madrasah Nizhamiah adalah ulama-ulama syariah sehingga Madrasah tersebut merupakan Madrasah syariah bukan Madrasah filsafat.
  3. Pendiri Madrasah Nizhamiah bukanlaqh orang membela ilmu filsafat dan bukan orang yang membantu pembebasan ilmu filsafat.
  4. Zaman berdirinya Madrasah Nizhamiah bukanlah zaman filsafat, melainkan zaman menindas filsafat[3].
Walaupun dalam sistem pengajaran dan sistem keorganisasian Madrasah Nizhamiah sudah sangat baik, akan tetapi dalam hal kurikulum Madrasah Nizhamiah tidak berkembang dengan baik bahkan cenderung sama dengan kurikulum pendidikan sebelumnya, hal ini tidak lepas dari faktor politik yang mengitari perjalanan pembangunan Madrasah Nizhamiah, sebelumnya telah menyinggung latar belakang pembangunan Madrasah Nizhamiah yang dipengaruhi faktor politik, corak keilmuan yang berkembang di Madrasah Nizhamiah adalah corak keilmuan Sunni dikarenakan alasan politik tertentu.

Madrasah Nizhamiah mempunyai tugas pokok tersendiri yaitu mengajarkan fikhi yang sejalan dengan sesuatu atau lebih dari Mazhab Ahlussunnah Waljamaah, dan juga menjadi tempat menarik pelajar untuk menggunakan waktu mereka sepenuhnya untuk belajar[4]. Madrasah Nizhamiah bukanlah lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu pengetahuan yang bersifat duniawi aka tetapi lebih terfokus pada pelajaran ilmu-ilmu agama terutama fikhi, mazhab fikhi yang menonjol adalah mazhab fikhi syafi’i dan golongan teologi asyariah keduanya secara aktif dipelajari dan didalami, walaupun yang menonjol adalah mazhab Syafi’i akan tetapi mazhab yang lain juga didalami dengan adanya imam-imam khusus untuk masing-masing mazhab dan khalifah membentuk kadi yang ahli untuk masing-masing mazhab.

Tujuan pendidikan Madrasah Nizhamiah tidak terlepas dari tiga tujuan pokok tujuan pertama mengkader calon-calon ulama yang menyebarkan pemikiran Sunni menghadapi pemikiran Syiah, tujuan kedua, menyediakan guru Sunni yang cakap untuk mengajarkan mazhab Sunni dan menyebarkan ketempat lain, dan yang ketiga, membentuk kelompok kerja Sunni untuk berpartisipasi dalam menjalankan pemerintahan, memimpin kantor, khususnya dibidang peradilan dan manajemen[5].

Disiplin Ilmu yang dipelajari dalam Madrasah Nizhamiah adalah ilmu-ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan al-Quran, yakni pelajaran hadits dan tafsir, tantangan utama dalam mempelajari ilmu hadits adalah harus menghafal secara literal ratusan hadits dan membangun kemampuan untuk memilih hadits yang tepat diantaranya dalam menjawab pertanyaan hukum. Seni pidato juga merupakan bagian penting dari pendidikan ilmu-ilmu agama, sebab kemampuan dalam menyampaikan ceramah yang menggugah dan cerama ilmiah adalah suatu peran inti seorang ulama dalam pendidikan dan kehidupan beragama masyarakat[6]

Menurut Mahmud Yunus mata pelajaran yang diajarkan pada Madarasah Nizhamiah adalah al-Quran meliputi membaca, menghafal, dan menulis, selain dari itu diajarkan juga sastra arab, sejarah Nabi Muhammad saw, fikhi, ushul fikhi dengan menitik beratkan kepada mazhab Syafi’i dan teologi Asyariah[7]. Hamid Hasan Bilgrami berbeda pendapat dengan Mahmud Yunus mengenai materi yang diberikan pada Madrasah Nizhamiah, ia menyatakan bahwa mata pelajaran yang diberikan pada Madrasah Nizhamiah juga mencakup ilmu bahasa tradisional, fikih, kajian keislaman, ilmu hisab, faraid, penelitian tanah, sejarah sastra, kesehatan, cara memelihara binatang, bercocok tanam dan sejarah kealaman.[8]

Penulis mengambil kesimpulan bahwa Madrasah Nizhamiah adalah Madrasah yang mengajarkan faham Sunni, dan lebih menonjol kepada Mazhab Syafi’i, walaupun demikian Mazhab lain juga diajarkan di Madrasah ini, dari bukti-bukti yang telah diuraikan diatas Madrash Nizhamiah bukanlah Madrash yang mengajrkan ilmu-ilmu duniawi, akan tetapi Madrasah Nizhamiah hanya mengajarkan Ilmu agama, terlebih ilmu-ilmu tentang al-Quran, seperti tafsir, hadits, fikhi, menghafal sejarah Nabi, walaupun demikin ada yang pendapat lain yang mengatakan Madrasah Nizhamiah juga mengajarkan ilmu Hisab, cocok tanam, sastra Arab, kesehatan dan Ilmu kealaman, hal ini terjadi karena perbedaan penafsiran atau perbedaan sumber yang didapatkan para Sejarawan.

Lihat : MADRASAH NIZHAMIAH V (Sistem Pengajaran)
Lihat : MADRASAH NIZHAMIAH VII (Dampak Politik & Ilmu Pengetahuan)


CATATAN KAKI

[1] Rahmat, Paradigma Pendidikan Pada Masa Kejayaan Peradaban Islam, (Makassar: Alauddi University Press, 2011), h. 130. 

[2] Ibid., h. 131. 

[3] Samsul Nizar (ed), Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, (cet. III; Jakarta: Kencana, 2009), h. 161 

[4] Ibid. 

[5] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada priode klasik dan pertengahan (Cet.II; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), h.65 

[6] Michael Stanton, Op.ci, h. 53. 

[7] Samsul Nizar (ed), Op.Cit, h.161. Lihat Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Cet.VI; Jakarta: PT Hidayakarya Agung, 1990),h. 70. 

[8] Ibid.,h.162. Lihat Hamid Hasan Bilgrami, The Concept Islamic University, Terj.Macnum Husein, konsep Universitas Islam (Jogjakarta: Tiara Wacana, 1989),h. 48.

MADRASAH NIZHAMIAH V (Sistem Pengajaran)

Sistem pengajaran

Madrasah Nidzamiyah yang didirikan oleh Nizam al-Mulk di Baghdad dan madrasah-madrasah lainnya dibawah kekuasaan Bani Saljuk sudah mempunyai sistem menejemen yang cukup baik. Hal tersebut di atas dilatarbelakangi adanya campur tangan negara dalam masalah pendidikan pada waktu itu, sehingga masalah pendidikan Islam mulai terencana dengan baik dari mulai tujuan, kurikulum, perekrutan tenaga pendidikan sampai pada pendanaan dan sarana prasarana. Seperti yang diungkapkan Abd al- Madjid al-Futuh Madrasah Nizamiah merupakan lembaga pendidikan resmi pemerintah, pemerintah terlibat dalam menetapkan tujuan-tujuannya, menggariskan kurikulum, memilih guru dan memberi dana yang teratur kepada madrasah. Hal yang menarik dari inovasi pendidikan Nizam Al-Mulk adalah dalam menangani menejemen keuangan madrasah yaitu mengoptimalkan dana wakaf untuk pembiayaan pendidikan hal ini dijadikan solusi untuk menciptakan pendidikan massal yang murah bagi rakyat dengan fasilitas yang cukup memadai, dan dengan adanya dana yang memadai, para syaikh dan mudarris dapat digaji secara profesional atas tugas tugas pengajaran yang dilakukannya. 

Lembaga pendidikan Madrasah Nizhamiah merupakan lembaga pendidikan Islam pertama yang menerapkan sistem yang mendekati sistem pendidikan yang dikenal sekarang, seorang tenaga pengajar dibantu oleh dua orang mahasiswa yang bertugas membaca dan menerangkan kembali kuliah yang diberikan kepada mahasiswa yang ketinggalan (asistensi), sistem belajar Madrasah Nizhamiah adalah tenaga pengajar berdiri didepan kelas menyajikan materi-materi kuliah, sementara para pelajar duduk dan mendengarkan diatas meja-meja kecil yang disediakan, kemudian dilanjutkan dengan dialog antara dosen dan para mahasiswa mengenai materi yang disajikan dalam suasana semangat keilmuan yang tinggi[1], Setelah Nizham al-mulk membuka madrasah-madrasah Nizhamiah dibanyak kota, ia menetapkan untuk memberi gaji setiap bulan bagi setiap tenaga pengajar, dimadrasah-madrasah tersebut. Namun kebijaksanaan Nizham al Mulk tentang gaji tersebut belum bisa diterima oleh tenaga pengajar di Madrasah Nizhamiah, mereka lebih suka tanpa digaji tapi kesejahteraan hidupnya dijamin, bagi para syaikh gagasan untuk menggaji pada masa itu dianggap sebagai suatu gagasan yang terlalu maju. Madrasah Nizhamiah telah mencatat nama-nama besar dan orang-orang yang mengabdikan dirinya sebagai tenaga pengajar, diantara mereka adalah Syek Abu Ishak Asyyirazi, seorang faqih Baghdad, Syekh Abu Naser Assabagh, Abu Abdullah Attabari, Abu Muhammad Asy Sysirazi, Abu Qasim al-Alawi, Attibrizi, Al-Qazwini,al Fairuz Alabadi, Imam Alharamain Abdullah Abdul Ma’ali, al Juwaini, dan Imam al- Ghazali, madrasah yang sistem pendidikan dan organisasinya di Eropa ini sampai akhir abad ke 14[2].

Madrasah mempunyai satu perpustakaan yang bergabung dalam bangunan yang sama, sebelumnya, belum ada Masjid, Masjid jami’ atau Khan yang memiliki perpustakaan dalam satu gedung, perpustakan ini digunakan untuk menyediakan literatur yang nantinya digunakan pada Mahasiswa, tersedianya literatur ini meningkatkan pengalaman belajar Mahasiswa dengan memberikan mereka pengalaman belajar melalui literatur tersebut, lebih dari sekedar proses perkuliahan[3]. Status dosen di Madrasah Nizhamiah ditetapkan berdasarkan pengangkatan dari khalifah Dinasti Saljuk dan dan bertugas dalam waktu tertentu. Untuk menunjukkan betapa Madrasah Nizhamiah mencoba mengembangkan diri menjadi suatu lembaga pendidikan yang lebih sesuai dengan tuntutan Zaman,

Apabila dibandingkan dengan lembaga pendidikan yang sebelumnya sistem pengajaran Madrasah Nizhamiah jauh lebih unggul, Masjid misalnya, dari segi fungsi Masjid pada zaman Rasul mempunyai banyak fungsi antara lain, sebagai tempat Ibadah,tempat konsultasi masalah sosial kemasyarakatan,ekonomi maupun budaya, tempat pendidikan, tempat santunan sosial, tempat pelatihan militer, tempat pengobatan korban perang, tempat perdamaian atau pengadilan sengketa, tempat penerimaan tamu, tempat tahanan dan pusat penerangan dan pembelaan agama[4], sedang Madrasah Nizhamiah adalah gedung yang memang disedikan khusus untuk proses pendidikan, sistem pengajaran yang dilakukan dalam Masjid adalah sistem khalaqah, ilmu yang diajarkan juga berbeda beda mulai dari hadits, fiqhi. Jadwal kegiatan sehari-hari biasanya dimulai dan diakhiri dengan doa, biasa dikaitkan dengan jadwal salat subuh dan Isya, atau bisa juga dalam satu waktu khusus, waktu setelah salat subuh biasanya digunakan untuk membaca al-Quran, di ikuti dengan tafakkur singkat, kemudian Syaikh memulai pelajaran formal biasanya dalam bentuk ceramah dimana ia menyajikan materi baru atau melanjutkan materi yang belum selesai, atau mengulangi kembali materi yang sulit dimengerti, pada paruh waktu selanjutnya mahasiswa diberikan waktu untuk mendebat sesama mahasiswa atau dengan syaiknya, priode pelajaran ini biasanya berakhir pada tengah hari dan ditutup dengan doa secara formal. Pada sore hari para mahasiswa mengulangi mata kuliahnya yang telah diberikan syaiknya pada siang hari, dan membantu mahasiswa yang mendapat kesulitan. Kegiatan ini berlangsung non formal sepanjang sore sampai malam, oleh kerena hafalan merupakan hal yang sangat penting dalam proses belajar ini maka mahasiswa diberikan waktu yang panjang mulai dari sore sampai malam hari[5]. Sistem pengajaran di Masjid masih menggunkan sistem lama, seperti halaqah yang mana Syaikh duduk ditegah dan dikelilingi oleh mahasiswa, sistem penggajian Syaikh pun belum ada, para syaikh mengajar karena ikhlas dan bukan dijadikan sebagai mata pencarian. Perbedaan yang paling mencolok antara Masjid dan Madrasah Nizhamiah adalah dari segi bangunan, Masjid selain digunakan sebagai tempat belajar digunakan juga sebagai tempat ibadah, dan fungsi utama dari Masjid adalah tempat ibadah, dengan dijadikan Masjid sebagai tempat pendidikan akan mengganggu fungsi utama Masjid[6], perbedaan yang lain juga dapat dilihat dari sistem keuangan atau sumber pendanaan Madrasah Nizhamiah sudah memiliki lembaga wakaf yang dikelola dan disiapkan Nizham Mulk sebagai sumber keuangan dan pendanaan Madrasah, sedangkan Masjid belum memiliki lembaga Wakaf yang berfungsi sebagai sumber pendanaan.

Apabila dibandingkan dengan sistem pendidikan Kuttab, Madrasah Nizhamiah masih jauh lebih unggul, Kuttab adalah lembaga pendidikan awal semacam Sekolah dasar pada zaman sekarang, mata pelajaran utama dari kuttab adalah baca tulis al-Quran. Lembaga pendidikan Kuttab sudah mengenal penggajian terhadap guru, dikarenakan guru yang mengajar di Kuttab memang guru yang sengaja digaji untuk mengajar, seperti Kuttab pada masa rasul, guru yang mengajar di Kuttab adalah para tawanan perang Badar, berbeda dengan Madrasah Nizhamiah yang sudah memiliki gedung sendiri, Kuttab masih dilaksanankan dirumah-rumah guru, sistem wakaf pun sudah dikenal di Kuttab, para orang kaya yang anaknya belajar di Kuttab menyiapkan wakaf untuk menggaji para guru,dari segi materi yang diajarkan menurut syalabi, kuttab terbagi atas dua, yaitu Kuttab yang mengajarkan puisi-puisi dasar dan baca tulis, biasanya gurunya berasal dari non muslim atau tawanan perang. Kuttab jenis kedua adalah kuttab yang memang diperuntukkan untuk mengajarkan al-Quran, kuttab jenis ini berkembang pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, dari segi sistem pengajaran Kuttab masih menggunakan cara lama, murid yang datang kerumah guru, kemuadian terjadi proses belajar mengajar.

Dari segi uji materi antara Masjid dan Kuttab, Madrasah Masih lebih maju dari segala hal, baik dari segi pengajaran, sistem wakaf, guru, perhatian pemerintah dan dari segi fungsi bangunan.

Lihat : MADRASAH NIZHAMIAH IV (Tokoh Pemeran)
Lihat : MADRASAH NIZHAMIAH VI (Kurikulum)

CATATAN KAKI

[1] Dewan Penyusun Insiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Edisi Ke- 4; Jakarta: PT Ikrar Mandiri abadi, 2003) 

[2] Ibid. 

[3] Charles Michael Stanton Higher Learning in Islam: The Classical priod, Terj. H. Afandi dan Hasan Asari, Pendidikan Tinggi Dalam Islam (Jakarta: PT Logos Publishing House, 1994), h. 47 

[4] Armai Ari (ed), sejarah pendidikan dan perkembangan lembaga pendidikan Islam Klasik, (Cet. I. Bandung: Angkasa,2004), h. 37. 

[5] Michael Stanton, Op. Cit. h. 59. 

[6] Ibid., h. 57.

MADRASAH NIZHAMIAH IV (Tokoh Pemeran)

Tokoh yang Berperanan Penting Dalam Pembangunan Madrasah Nizhamiah

Madrasah Nizhamiah merupakan sebuah lembaga pendidikan yang sangat berpengaruh pada masa pemerintahan Dinasti Saljuk, pembangunan Madrasah Nizhamiah tidak lepas dari peranan Seorang Wazir Saljuk yang bernama Nizham Mulk. Nizham al Mulk adalah seorang yang sangat besar jasanya dalam pembangunan Madrasah Nizhamiah, ia adalah pencetus utama pendirian Madarasah Nizhamiah Sehingga namanya diabadikan sebagai nama Madrasah tersebut. Nizham Mulk adalah perdana mentri Dinasti Saljuk pada masa pemerintahan Sultan Alp Arslan dan Sultan Malik Syah, nama aslinya Abu Ali al-Hasan bin Ali bin Ishaq al-Tusi, ia pernah ke Nizabur dan menuntut ilmu pada ulama Mazhab Syafi’i bernama Hibatullah al-Muawaffaq, ayahnya adalah seorang pegawai pemerintahan Gaznawi di Tus, Khurasan, ketika sebagian besar Khurasan jatuh ke tangan Dinasti Saljuk, Ayahnya membawa Nizham Mulk lari ke Khusrawjird dan seterusnya ke Gazna, di Gazna Nizam Mulk bekerja pada sebuah kantor pemerintahan Mahmud Gaznawi, namun tiga atau empat tahun kemudian ia meninggalkan Gazna dan menuju ke daerah kekuasaan Saljuk, kemudian ia bekerja di Balakh yang dikuasai Saljuk kemudian pindah ke Marw, sehingga karirnya meningkat dengan cepat dan ia dipanggil ke istana sultan sebagai perdana mentri.[1]

Ali al-Jumbulati dalam bukunya perbandingan pendidikan Islam mengemukakan bahwa Ibnu al-atsir berpendapat:

Sesungguhnya Nizham al-Mulki, seorang mentri sultan Malik Syah al-Seljuqi (465 s/d 485 H.) telah mendirikan dua buah Madrasah yang masyhur yang terkenal dengan memakai namanya di Baghdad dan Naisabur, masing-masing dari Madrasah ini diberi Nama Nizhamiah dimana Imam al-Gozali memberikan pelajaran di Madrasah Nizhamiah Baghdad ini kemuadian pindah ke Madrasah Nizhamiah di Naisabur pada Akhir abad ke 5 Hijriah[2].

Nizham Mulk menunjukkan bakatnya yang mengagumkan dalam posisinya sebagai seorang perdana mentri ia menjadi seorang negarawan yang sangat terpercaya, untuk menjaga stabilitas negara ia memberikan saran kepada sultan agar memberikan lapangan pekerjaan kepada para pengungsi Turki yang datang dari Iran akibat kemenangan Dinasti Saljuk, dan meningkatkan kekuatan tempur pasukan bersenjata pemerintah, ia juga bergerak cepat dalam menumpas pemberontakan, akan tetapi mengampuni pemberontak yang menyerahkan diri, serta memberikan saran kepada Sultan agar mempertahankan kekuasaan lokal, baik yang berpaham Sunni maupun berpaham Syiah dan menunjuk keluarga Saljuk sebagai gubernur-gubernur. 

Nizham Juga bertindak menghindari terjadinya perebutan kekuasaan dalam Dinasti Saljuk, setelah meninggalnya Sultan dengan cara mengumumkan dan menunjuk Maliksyah sebagai putra mahkota yang akan menggantikan Sultan, pada masa ini juga hubungan dengan kekhalifahan Abbasyiah dijalin dengan baik singga Nizham al-Mulk mendapat penghargaan dari khalifah Abbasyiah al-Qa’im dengan gelar Qiwam ad-Din dan Radi Amir al-Mu’min. Nizham Mulk tetap menjadi perdana mentri Dinasti Saljuk, bahkan setelah Alp Arslan terbunuh pada tahun 165 H/1072 M dan digantikan oleh Maliksyah, pada masa pemerintahan ini Nizham Mulk peranannya sebagai seorang perdana mentri semakin bertambah, Maliksyah yang naik tahta berumur 18 tahun, sehingga Nizham Mulk diberi kekuasaan untuk mengatur pemerintahan dan mengambil keputusan politik, ia diberi gelar Ata Beq oleh Sultan yang berarti Amir yang dianggap ayah, ia tetap menjalankan politik kerjasama dan taat kepada Khalifah Abbasyiah yang ketika itu di pegang oleh al-Muqtadi Ibn Amr Allah.

Nizham Mulk adalah seorang perdana mentri yang berfaham Asyariah ia mendirikan Madrasah dibeberapa kota dalam wilayah Saljuk, Madrasah yang ia dirikan diberi nama yang sama dengannya yaitu Madrasah Nizhamiah, Menurut Philip K. Hitti, Madrasah Nizhamiah adalah madrasah yang dijadikan sebagai contoh awal dari perguruan tinggi yang menyediakan sarana belajar yang memadai bagi para penuntut ilmu, usaha Nizham Mulk dalam membangun Madrasah Nizhamiah Nizham Mulk mendapat dukungan dari para ulama Asyariah dan Syafi’iah, 

Sejarah mencatat bahwa Nizham Mulk adalah seorang alim agamawan, dermawan, adil dan penyantun, suka memaafkan orang yang bersalah, banyak diam, majlisnya banyak dihadiri oleh para fakih, dan ulama. Ia juga dikatakan menyampaikan Hadits di Baghdad,Khurasan dan kota lainnya dengan alasan untuk ikut berpartisipasi dalam menyebarkan hadis Nabi Muhammad saw. sekalipun ia mengakui dirinya bukanlah seorang ahli hadis. Pada tahun 479 H/1086-1087 M ia menghapuskan Khumus yaitu pajak yang tidak diberi sanksi Syariat dan meningkatkan sarana dan prasarana bagi mereka yang menunaikan ibadah haji, setelah Hijaz telah kembali kedalam genggaman Dinasti Saljuk yang sebelumnya dikuasai oleh Fatimiah pada tahun 468 H/1076 M, ia juga mengamankan jalur perjalanan haji dari Irak ke tanah suci Mekkah dengan membarantas para perompak yang mengancam para jama’ah haji ia juga memprakarsai perluasan Masjidilharam di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Setehun sebelum meninggal ia menulis kitab Siyaset Name buku yang mengenai politik tentang siasat pemerintahan yang berisi 50 bab nasehat yang digambarkan mengenai anekdot-anekdot sejarah, pada tahun berikutnya ia menambahkan 11 bab tentang bahaya mengancam negara utamanya dari kaum Qaramitha Ismailiah, yang akan mengancam keutuhan Dinasti Saljuk, Qaramitah Ismailiah adalah kaum yang pada tahun 483 H/1090-1091 M menyerbu kota Basrah dan bermarkas di Benteng Alamut, kaum ini mempunya pasukan pembunuh yang efektif diberi nama Hasyasyin, yang dipimpin oleh Hasan bin Sabbah, yang bertujuan menghidupkan Fatimiah, seorang pasukan hasan bin Sabbah berhasil membunuh Nizham Mulk di Shina, Nahawand, ketika ia dalam perjalanan dari Isfahan menuju ke Baghdad, ia terbunuh pada tanggal 10 Ramadan 485/14 Oktober 1092[3]

[1] Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Edisi ke IV; PT Ikrar Mandiri Abadi 2003) 


[2] Ali al-Jumbulati Op.Cit. 


[3] “Dewan Penyusun Insiklopedi Islam, Op.Cit.

MADRASAH NIZHAMIAH III (Proses Pendirian)

Proses pendirian Madarasah Nizhamiah tidak lepas dari proses bangkitnya madrasah secara keseluruhan dan proses berdirinya Dinasti Saljuk. Dinasti Saljuk adalah sebuah dinasti berfaham Sunni yang berasal dari beberapa kabilah kecil rumpun Suku Qiniq dalam masyarakat Turki Oquz, Ia mengabdikan dirinya kepada Raja Begu daerah Turkaman yang meliputi Laut Arab dan Laut Kaspia[1], Saljuk adalah kaum yang memerdekan diri dari Dinasti Samaniah, setelah Saljuk meninggal kekuasaanya dilanjutkan oleh Thurgul Bek, ia berhasil mengalahkan Ghaznawi[2] (429 H/1036 M). Bani Saljuk memasuki Baghdad pada masa Thurgul yang menggantikan Dinasti Buwaihi yang saat itu mengusai Baghdad, Dinasti Buwaihi merupakan Dinasti Islam yang berpaham Syiah, sedangkan Dinasti Saljuk merupakan Dinasti Islam yang berfaham Sunni, kemenangan Dinasti Saljuk merupakan salah satu fase yang dianggap sebagai fase kemenangan dan kejayaan paham Sunni terhadap kaum Syiah. Setelah wafatnya Thurgul ia digantikan oleh Alp Arsenal dengan perdana Mentri Nizam al-Mulk, pada masa ini Dinasti Saljuk mencapai masa keemasan.

Kebangkitan Kaum Sunni dan madrasah merupakan suatu hal yang tidak bisa dipisahkan, Abad ke 8 sampai ke 10 merupakan abad kejayaan umat Islam dibidang pengetahuan dan pemikiran, perhatian umat Islam terhadap ilmu pengetahuan dan intelektual sangat besar, disamping ilmu pengetahuan perhatian umat Islam terhadap juga menaruh perhatian yang sangat tinggi terhadap pemikiran rasional dan filosofis, akibatnya dibidang keagamaan yang sebelumnya dominan bersumber dari doktrin agama, dikembangkan secara nalar dan filosofis sehingga muncul pembagian terhadap ilmu naqliah dan Ilmu aqliyah, dampak dari perkembangan penalaran dalam masa Islam pada masa klasik telah membentuk kelompok keagamaan yaitu kelompok tadisionalis dan kelompok raionalis.

Pada awalnya kelompok rasionalis yang di motori oleh golongan Mu’tazilah mendapat tempat yang begitu besar dalam pemerintahan, bahkan dijadikan sebagai Mazhab Negara pada masa pemerintahan Khalifah al-Ma’mun Bani Abbasyiah, akan tetapi pada masa pemerintahan al-Mutawakkil paham Mu’tazilah tidak lagi dijadikan sebagai Mazhab Negara, bahkan paham tersebut dihilangkan dan para pengikutnya dan buku-buku mengenai paham Mu’tazilah dimusnahkan[3]. Sebagai gantinya al- Mutawakkil menjadikan Paham Asyari’ah atau Ahlussunnah wal jamaah sebagai Mazhab negara, dengan dijadikannya paham Ahlussunnah wal jamaah sebagai Mazhab negara, paham ini mengalami perkembangan pesat, perkembangan yang paling menonjol adalah dalam permasalahan kaidah fiqhi, bahkan dalam masalah ini fiqhi ini terbagi atas beberapa mazhab besar, dalam sejarah Islam Mazhab fikih menduduki posisi paling penting dalam kehidupan keagamaan umat muslim, hal ini disebabkan hukum Islam berfungsi sebagai agen legitimasi. Pemerintah sangat membutuhkan ulama fiqhi untuk menduduki jabatan administrasi yang bertugas memberlakukan hukum demi kehidupan sosial politis yang teratur, misalnya jabatan Qadhi[4].

Mazhab fikih, lembaga keagamaan golongan Sunni berupaya merangkul paham dan kekuasaan Syi’ah yang kuat mengakar di dunia Islam. Untuk menyaingi golongan syia’ah, ulama Sunni mempropagandakan paham Sunni, khususnya dibidang hukum, untuk itu sekitar abad ke 10 Masehi Mazhab fikih mendirikan sebuah organisasi keagamaan baru, yaitu madrasah sebagai pusat studi fikih. Sebagai lembaga yang mengikis paham Syi’ah. oleh itu Bulliet menyebutkan madrasah sebagai kebangkitan Golongan Sunni.

Lembaga pendidikan Islam sebelum madrasah adalah Masjid, Masjid menjadi tempat yang sangat populer untuk dijadikan sebagai tempat menimba ilmu pengetahuan Islam, namun setelah melewati waktu yang lama Masjid tidak lagi mampu dijadikan sebagai lembaga pendidikan, dikarenakan fungsi utama Masjid sebagai tempat ibadah sudah terganggu akibat dari menjamurnya halaqah-halaqah, selain dari itu pertumbuhan ilmu pengetahuan yang begitu pesat sehingga Masjid sudah tidak bisa lagi dijadikan sebagai lembaga pendidikan. Menurut keterangan Gorge Maksidi yang dikutip oleh H Maksum menyatakan bahwa perpindahan lembaga pendidikan dari masjid ke madrasah terjadi secara tidak langsung tetapi melalui tahap perantara yaitu Masjid Khan, lebih lanjut Maksidi memberikan teori bahwa asal muasal pertumbuhan madrasah melalui tiga tahap yaitu:

1. Tahap Masjid

Tahap masjid berlangsung dari awal abad ke delapan dan kesembilan Masehi masjid yang dimaksud dalam hal ini adalah masjid biasa, yang selain dijadikan sebagai tempat ibadah, digunakan juga sebagai tempat belajar, para penguasa Baghdad seperti Adud Daulah, al-Sahib Abbas, dan Dilil al-Sijistani merupakan pelopor utama yang mendukung perkembangan Masjid dijadikan sebagai lembaga pendidikan.

2. Tahap Masjid Khan

Masjid Khan adalah Masjid yang dilengkapi Asrama atau pondokan yang masih bergandengan dengan Masjid, Masjid Khan menyediakan tempat penginapan yang cukup baik bagi pelajar yang datang dari luar kota, Masjid Khan mencapai perkembangan pesat hingga abad ke 10. Mengutip dari tulisan H Maksum pada masa awal pemerintahan Badr Hasmawaih al-Kindi yang menjadi Gubernur di beberapa wilayah di bawah kekuasaan Adud al-Daulah mendirikan sekitar 3000 Masjid Khan.

3. Tahap Madrasah

Madrasah adalah hasil penyatuan dari Masjid biasa dan Masjid Khan , kompleks Madrasah terdiri dari ruangan belaja, runagan pondok, dan ruangan Masjid, berbeda dengan Maksum menurut Ahmad Syalabi, sejarah perkembangan lembaga pendidikan Islam Madrasah dari Masjid ke madrasah terjadi secara langsung tidak memakai lembaga perantara, perkembangan madrasah dikatakan sebagai konsekuensi logis dari semakin ramainya kegiatan pengajian di Masjid yang fungsi utamanya adalah ibadah yang mengganggu proses ibadah, agar tidak mengganggu ketenangan ibadah maka kegiatan pendidikan di buatkan sebuah tempat khusus yang dikenal dengan madrasah[5].

Lembaga pendidikan madrasah adalah kelanjutan dari lembaga pendidikan yang berbentuk masjid, karena banyaknya murid-murid yang datang dari luar kota untuk belajar di Masjid, menuntut adanya tempat tinggal yang disebut dengan Khan semacam asrama, sehingga terjadi perubahan menjadi Masjid khan, selanjutnya dai Masjid Khan berubah menjadi Madrasah. Dengan adanya madrasah pertanda bahwa pendidikan Islam telah mengalami kemajuan pesat, masjid yang telah tumbuh sejak masa awal Islam, pada dasarnya mempunya fungsi utama sebagai tempat ibadah, dengan sedikit tempat pendidikan didalamnya, Masjid Khan walaupun telah menyelenggarakan kegiatan pendidikan namun kegiatan pendidikan bukanlah faktor utama, dengan adanya Madrasah maka kegiatan pendidikan semakin sempurna, Madrasah bukan sebagai pengganti Masjid, kenyataannya Madrasah mempunya Masjid didalamnya, namun tempat ibadah bukan lagi menjadi fungsi utama dari Madrash.

Pada dasarnya Madrasah Nizhamiah merupakan madrasah yang terkenal dan berkembang di berbagai kota di wilayah kekuasaan Islam yang menghasilkan sarjana dan ulama yang tersebar diberbagai negara Islam, dan tidak dapat disangkal bahwa pengaruh Madrasah Nizhamiah melampaui madrasah-madrash yang didirikan sebelunya bahkan Ahmad Syalabi menjadikan Madrasah Nizhamiah sebagai pembatas untuk membedakan dengan era pendidikan Islam sebelumya.

Madrasah Nizhamiah bukan hanya satu lembaga pendidikan saja, tetapi Madrasah Nizhamiah mencakup beberapa bahkan banyak bangunan madrasah, sebagaimana yang dinyatakan Ibnu al-Atsir bahwa Madrasah Nizhamiah didirikan oleh Nizham Mulk seorang wazir dari Malik syah al-Syeljuqi, ia telah mendidirikan dua Madrasah yang terkenal dengan memakai namanya di Baghdad dan Nisabur, masing-masing dari Madrasah ini diberi nama Nizhamiah[6], senada dengan al-Atsir, Ahmad Syalabi dalam bukunya menyatakan bahwa tidak ada satu pun daerah kekuasaan Dinasti Saljuk yang tidak mendirikan Madrasah Nizhamiah bahkan di daerah terpencil sekalipun, salah satu Madrasah Nizhamiah yang paling terkenal adalah Madrasah Nizhamiah di Baghdad.

Madrasah Nizhamiah Baghdad terletak dekat sungai Dajlah di tengah-tengah pasar Salasah di Baghdad proses pembangunan dimulai pada tahun 457 H /1065 M dan selesai pada tahun 459 H Madrasah ini hidup sampai adad ke 14 M yaitu ketika dikunjungi Ibnu Batutah[7], Mengutip dari bukunya Abuddin Nata “Sejarah Pendidikan Islam”, Ahmad Syalabi berkeyakinan bahwa pasar al-Chaffafin yang terdapat di Bagdad saat ini adalah tempat di mana Madrasah Nizamiyah dulunya berdiri.[8]Menurut Charles Michel Stanton dalam bukunya pendidikan tinggi dalam Islam madrasah merupakan bangunan yang meniru model Masjid Khan, Masjid Khan adalah Masjid yang didalamnya disediakan Asrama untuk murid-murid yang datang dari luar kota yang hendak belajar.[9]

Dalam pembangunannya Nizham Mulk menyediakan wakaf untuk mendanai Madrasah Nizhamiah, wakaf tersebut digunakan untuk menggaji para Mudarris atau guru yang mengjar di Madrasah Nizhamiah, selain dari itu Mahasiswa juga diberikan beasiswa dan fasilitas asrama, hal ini yang membedakan antara Madrasah Nizhamiah dengan lembaga pendidikan lainnya, sistem wakafnya pun sudah diatur dengan baik, ini diketahui oleh para sejarahwan karena banyak dokumen-dokumen yang masih bisa diteliti, dari dokumen memberikan gambaran menganai bentuk wakaf yang membiaayai Nizhamiah sebagai berikut:

  1. Nizhamiah merupakan wakaf yang disediakan untuk mazhab Syafi’i dan fiqhi dan ushul fiqhi.
  2. Harta benda yang diwakafkan kepada Nizhamiah adalah untuk kepentingan penganut mazhab Syafi’i dalam fiqhi dan Ushul fiqhi.
  3. Pejabat-pejabat utama dalam Nizhamiah harus bermazhab Syafi’i dalam fiqhi dan Ushul fiqhi, ini mencakup Mudarris, wa’idh dan pustakawan.
  4. Nizhamiah harus mempunyai seorang tenaga pengajar bidang kajian al-Quran.
  5. Nizhamiah harus memiliki seorang tenaga pengajar bahasa Arab.
  6. Setiap staf menerima bagian tertentu dari penghasilan yang diperoleh dari harta wakaf Nizhamiah[10]
Proses pembangunan Madrasah Nizhamiah dalam bentuk fisik tidak ditemukan dalam dokumen sejarah, penulis mengambil kesimpulan demikian karena tidak ada satupun literatur yang penulis temukan berbicara mengenai pembangunan Madrasah Nizhamiah dalam segi fisik bangunannya atau fase pembangunannya, hal ini sangat wajar mengingat Madrasah Nizhamiah bukan satu gedung madrasah saja, akan tetapi merupakan sebuah lembaga pendidikan yang terdiri dari banyak gedung madarasah yang dibangun di seluruh daerah kekuasaan Bani Saljuk. Pembangunan yang dibahas dalam tulisan ini adalah proses awal berdirinya Madrasah Nizhamiah secara historis, dalam hal ini penulis menemukan bahwa pembangunan Madarasah Nizhamiah tidak lepas dari proses pembangunan madrasah pada umumnya, yang mana melalui tahap Masjid, masjid Khan dan madrasah, ada juga yang berpendapat bahwa perubahan masjid ke madrasah merupakan konsekuensi logis dari perkembangan Ilmu pengetahuan sehingga masjid tidak mampu lagi memenuhi seluruh kegiatan belajar mengajar.


CATATAN KAKI

[1] K. Ali, Sejarah Islam Tarik Pramoderen, (Cet. I; Jakarta: Pt Grafindo Persada, 1996), h. 270


[2] Samsul Nizar (ed), Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, (cet. III; Jakarta: Kencana, 2009), h. 158

[3] Hamzah Harun al-Rasyid, Asyariyah (Sejarah, Metodologi, dan Kontribusinya Bagi Produktivitas Kerja), (Cet. I; Makassar: Alauddin Press), h. 13.

[4] Armai Arief Loc.Cit. h. 47

[5]Ibid., h. 59.

[6] Ali al-Jumbulati, Dirasatun Muqaaranatun fit-Tarbiyyatil Islamiayah, Terj. H.M Arifin, Perbandingan Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994), h. 31.

[7] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1995) ,h. 73

[8] Abudin Nata,Loc. Cit. h. 62

[9] Charles Michael Stanton.Loc.Cit. h. 45.

[10] Ibid., h. 50.
HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html