Islam Di Domba Hitamkan

Ditengah kekacauan,Fitnah, teror dan kekerasan,umat Islam tetap tabah berdiri mempertahankan keyakinannya, dengan memperkenalkan agamanya dengan cara-cara damai dan menyejukkan.

Akhirnya Sunni dan Syiah Bersatu

Bukankah mereka mengimani tuhan yang sama, Mencintai Nabi dan Rosul yang sama, memiliki Kitab suci yang sama, Mempunyai Syahadah yang sama ?, Kemudian mereka saling fitnah dan menumpahkan darah.

Pengaruh Peradaban Islam Terhadap dunia Modern

Pada masa lampau, peradaba Islam memberikan sumbangan besar terhadap kemajuan dunia Barat, kini Islam dan Barat saling menghunus pedang, Islam sebagai Tokoh Kegelapan, sedangkan Barat sebagai Tokoh Peradaban.

Jihad Dan Terorisme dalam Prespektif Islam

Siapa mereka yang mengatakan terorisme merupakan bagian dari jihad fi sabilillah ?? sedangkan teror sangat ditentang oleh teks rujukan utama umat Islam.

Lagenda Assasin "Penebar Maut Lembah Alamut"

Asyhasin(assassin) Antara Lagenda dan Mitos, Siapa Sangka Assassin yang terkenal sebagai Game, adalah Kisah Nyata Pasukan Khusus sekte pecahan Syiah Ismailiyah.

Friday 28 February 2014

SOSIOLOGI ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN: PARADIGMA SOSIOLOGI PROFETIK

Dalam proses perkembangan suatu masyarakat atau kelompok, sebagaimana yang dituturkan oleh August Comte mengatakan: bahwa dalam mempelajari sesuatu tentang sosiologi itu sendiri diperlukan adanya posisi penting dalam sebuah masyarakat yang kemudian berkembang paradigma perilaku sosial.

Dengan beragam paradigma tersebut, maka sosiologi tumbuh dan berkembang menjadi ilmu yang memberikan perhatian pada hubungan timbal balik antar individu, masyarakat, atau kelompok. yang kemudian lahirlah sebuah sosiologi Islam dan masyarakat modern yang akan penulis bahas dalam pembahasan selanjutnya.

A. Epistemologi Sosiologi Profetik

Sosiologi Profetik secara sederhana dapat dijelaskan sebagai sosiologi berparadigma Ilmu Sosial Profetik (ISP). ISP dicetuskan oleh Kuntowijoyo sebagai alternatif pengembangan Ilmu Sosial yang mampu mengintegrasikan antara ilmu sosial dan nilai-nilai transendental.

Ilmu Sosial Profetik atau biasa disingkat ISP adalah salah satu gagasan penting Kuntowijoyo. Baginya, ilmu sosial tidak boleh berpuas diri dalam usaha untuk menjelaskan atau memahami realitas dan kemudian memaafkannya begitu saja tapi lebih dari itu, ilmu sosial harus juga mengemban tugas transformasi menuju cita-cita yang diidealkan masyarakatnya. Ia kemudian merumuskan tiga nilai dasar sebagai pijakan ilmu sosial profetik, yaitu: humanisasi, liberasi dan transendensi. Ide ini kini mulai banyak dikaji. Di bidang sosiologi misalnya muncul gagasan Sosiologi Profetik yang dimaksudkan sebagai sosiologi berparadigma ISP.

Gagasan mengenai Ilmu Sosial Profetik (ISP) menurut Kuntowijoyo dapat ditemukan dalam tulisan-tulisan Muhammad Iqbal[1] dan Roger Geraudy.[2] Dengan bersumber pada kedua tokoh ini, Kuntowijoyo memaknai tentang isi penting dari penunaian tugas-tugas kenabian (etika profetik) yang telah menjadi bagian darii proses sejarah umat manusia. Abdul Quddus ( seorang sufi besar Islam dari Ganggoh) mengatakan bahwa Nabi Muhammad telah memberikan “kesadaran kreatif” (creative consciousness) dalam menciptakan suatu dunia ide baru (Islam) dalam menghadapi kekuatan sejarah.

Berbeda dengan kalangan sufi umumnya yang lebih mengandung dimensi mistis, sedang kemunculan Nabi telah memasukkan unsur-unsur kenabian yang menancap dalam akar kehidupan duniawi. Artinya, realitas “perjuangan” Nabi lebih membumi dan masuk pada kancah zaman dan pergolakan sejarah manusia.

Sementara Roger Geraudy memandang kemerosotan peradaban Barat yang sekuler sebagai awal dari upaya untuk membangun dan menciptakan peradaban baru yang didasarkan pada keagamaan, ia menyatakan bahwa di tengah hancurnya peradaban umat manusia di mana filsafat Barat memiliki banyak kelemahan, maka kita sebaliknya menghidupkan kembali warisan Islam yan telah ada. Yang diambil adalah “Filsafat Kenabian” (filsafat profetika) dari Islam. Kenapa? Karena, yang menjadi pertanyaan sentral dalam filsafat Islam adalah: bagaimana wahyu (kenabian) itu mungkin? Yaitu, bagaimana keterlibatan aktif sejarah kenabian dalam proses penyampaian wahyu itu telah mampu mengubah sejarah masyarakat menjadi positif. Garaudy mengklaim bahwa bangunan filsafat itu telah dilakukan oleh para filsuf muslim sejak Al-Farabi sampai dengan Mulla Shadra, dengan puncaknya Ibn ‘Arabi.

Ide dasar dari Iqbal dan Garaudy tersebut memperoleh ruang “artikulasi” ilmiah ketika Kuntowijiyo menggali langsung dari Al-Quran, ketika itu katanya, sisi profetik yang harus diemban oleh ilmu sosial yang berbeda dari dakwah harus memenuhi tiga unsur yakni (amar ma’ruf, nahi munkar, dan tu’minuna billah. Unsur pertama adalah amar ma’ruf yang diartikan sebagai humanisasi. Dalam Ilmu Sosial Profetik, humanisasi artiya memanusiakan manusia, menghilangkan “kebendaan”, ketergantungan,kekerasan, dan kebencian dari manusia.[3] Humanisasi sesuai dengan semangat liberalisme Barat. Hanya saja perlu segera ditambahkan, jika peradaban Barat lahir dan bertumpu pada humanisme antroposentris, konsep humanisme teosentris. Karenanya, humanisasi tidak dapat dipahami secara utuh tanpa memahami konsep transendensi yang menjadi dasarnya.[4]

Dari epistimologi di atas, sosiologi profetik memiliki paradigma-baik mandiri dari paradigma sosiologi secara umum maupun menyatu dalam keseluruhan paradigma sosiologi, artinya paradigma sosiologo profetik juga tidak terlepas dari paradigma sosiologi secara umum, meski nanti akan ada upaya mengaitkan dengan teks-teks Islam, entah sifatnya teks ke konteks atau konteks ke teks, keduanya tidaklah begitu menjadi masalah, meski yang harus ditekankan oleh sosiologi adalah dari konteks ke teks, karena fakta-fakta empiris memerlukan penjelasan rasional, yang sering kali atau kadang-kadang mengabaikan nilai-nilai dan norma-norma, tetapi dalam “rumah” sosiologi profetik sedapat mungkin konteks memperoleh legitimasi nilai etisnya dari Islam.

Pelebaran obyek studi sosiologi dan humaniora dengan menggunakan cara pandang Islam sebagai bentuk pertanggungjawaban intelektual akademisi muslim, yang sejak lama mengumandangkan islamisasi ilmu. Dalam waktu yang lama terjadi pemisahan antara ilmu-ilmu empiris dengan ilmu-ilmu agama. Selama ini yang lazim dikenal dalam ilmu sosial humaniora terbagi menjadi dua macam, yaitu ilmu-ilmu alami (kauniyah) dan ilmu-ilmu Quran (qauliyah). Pembagian ini menuut Kuntowijoyo perlu segera ditambahkan dengan ilmu nafsiyah. Kalau ilmu Kauniyah berkaitan dengan hukum Tuhan, dan ilmu nafsiyah berkaitan dengan, nilai, kesadaran. Ilmu nafsiyah itu menurut Kuntowijoyo disebut dengan humaniora. Pembagian ini tidak berbeda dengan apa yang dilakukan oleh ilmuwan sebelumnya, Ibn Sina mengelompokkan ke dalam tiga kategori teori ilmu pengetahuan Islam, yaitu ilmu-ilmu metafisika, ilmu-ilmu matematika, dan ilmu-ilmu alam atau fisik.

Pembagian seperti Ibn Sina di atas jug ditemukan dalam tradisi sosiologi klasik, August Comte misalnya membuat klasifikasi ilmu menjadi tiga yakni teologi, metafisika, dan positivis. Kemudian Kuntowijoyo membuat fase perkembangan keilmuwan dalam kerangka yang hampir sma yakni periode utopia, periode ideologi, dan periode ide. dalam kerangka perjuangan politik kalangan Islam misalnya, pada periode utopia, para pemimpin Islam hendak mendirikan negara Islam seperti apa yang kita harapkan tanpa melihat kondisi objektif. Periode ideologi, umat Islam menghendaki negara Islam teokrasi yang demokratis, sementara periode ide lebih menekankan pada spesifikasi seperti ekonomi Islam, universitas Islam, lebih dari itu kita butuh ide Islam tentang etika, estetika, pemikiran filsafat, dan lain-lain.

B. Paradigma Sosiologi: Sosiologi untuk Sosiologi

Paradigma adalah cara pandang atau worl view atau teori dominan dari ilmu tertentu. Menurut Kuhn bahwa suatu disiplin ilmu lahir sebagi proses revolusi paradigma, dimana suatu pandangan teori ditumbangkan oleh pandangan teori yang baru. Dalam hal ini, paradigma menjadi dasar keyakinan atau pijakan suatu teori. Suatu paradigma aka menjadi kuat apabila didukung oleh berbagai kekuatan seperti, penelitian, pengembangan, penerbitan (jurnal dan buku), dan juga penerapan dalam bentuk kurikulum di lingkungan akademik atau masyarakat ilmiah.

Berkembangnya suatu paradigma akan dtentukan pleh berbagai perangkat pendukung paradigma tersebut sehingga diterima luas, Fakih menyebut bahwa paradigma adalah konstelansi teori, pertanyaan, pendekatan, serta prosedur yang digunakan oleh suatu nilai dan tema pemikiran, konstelasi tersebut dikembangkan dalam rangka memahami kondisi sejarah dan keadaan sosial, untuk memberikan kerangka konsepsi dalam memberikan makna realitas. Dalam hal ini, suatu paradigma memiliki kekuatan justru terletak pada kemampuannya membentuk apa yang kita lihat, bagaimana cara kita melihat sesuatu, apa yang kita anggap masalah, apa masalah yang kita anggap bermanfaat untuk dipecahkan serta apa metode yang kita gunakan untukmeneliti dan berbuat.

Dalam sosiologi, paradigma muncul, berkembang, dan mengalami keruntuhan bukan soal benar dan salahnya suatu teori atau paradigma, tetapi lebig dipengaruhi oleh faktor pendukung yang menang, karena memiliki kekuatan dan kekuasaan dari pengikut paradigma yang dikalahkan. Paradigma merupakan cara suatu ilmu untuk memahami realitas dan dinamika yang terjadi dalam masyarakat. Sosiologi sendiri memiliki beragam paradigma dengan keunggulan masing-masing dalam memotret realitas kehidupan masyarakat, antarsatu paradigma dengan paradigma lainnya saling melengkapi.

Oleh sebab itulah, paradigma keilmuan sosiologi sangat beragam, ia tidak bersifat tunggal, sepeti yang disebutkan oleh Ritzer, dalam sosiologi terdapat tiga paradigma yang populer yaitu paradigma definisisosial dan paradigma perilaku sosial.[5] Ketiga paradigma ini menjadi pokok soal dalam kajian sosiologi, harus diteliti dan dikaji dalam dunia yang real, dunia empiris atau dunia nyata. 

Dalam pandangan kaum positivitis, suatu pengetahuan harus dapat digunakan dalam berbagai keperluan atau kebutuhan guna menjelaskan fenomena sosial, shingga ilmu itu tidak memiliki ranjau-ranjau yang dapat menghalang penggunannya, ilmu tersebut tidak terikat oleh nilai-nilai tertentu, melainkan pada ilmu itu sendiri,ia bersifat netral dalam menjelaskan fakta-fakta sosial, itulah sebabnya pengetahuan ilmiah yang autentik itu harus bersifat netral, tidak memihak atau value free (bebas nilai).

Dengan melepaskan diri dari kaitan-kaitan dengan nilai-nilai tertentu, maka sosiologi akan lebih independen dalam menjelaskan fakta-fakta sosial, lebih leluasa dalam meneliti fakta-fakta sosial yang oleh Durkheim disebut sebagai barang sesuatu (thing) yang berbeda dengan ide. Fakta sosial yang perlu diteliti dan dianalisis oleh sosiologi menurut Durkheim terdiri dari dua macam; 

1. dalam bentuk material, yaitu barang sesuatu dapat disimak, ditangkap, dan diopservasi. fakta sosial yang berbentuk material ini adalah bagian dari dunia nyata(eksternal world), contoh arsitektur dan norma hukum.

2. dalam bentuk nonmateril, yaitu sesuatu yang dianggap nyata(eksternal). fakta sosial jenis ini merupakan fenomena yang hanya dapat muncul dari dalam kesadaran manusia , contoh egoisme, altruistik, dan opini.

Realitas terus menerus mengalami perubahan dan berkembang menurut logika sosial yang mencipakannya, realitas tersebut bekerja dan berproses untuk mencapai suatu kondisi yang dikehendaki sebagi sesuatu yang ideal dan sempurna, menurut Hegel, realitas itu bukan suatu yang statiss, jadi, bulat, suatu “substansi” melainkan berkembang, mengasingkan diri, menemukan diri kembali, menyadari diri melalui taaf-taraf dialektis yang semakin mendalam. Realitas itu “subjek”. Di belakang realitas alam dan manusia dengan masyarakat dan pemikirannya berlangsunglah “proses” pernyataan diri roh alam semesta.

Berangkat dari itu, paradigma sosiologi mestinya juga harus dihadirkan untuk konteks sosial yang real dan diaplikasikan dalam merespons fenomena sosial. Suatu paradigma keilmuan yang lahir dari dialektika sosial akan memberikan makna tersendiri khususnya dalam konteks akademik dan kemanusiaan, umpamanya dialektika antara realitas dan kesadaran. Sosiologi sebagai ilmu yang mendasarkan segalanya dari realitas dan fakta empiris, tidak cukup dengan melepaskan diri dari menjelaskan realitas tanpa “bertanggungjawab” untuk berkontribusi di dalamnya.

Dengan mengaitkan antara keyakinan kepada yang gaib dan pijakan pada fakta-fakta sosial empiris sebagai sumber pengetahuan yang dikonstruksi secara subjektif, akan menghasilkan suatu paradigma keilmuan sosiologi baru yang diyakini sebagai upaya merekonstruksi ilmu ini dalam kerangka keterpaduan antara struktur Pencipta dan struktur ciptaan yang bertebaran di jagad bumi ini. 

C. Konstruksi Paradigma Sosiologi Profetik

Sosiologi profetik yang dimaksudkan disini adalah Ilmu Sosial Profetik (ISP) Kuntowijoyo. Sebagian besar diskusi ISP, selalu saja menjadikan atau meletakkan sosiologi sebagi “rumah” yang tepat untuk konsep tersebut. Ilmu sosial yang dimaksud oleh Kuntowijoyo sangat luas termasuk ilmu-ilmu humaniora atau ilmu kemanusiaan, tetapi basis formal materialnya kalau dilakukan penglajian mendalam apa yang dimaksud oleh Kuntowijoyo dengan Ilmu Sosial Profetik itu secara sederhana dapat disebut “sosiologi”, ia berbicara masalah fungsionalisme dan strukturalisme misalnya. Kajian-kajian tentang ilmu sosial humaniora selalu memperoleh dukungan paradigma sosiologi, bahkan sebagian kalangan menyebut bahwa ilmu sosial yang “murni” adalah sosiologi.

Paradigma sosiologi profetik adalah menuju pada perubahan yang bersifat permanen dalam arti semakin dekatnya manusia kepada yang Maha Abadi, menurut Kuntowijoyo, Islam menghendaki adanya transformasi menjuju transendasi. Trasformasi inilah yang akan menjadi core dan dikaji oleh sosiologi dalam perspektif Islam. Tauhid merupakan suatu konsep yang bersifat dinamis, tauhid sebagai pandangan dunia dapat dimaknai sebagai sebuah pandangan umum tentang realitas, kebenaran,ruang dan waktu, dunia dan sejarah Islam.

D. Kerangka Metodologi Sosiologi Profetik

Sosiologi memeiliki beragam metodologi dalam rangka menjelaskan fakta-fakta sosial. Metode yang satu mungkin berhasil menjelaskan fenomena sosial tertentu, tetapi belum tentu dapat dan berhasil menjelaskan fenomena sosial yan lain. Metode yang digunakan mengikuti kecenderungan yang berkembang dalam masyarakat, kalau dahulu sosiologi lebih didominasi oleh metode kuantitatif, menjelaskan fenomena-fenomena sosial dengan pendekatan statistik dan angka-angka, kini tidak lagi dominan, bahkan metode kualitatif dengan ragam tekniknya jauh lebih populer digunakan oleh para ilmuan sosial, khususnya sosiologi.

Metode-metode yang digunakan dalam studi sosiologi, tampaknya dapat digunakan dalam studi-studi yang lebih luas, termasuk studi yang berkaitan dengan agama dan kehidupan sosial.Kuntowijoyo menyebut metodologi yang digunakan untuk mengilmukan Islam adalah integralisasi dan objektivikasi. Yang pertama bertujuan mengintegralisasikan kekayaan manusia dengan wahyu (petunjuk Allah dalam Al-Quran beserta pelaksanaannya dalam sunnah Nabi) dan yang kedua menjadikan pengilmuan Islam sebagai rahmat untuk semua orang (rahmatan lil ‘alamin).

Ilmu-ilmu rasional-empiris merupakan ilmu yang dikonstruksi melalui pengalaman empiris manusia, ilmu yang didasarkan pada fenomena sosial yang ditangkap oleh pancaindra atau didasarkan pada riset, eksperimen dan sebagainya. Ilmu dalam pandangan Islam adalah ilmu yang merupakan hasil usaha manusia melalui akal, hati nurani, kesadaran, serta bantuan pancaindranya, yang disusun secara sistematis, untuk memahami fenomena-semesta Ketuhanan.

Ilmu yang didasarkan pada fakta-fakta empiris dengan ilmu yang didasarkan pada nilai-nilai kebenaran agama tidak dipisahkan, melainkan keduanya harus dikawinkan untuk mencapai suatu peradaban kemanusiaan yang maju. Untuk menyatukan kedua sumber ilmu itu, menurut Kuntowijoyo digunakan metodologi yang bersifat integralistik dan objektivikasi.

Metode Integralistik menurut Kuntowijoyo tidak hanya menyatukan agama dan hasil pemikiran manusia, tetapi bertujuan untuk menyelesaikan konflik antara sekularisme ekstrem dengan agama-agama radikal dalam banyak sektor. 

Untuk mengembangkan paradigma sosiologi profetik memerlukan sejumlah metode untuk menjelaskan metode untuk menjelaskan fakta-fakta sosial, apalagi fakta-fakta objek yang cenderung “bebas nilai”dengan agama yang mengandung unsur-unsur moral tinggi.

E. Sosiologi Profetik: Alternatif Pengembangan Sosiologi

Dengan menggunakan pendekatan integrasi dan interkoneksi, baik dalam cara memperoleh suatu “kebenaran” ilmu maupun alat yang digunakan untuk melakukan penyelidikan ilmiah guna menjelaskan fenomena sosial, akan lebih memeberikan suatu kekayaan yang besar terutama dalam kaitannya dengan usaha untuk meminjam istilah Kuntowijoyo yaitu mengilmukan Islam dalam ranah kajian sosiologi suatu langkah penting apabila dikaitkan dengan tradisi positivitis yang selama ini digunakan dalam sosiologi.

Seperti yang ditulis oleh Mutaqqin[6] bahwa sosiologi Profetik menggariskan beberapa hal:

1. Sosiologi profetik memiliki tiga nilai penting sebagai landasannya, yaitu humanisasi, liberalisasi, dan transendasi. Ketiga nilai ini di samping berfungsi kritik juga akan memberi arah, bidang atau lapangan penellitian.

2. Secara Epistimologis, sosiologi profetik berpendirian bahwa sumber pengetahuan itu ada tiga, yaitu realitas empiris, rasio dan wahyu. Ini bertentangan dengan positivisme yang memandang wahyu sebagai bagian dari mitos

3. Secara metodologi sosiologi profetik jelas berdiri dalm posisi yang berhadap-hadapan dengan positivisme. Sosiologi profetik menolak klaim-klaim positivisme seperti klaim bebas nilai dan klaim bahwa yang sah sebagai sumber pengetahuan adalah fakta-fakta yang terindera.

4. Sosiologi profetik memiliki keberpihakan etis bahwa kesadaran (superstructure) menentukan basis material (structure).

Dengan menggunakan pendekatan sosiologi profetik, banyak fenomena sosial politik yang dapat dijelaskan, pendekatan ini lebih memberi ruang artikulasi konsepsional dan teoritis guna memahami kecenderungan global yang mengukuhkan hegemoni kapitalisme dan neoliberalisme dengan wajah yang multi kompleks. Kuntowijoyo dengan gagasan profetiknya, berupaya untuk menghindar dari berfikir yang berdasarkan mitos menuju cara berfikir yang bersifat empiris realis.



Berdasarkan dari uraian yang telah penulis paparkan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

  1. Ilmu Sosial Profetik atau biasa disingkat ISP adalah salah satu gagasan penting Kuntowijoyo. Baginya, ilmu sosial tidak boleh berpuas diri dalam usaha untuk menjelaskan atau memahami realitas dan kemudian memaafkannya begitu saja tapi lebih dari itu, ilmu sosial harus juga mengemban tugas transformasi menuju cita-cita yang diidealkan masyarakatnya. Ia kemudian merumuskan tiga nilai dasar sebagai pijakan ilmu sosial profetik, yaitu: humanisasi, liberasi dan transendensi.
  2. sosiologi profetik memiliki paradigma, mandiri dari paradigma sosiologi secara umum maupun menyatu dalam keseluruhan paradigma sosiologi, artinya paradigma sosiologi profetik juga tidak terlepas dari paradigma sosiologi secara umum, meski nanti akan ada upaya mengaitkan dengan teks-teks Islam. Dan sosiologi profetik berpendirian bahwa sumber pengetahuan itu ada tiga, yaitu realitas empiris, rasio dan wahyu. Ini bertentangan dengan positivisme yang memandang wahyu sebagai bagian dari mitos.
[1] Muhammad Iqbal, Membangun kembali Pikiran Agama dalam Islam, (Djakarta: Tinta Mas, 1966). 


[2] Roger Geaurdy, Janji-janji Islam, (Bulan Bintang, 1982). 


[3] Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid: Esei-esei Agama, Budaya, dan Politik dalam Bingkai Strukturalisme Transendental, (Bandung: Mizan, 2001), hlm.364-365. 


[4] Husnul Muttaqin, “Menuju Sosiologi Profetik”, dalam Jurnal Sosiolologi Profetik, Vol I, No. 1, Oktober 2006, hlm. 59-82. 


[5] George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, (Jakarta: Rajawali Press, 1992), hlm. 15-97. 


[6] Husnul Mutaqqin, “Menuju Sosial Politik”, dalam jurnal Sosiologi Reflektif, vol. I, no. I, Oktober, 2006, hlm. 59-82.

Wednesday 5 February 2014

DINASTI MURABITHUN

Islam sebagai kekuatan politik memasuki M.Afrika Utara sejak masa khalipah Umar bin Khattab, dilanjutkan oleh khalifah Muawiyah dari dinasti Bani Umayyah. Di sisi lain, usaha awal itu kemudian diperkuat dimotori oleh yahya bin Ibrahim al-Jadali, seorang pembuka kabilah Sanhajah, pada 440 H. ketika dinasti Bani Abbas di Baghdad dan dinasti fathimiyah di mesir melemah, serta dinasti Bani Umayyah di spanyol runtuh (1031M.), maka gerakan dakwah Islam itu tumbuh menjadi gerakan politik, dan berhasil mewujudkan dinasti bangsa Berber yang menguasai Afrika Utara bagian barat dan Andalusia. Dinasti yang muncul tersebut kemudian dikenal dengan nama Al-Murabithun (Almoravids)yang berkuasa sekitar tahun 1056-1147 

Istilah Murabithun diambil dari kata ribath yang berarti suatu tempat peribadatan dan pengajian yang didirikan oleh Abdullah bin yasin. Ia adalah seorang ulama besar bermazhab maliki yang berasal dari Maroko Utara. Ia ditugaskan oleh Syekh Abu Amran al-fasi untuk mendakwakan agama di kalangan suku bangsa Berber sanhaja di daerah Sahara, Maroko bagian selatan. 

A. Berdirinya Dinasti Murabitun

Daulah Murabitun (479-540 H/1088-1145 M) adalah salah satu Islam yang berkuasa di Maghribi.Nama Murabitun berkaitan erat dengan nama tempat tinggal mereka (ribat, semacam madrasah). Mereka biasa juga diberi sebutan al-mulassimun (pemakai kerudung sampai menutupi wajah). Asal usul dinasti dari lemtuna salah satu puak dari suku senhaja. Berawal dari sekitar 1000 anggota pejuang. Diantara kegiatan mereka adalah menyebarkan agama Islam dengan mengajak suku-suku lain menganut agama Islam seperti yang mereka anut. Mereka mengambil ajaran mazhab salaf secara ketat. Wilayah mereka meliputi Afrika Barat Daya dan Andalusia. Pada mulanya merupakan gerakan keagamaan yang kemudian berkembang menjadi gerakan religio militer.[1]

Sekitar abad V H/XI M Salah seorang pemimpin mereka, Yahya ibn Ibrahim, melaksanakan ibadah haji. Di tanah suci ia menyadari bahwa pengikutnya masih awam terhadap ilmu pengetahuan agama. Untuk meningkatkan pengetahuaan keagamaan mereka dicarilah seorang yang sanggup melaksanakan tugas tersebut.

Untuk membina kehidupan keagamaan yang baik Abdullah ibn Yasin, dibantu Yahya ibn Umar, seorang pemimpin puak Lemtuna, dan saudaranya, Abu Bakar ibn Umar, mendirikan suatu tempat penggemblengan yang dinamakan ribat,yang terletak di pulau Niger,Senegal. Para penghuni ribat tersebut dikemudiaan hari disebut al-murabbitun. Perkumpulan ini berkembang dengan cepat sehingga dalam waktu yang relatif pendek sudah dapat menghimpun sekitar 1000 orang pengikut. Mereka berasal dari warga setempat ditambah dari para pemimpinnya dari lemtuna dan Masufa. Para pengikut ini kemudian dikirim ke berbagai suku untuk menyebarkan ajaran mereka sehingga jumlah anggotanya berkembang pesat.

Setelah Abu Bakar memegang pimpinan, ia meneruskan gerakan penaklukan ke sahara Maroko. Tahun 450 H/1058 M ia menyeberang ke Atlas tinggi. Setelah itu diadakan penyerangan ke Maroko tengah dan Selatan. Selanjutnya memerangi suku Barghawata yang dianggap menganut faham bid’ah. Pada penyerangan ini Abdullah ibn Yasin tewas tahun 451 H/1059 M. Sejak saat itu Abu Bakar memegang kekuasaan penuh dan lambat laun mengembangkan sistem kesultanan.

Sepeninggal Abu bakar digantikan oleh Abu Ya`kub Yusuf ibn Tasyfin. Pada masa ibn Tasyfin dibangunlah kota Marakesy untuk dijadikan ibukota pemerintahan. Ekspanasi wilayah masih terus dilanjutkan dan bahkan sampai ke Aljiers (Aljazair).ia mengangkat pejabat dari kalangan Murabitun untuk menduduki jabatan gubernur pada wilayah taklukan,sementara ia memerintah di Maroko.pada masa yusuf Tasyfin ini Murabitun mengalami kejayaan.

Puncak pretasi dan karir politik Yusuf ibn Tasyfin dicapai ketika ia berhasil menyebrang ke Spanyol. Keberangkatanya ke Spanyol atas undangan amir Cordova, Al-Mu`tamid ibn Abas, yang terancam kekuasaannya oleh raja Alfonso VI (raja Leon Castillia). Dalam sebuah pertempuran besar di zallakah tanggal 12 Rajab 479 H/23 Oktober 1086 M, ia berhasil mengalahkan raja Alfonso VI selanjutnya berhasil merebut Granada dan Malaga.Mulai saat itulah ia memakai gelar Amir Al-Mukminin. Pada akhirnya ia juga berhasil menaklukan muluk Al-Thawaif. Kemudian menggabungkan wilayah itu dalam kerajaan yang dibagun. Yusuf juga berhasil menaklukan Almeria dan Badajoz.[2]

Ketika Yusuf meninggal ia mewariskan kekuasaan kepada anaknya, Ali ibn Yusuf, suatu wilayah kerajaan yang luas dan besar terdiri dari negeri di Maghribi dan Spanyol. Ali melanjutkan politik pendahulunya dan berhasil mengalahkan anak Alfonso VI pada tahun 1108. Namun lambat laun dinasti Murabbitun mengalami kemunduran dalam memperluas wilayah. Hal ini disebabkan perubahan sikap mental mereka, yaitu menghadapi kemewahan yang berlebihan yang mengubah mereka dari sikap keras kehidupan sahara menjadi lemah lembut dalam kehidupan Spanyol yang penuh gemerlap dan kemewahan materi. Ali mengalami kekalahan pada pertempuran yang terjadi Cuhera tahun 522 H/1129 M, dan sejak itu terus beransur-angsur melemah. 

Dinasti Murabbitun memegang kekuasaan selama kurang lebih 90 tahun dengan enam orang penguasa, yaitu Abu Bakar Ibn Umar, Yusuf Ibn Tasyifin, Ali Ibn Yusuf, Tasyifin Ibn Ali, Ibrahim Ibn Tasyifin, dan Ishak Ibn Ali. 

Menjelang pertengahan abad XII Murabbitun mulai retak. Di Spanyol Muluk al-Thawaif menolak kekuasaanya. Di Maroko sebuah gerakan keagamaan (Muwahidun) mulai mengingkari.[3]

B. Kelemahan Dinasti Murabithun

Kelemahan-kelmahan Dinasti ini adalah: 

1. Lemahnya disiplin tentara dan merajalelanya korupsi melahirkan disintergrasi.

2. Berubahnya watak keras pembawaan Barbar menjadi lemah ketika memasuki kehidupan Maroko dan Andalusia yang mewah.

3. Mereka memasuki Andalus ketika kecemerlangan intelektual kalangan Arab telah mengganti kesenangan berperang.

4. Kontak dengan peradaban yang sedang menurun dan tidak siap mengadakan asimilasi

5. Dikalahkan oleh dinasti dari rumpun keluarganya sendiri, al-Muwahidun.

C. Peranan Murabbitun

Di Afrika Utara sejak abad VII-X M bangsa Barbar menganut paham Khawarij, Syi`ah, dan sufi. namun sesudah abad XII M Islam salaf yang dikembangkan oleh Murabbitun memegang perang penting mempersatukan bangsa Barbar dalam satu kesatuan. Nama Murabbitun berasal dari huruf Arab r,b,t, melambangkan (referring to) teknik peperangan jarak dekat, Murabbitun adalah puritan. Abdullah ibn yasin melarang minuman keras, menghancurkan instrumen musik, menghapus penguatan ilegal, menerapkan hukum Islam tentang pembagian rampasan perang. 

Daulah Murabitun yang pertama membuat dinar memakai huruf arab dengan tulisan Amir Mukminin. Kekuasaan Dinasti Murabbitun di Spanyol Dinasti Murabbitun pada awalnya adalah sebuah penguyuban militer keagamaan yang didirikan pada paruh abad ke-11 oleh seorang muslim yang saleh di sebuah ribath (dari sini berasal nama Murabbitun), sejenis padepokan masjid yang di bantengi, di sebuah pulau di Senegal. Anggota-anggota pertamanya terutama berasal dari lamtunah, semua dari suku sanhaji,yang orang-orangnya hidup sebagai pengembala di padang Sahara dan sebagaimana kebiasaan keturunan mereka, suku Thawarig (Touareg) mengenakan cadar yang menutupi wajah di bawah mata. Adat-adat mereka ini memunculkan nama lain, Mulastsamun (para pemakai cadar), yang kadang-kadang menjadi sebutan lain bagi kaum Murabitun. Berawal dari sekitar seribu “rahib”prajurit, Murabitun memaksa semua suku, satu demi satu, termasuk suku-suku negro,untuk memeluk Islam dan dalam beberapa tahun mereka berhasil menegakkan diri sebagai penguasa atas seluruh wilayah Afrika barat-laut Yusuf ibn Tasyfin (memerintah pada 1061-1106 ), salah seorang pendiri kekaisaran Murabitun,pada 1062 membagun kota Maroko, yang menjadi ibukota pemerintahanya dan para penerusnya. 

Di Spanyol, mereka lebih memilih kota Seville dari pada Kordova, sebagai ibukota kedua.para raja Murabitun mempertahankan semua otoritas penguasa, dan menyandang gelar Amir Al-Muslimin, tetapi dalam persoalan spiritual mereka mengakui otoritas yang tertinggi Khalifah abbasiyah di Baghdad, sebuah otoritas yang telah dibuang ketika rezim umayyah manggung. Selama lebih dari seribu abad, kekuasaan murabbitun begitu kuat di Afrika barat-Daya spanyol selatan. Untuk pertama kalinya dalam sejarah.Di bawah kekuasaan golongan Muabbitun terdiri atas para muallaf yang mewarisi tradisi barbar yang belum purnah muncul ledakan gairah keagamaan fanatic di awal abad ke-12, yang pada gilirannya merugikan kaum Kristen, Yahudi, bahkan kaum muslim liberal. 

Di bawah kekuasaan ‘Ali yang salaeh (1106-1143), putra sekaligus penerusYusuf, karya-karya al-Ghazzali dimasukkan dalam daftar hitam, atau dibakardi Spanyol dan Maroko, karena beberapa pandangannya yang dianggap menghina para teolog (faqih), termasuk mazhab Maliki-mazhab resmi kaum Murabbitun. Tetapi al-Ghazzali telah menjadi ulama Timur terdepan yang secaraterus terang mengungkapkan kesetujuannya atas fatwa hokum para faqih Spanyol, yakni bahwa Yusuf ibn Tashfin terbebas dari janji apapun yang pernah dibuatnya untuk raja-raja kecil di Spanyol muslim, dan bahwa tugas untuk menggulingkan para raja kecil itu bukan hanya hak Yusuf, melainkan menjadi buah kewajiban. 

Di Lucena, yang oleh al- Idrisi disebut kota Yahudi, para penduduknya yang paling kaya di antara para pemeluk agama lain di dunia muslim, diminta oleh penguasa Murabbitun di Spanyol agar merogoh kocek untuk menutupi deficit kas Negara. 

Di bawah kekuasaan dinasti Umayyah status hokum kaum Yahudi Spanyol benar-benar mengalami peningkatan besar ketimbang pada masa Gotik Barat, dan populasi merekapun ikut menigkat. Selama kekhalifahan ‘Abd al-Rahman III, dan putranya al-Hakam, banyak orang Yahudi di bawah pengaruh bendahara Negara, Hasday ben Syaprut berdatangan dari Timur, sehingga Kordova menjadi pusat pendidikan Talmud, dan ini menandai awal perkembangan kebudayaan Yahudi Spanyol.[4]

Kaum Mozarab, unsur penduduk Spanyol yang bahasa dan cara hidupnya sudah berasimilasi dengan kaum muslim pendatang, tapi tetap mempertahankan keyakinan kristennya, tumbuh semakin banyak, dan karenanyamereka menjadi objek khusus dalam segala aturan yang sarat larangan. Di kota-kota besar, kaum Kristen yang terarabkan ini tinggal di lingkungan itu sendiri, memiliki kaum sendiri pada periode kekuasaan Umayah dan tidak mengenakan pakaian khusus.Mereka biasanya Menyandang dua nama:satu nama Arab sebagai nama Formal. Bahkan, mereka juga di sunat, dan memelihara harem. Sebagain besar orang Mozarab bias menggunakan dua bahasa,bahasa ibu mereka yaitu bahasa Latin Rendah, sempalan dari bahasa Romawi, yang kemudian menjadi bahasa Spanyol. 

Dari sisi suku atau ras, saat ini susah ditarik garis pemisah antara kaum Muzarab dan muslim dalam masyarakat perkotaan. Sejaka awal, seperti kita telah kita liat sebelumnya, jumlah orang Arab asli yang terhimpun dalam pasukan penakluk, atau yang hidup di antara para pemukim baru, sebenarnya cuma sedikit, terbatas pada para pemengang komando dan pejabat tinggi. Jumlah perempuan yang menyertai pasukan dan para imigran pertama pun tak banyak. Wabah dan pertempuran telah membinasakan sebagian kaum penkaluk dan para pemukim baru. Setelah generasi keempat, darah Arab pasti sudah banyak tercampur melalui perkawinan dengan wanita pribumi. Para gundik,budak,dan tawanan perang, sebagaimana di wilayah-wilayah taklukan lain, telah mem,Bantu percampuran ini. 

Sejumlah penelitian Ribera memperlihatakan bahwa kaum muslim Spanyol, yang di sebut oaring Moor, bahkan sebagian berdarah Spanyol

Dalam periode Murabitun awal inilah seorang figur paling bersemangat di kalangan mozarab, sekaligus pahlawan paling terkemuka di kalangan ksatria Spanyol, Rodrigo Diaz de Bivar yang lebih di kenal nama Cid, mmemantapkan operasi militernya. Rotrigo-keturunan keluaraga bangsawan Castile-awalnya bekerja untuk Alfonso VI, tetapi kemudian (1081) ia di buang dari wilayah kerajaan Castile.

 Kesimpulan

Dari pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

  1. Dinasti murabithun mengalami kemajuan ketika berada dibawah kemimpinan Yusuf bin Tasyfin (1061-1106 M.). Ia memperluas kekuasaannya ke Fes, kemudian ke Tlemsan dan Aljazasair, hingga memcapai pengunungan kabyles. Prestasi ini menunjukkan bahwa Murabhitun merupakan dinasti suku Berber yang pertama kali berhasil menguasai sebagian besar wilayah afrika Utara bagian barat. 
  2. Atas berbagai keberhasilannya itu, Dinasti Murabhitun kemudian mendaulat diri sebagai dinasti yang otonom di mana penguasannya diberi gelar Amir Al-muslimin.
  3. Kemajuan Murabhitun tidak hanya peluasan wilayah, tetapi juga di bidang yang lain. Masjid dan istana megah di Marakisy di bangun, dan lain-lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Hitti, Philip K. History of The Arabs, Cet. I; New York: The Mac Millan Press, 1974

Noerhakim, Moh, Sejarah Peradaban Islam, Cet. I; Malang: UMM Pres, 2003

Supriyadi, Dedi, Sejarah Perdaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008

[1] Dedi Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)., h.158 


[2] Philip K. Hitti. History of the Arab, The Mac Millan Press, 1974, h. 688 


[3] Ibid.,h. 690 


[4] Ibid.,h.691
HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html