Islam Di Domba Hitamkan

Ditengah kekacauan,Fitnah, teror dan kekerasan,umat Islam tetap tabah berdiri mempertahankan keyakinannya, dengan memperkenalkan agamanya dengan cara-cara damai dan menyejukkan.

Akhirnya Sunni dan Syiah Bersatu

Bukankah mereka mengimani tuhan yang sama, Mencintai Nabi dan Rosul yang sama, memiliki Kitab suci yang sama, Mempunyai Syahadah yang sama ?, Kemudian mereka saling fitnah dan menumpahkan darah.

Pengaruh Peradaban Islam Terhadap dunia Modern

Pada masa lampau, peradaba Islam memberikan sumbangan besar terhadap kemajuan dunia Barat, kini Islam dan Barat saling menghunus pedang, Islam sebagai Tokoh Kegelapan, sedangkan Barat sebagai Tokoh Peradaban.

Jihad Dan Terorisme dalam Prespektif Islam

Siapa mereka yang mengatakan terorisme merupakan bagian dari jihad fi sabilillah ?? sedangkan teror sangat ditentang oleh teks rujukan utama umat Islam.

Lagenda Assasin "Penebar Maut Lembah Alamut"

Asyhasin(assassin) Antara Lagenda dan Mitos, Siapa Sangka Assassin yang terkenal sebagai Game, adalah Kisah Nyata Pasukan Khusus sekte pecahan Syiah Ismailiyah.

Sunday, 29 May 2016

Islam Pada Masa Orde Baru


www.idsejarah.net
Oleh : Ruhiyat Kawset

Racik-Meracik Ilmu,-Usaha untuk memajukan dan mencerdaskan kehidupan bangsa terus dijalankan, walaupun dalam perjalanannya banyak masalah dan hambatan. Di antaranya timbul gerakan-gerakan yang tidak mempunyai loyalitas kepada pemerintah sehingga selalu berusaha menjegal usaha pemerintah meningkatkan mutu pendidikan nasional. Terdapat pula golongan yang membelokkan pandangan hidup bangsa Indonesia yang tertuang pada Pancasila dan Undang– Undang Dasar 1945 yaitu PKI (Partai Komunis Indonesia). Walupun dalam laju geraknya terdapat pada politik akan tetapi dalam prakteknya menyusup pada bidang pendidikan. Dengan demikian, pendidikan di Indonesia mengalami beberapa kebijakan yang dianggap mempunyai beberapa kepentingan. 

Pada masa Orde Baru, pendidikan bukan menjadi tujuan utama. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer. Dalam pencapaian misi tersebut, disiplin ilmu ekonomi (termasuk alat analisis ekonomi makro dan mikro) menjadi ujung tombak, padahal di zaman Orde Lama ekonomi dianaktirikan. 

Setelah PKI berhasil dilarang, pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Suharto langsung mengadakan pembaharuan dan pembangunan di berbagai bidang termasuk pendidikan. Ketetapan MPRS XXVII/Tap/MPRS/1966 menyatakan tujuan pendidikan adalah untuk membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan–ketentuan yang dikehendaki dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, sehingga dipikirkan usaha-usaha pembaharuan pendidikan. Sejak tahun 1959, Indonesia berada di bawah gelora manipol (manifesto Politik)-USDEK (UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Manipol–Usdek menjadi “dewa” dalam kehidupan politik dan semua bidang kehidupan termasuk di dalam bidang pendidikan. Keputusan Presiden Nomor 145 tahun 1965, tujuan nasional pendidikan zaman Orde Lama sesuai dengan manipol-USDEK. Tujuan pendidikan yang diterapkan yaitu Panca Wardana (lima pokok perkembangan). Tujuan pendidikan ini tidak berlangsung lama dan ditinggalkan setelah meletusnya peristiwa G 30/S/PKI pada tahun 1965. Masyarakat mulai sadar bahwa ada maksud politik PKI yang tercantum dalam tujuan pendidikan tersebut dengan menggunakan Pancasila sebagai tamengnya. Dikeluarkannya ketetapan MPRS Nomor XXVII tahun 1966 menghapus Keputusan Presiden Nomor 145 tahun 1965 dan Penetapan Presiden Nomor 19 tahun 1965 tentang pokok sistem pendidikan nasional Pancasila dinyatakan tidak berlaku lagi. 

Pada akhir 1965 penumpasan PKI berhasil dilakukan oleh ABRI dengan rakyat, akan tetapi politik PKI belum hilang dikarenakan tidak dibubarkan oleh pemerintah (Presiden). Rasa tidak puas dari masyarakat atas kurang tegasnya Presiden Sukarno maka terjadi demonstrasi berkepanjangan menuntut tritura yang isinya adalah pelarangan politik PKI di Indonesia yang berakibat pengeluaran Supersemar 11 Maret 1966.


Pada tahun 1966 terjadi dualisme kepemimpinan antara Suharto dan Sukarno. Keluarnya TAP MPR No XIII/MPRS/1966 pada 25 Juli 1966 yang mengangkat Suharto untuk membentuk cabinet baru, sedangkan presiden memegang kekuasaan pemerintahan dan kepala negara. Sukarno sebagai kepala negara dan Suharto sebagai kepala negara yang berjalan rusuh, MPRS melakukan sidang istimewa tanggal 7-12 Maret 1967 yang mengeluarkan Ketetapan Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan Negara dan pemerintahan Presiden Sukarno dan mengangkat Suharto sebagai presiden.[1]

Orde Baru adalah masa pemerintahan di Indonesia sejak 11 Maret 1966 hingga terjadinya peralihan kepresidenan, dari Presiden Suharto ke Presiden Habibi pada 21 Mei 1998. Peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru membawa konsekuensi perubahan strategi politik dan kebijakan pendidikan nasional. Pada dasarnya Orde Baru adalah suatu korelasi total terhadap Orde Lama yang didominasi oleh PKI dan dianggap telah menyelewengkan Pancasila. Orde Baru memberikan corak baru bagi kebijakan pendidikan Agama Islam, karena beralihnya pengaruh komunisme ke arah pemurnian Pancasila melalui rencana pembangunan nasional berkelanjutan. Masa Orde Baru disebut juga sebagai Orde Konstitusional dan Orde Pembangunan. Yakni bertujuan membangun manusia seutuhnya dan menyeimbangkan antara rohani dan jasmani untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik.[2] Selain itu, dalam Pelita IV di bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa makin dikembangkan. 

Dengan semakin meningkatnya dan meluasnya pembangunan, maka kehidupan keagamaan dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa harus semakin diamalkan baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial kemasyarakatan. Diusahakan supaya terus bertambah sarana-sarana yang diperlukan bagi pengembangan kehidupan keagamaan dan kehidupan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa termasuk pendidikan Agama Islam yang dimasukkan dalam kurikulum sekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan universitas negeri. 

Di tengah-tengah berkobarnya revolusi fisik, pemerintah RI tetap membina pendidikan agama pada khususnya. Pembinaan pendidikan agama itu secara formal institusional dipercayakan kepada Departemen Agama dan Departemen P & K (Dep Dik Bud). Oleh karena itu, dikeluarkanlah peraturan-peraturan bersama antara kedua departemen tersebut untuk mengelola pendidikan agama di sekolah-sekolah umum (negeri dan swasta). Adapun pembinaan pendidikan agama di sekolah ditangani oleh Departemen Agama sendiri. Pendidikan Agama Islam untuk sekolah umum mulai diatur secara resmi oleh pemerintah pada bulan Desember 1946. Sebelum itu pendidikan agama sebagai pengganti pendidikan budi pekerti yang sudah ada sejak zaman Jepang, berjalan sendiri- sendiri di masing-masing daerah. 

Pada bulan Desember 1946 dikeluarkan peraturan bersama dua Menteri yaitu Menteri Agama dan Menteri Pendidikan & Pengajaran yang menetapkan bahwa pendidikan agama diberikan mulai kelas IV SR (Sekolah Rakyat=Sekolah Dasar) sampai kelas VI. Pada masa itu keadaan keamanan di Indonesia belum mantap sehingga SKB Dua Menteri di atas belum dapat berjalan dengan semestinya. Daerah-daerah di luar Jawa masih banyak yang memberikan pendidikan agama mulai kelas 1 SR. Pemerintah membentuk Majelis Pertimbangan Pengajaran Agama Islam pada tahun 1947 yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara dari Departemen P & K dan Prof. Drs. Abdullah Sigit dari Departemen Agama. Tugasnya adalah untuk mengatur pelaksanaan dan materi pengajaran agama yang diberikan di sekolah umum. 

Dalam ketatanegaraan kita dinyatakan bahwa negara berdasarkan UUD 1945. Kedaulatan di tangan rakyat yaitu di tangan MPR. Sebelum dibentuknya MPR menurut UUD 1945, di Indonesia pernah dibentuk MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) pada tahun 1959. Dalam sidang pleno MPRS, pada bulan Desember 1960 diputuskan sebagai berikut: “Melaksanakan Manipol Usdek di bidang mental/agama/kebudayaan dengan syarat spiritual dan material setiap warga negara dapat mengembangkan kepribadiannya dan kebangsaan Indonesia serta menolak pengaruh-pengaruh buruk kebudayaan asing” (BAB II pasal II: I) dalam ayat 3 dari pasal tersebut dinyatakan bahwa: “Pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah umum, mulai sekolah rendah (dasar) sampai universitas”, dengan pengertian bahwa murid berhak ikut serta dalam pendidikan agama jika wali murid/murid dewasa menyatakan keberatannya.[3]

Kehidupan sosial, agama, dan politik di Indonesia sejak tahun 1966 mengalami perubahan sangat besar. Periode ini disebut Zaman Orde Baru dan munculnya angkatan baru yang disebut Angkatan 66. Pemerintahan Orde Baru bertekad sepenuhnya untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 dan melaksanakannya secara murni. 

indocropcircles.wordpress.com
A. Islam Pada Masa Orde Baru dan Kebijakan Pendidikannya 

1. Islam Pada Masa Orde Baru 

Setelah presiden Sukarno turun, secara otomatis rezim Orde Lama juga terhenti. Bersamaan dengan itu, lahirlah orde lain sebagai penerus perjuangan. Orde ini tidak lain adalah Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Suharto. Orde ini berlangsung dalam rentang waktu yang cukup lama, yaitu kurang lebih 32 tahun. 

Dilihat dari segi fisik, Indonesia sangat berkembang dan maju. Di berbagai tempat (terutama di kota-kota besar) bangunan-bangunan besar dan mewah didirikan. Tapi jika ditinjau dari segi politik, maka Indonesia semakin menurun. Karena ‘trias politika’ sebagai lembaga-lembaga tertinggi negara, yang berfungsi hanya lembaga eksekutif saja, sementara dua lembaga lainnya, baik itu lembaga legistatif dan yudikatif kurang atau bahkan tidak berfungsi sama sekali. Kedua lembaga ini tunduk di bawah lembaga eksekutif. Keduanya tidak lebih hanyalah sebagai ‘robot’ yang gerak-geriknya diatur oleh lembaga eksekutif. 

Kebijakan pemerintah tentang pendidikan agama juga sangat dipengaruhi oleh perkembangan politik. Terjadi ketegangan antara PKI dan tentara di masa- masa akhir kekuasaan Sukarno, kelompok-kelompok agama (terutama Islam dan Kristen) memutuskan untuk beraliansi dengan tentara. Sejak tahun 1961 hingga akhir kekuasaan Sukarno, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dipegang dua orang Menteri. Menteri Pendidikan Dasar dipegang oleh Prijono, seorang tokoh Murba yang dekat dengan PKI, sedangkan Menteri Pendidikan Tinggi dipegang oleh Sjarief Tajeb, seorang tokoh militer. Dengan dukungan kelompok agama, pada akhirnya Sjarief Tajeb dapat mewajibkan pendidikan agama di berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia, meskipun UU Pendidikan 1950 tidak mewajibkan pendidikan Agama. 

Kudeta berdarah 30 September 1965 yang gagal telah mengubah arah politik bangsa Indonesia. Dalam perlawanan terhadap PKI yang dilakukan setelah kudeta, kaum Muslim dan Kristen bekerjasama bahu membahu dengan tentara. Pada sidang MPRS tahun 1966 diputuskan bahwa pendidikan agama wajib dilaksanakan dari tingkat Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Tetapi konversi besar yang terjadi itu disamping menggembirakan bagi sebagian tokoh agama, juga telah menjadi pemicu bagi timbulnya ketegangan dan konflik antara tokoh-tokoh Islam dan Kristen. 

Banyaknya orang yang masuk Kristen (meski yang masuk Islam dan agama lain juga banyak) kemudian dibesar-besarkan oleh media Barat atau misionaris asing, membuat kalangan Muslim ketakutan dan merasa terancam. Inilah pangkal dari wacana ancaman Kristenisasi di kalangan Islam yang berujung pada tuntutan untuk (1) membatasi penyiaran agama hanya kepada yang belum beragama, (2) agar pembangunan tempat ibadah mendapat persetujuan penduduk pusat.[4]

Kegiatan misi Kristen di Indonesia tampak meningkat setelah meletusnya pemberontakan komunis G.30 S/PKI. Keluarga orang-orang komunis yang ditangkap dan umat Islam yang miskin adalah sasaran utama mereka. Berpuluh- puluh ribu orang terpaksa masuk Kristen berkat bujukan-bujukan dan dana-dana misi tersebut. Organisasi-organisasi misionaris itu bermacam-macam dan cara yang mereka jalankan dalam kegiatannya bertentangan dengan Pancasila (kebebasan menganut agama). 

Pada tahun 1967, misi tersebut mulai menunjukkan cara-cara yang sangat menyinggung perasaan umat Islam, yaitu mendirikan gereja-gereja dan sekolah- sekolah Kristen di lingkungan kaum Muslim. Keadaan yang demikian itu telah menimbulkan peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan, yaitu perusakan gereja di Meulaboh, Aceh, pada bulan Juni 1967, perusakan gereja di Ujungpandang (Makassar) bulan Oktober 1967, dan perusakan sekolah Kristen di Palmerah, Slipi, Jakarta.[5]

Agama Kristen Katolik di Indonesia tampaknya benar-benar memanfaatkan kesempatan dengan melakukan upaya Kristenisasi secara terbuka pasca-G. 30 S/PKI. Peluang ini ternyata berhasil merayu sebagian umat Islam untuk berpindah ke agama mereka. Yang lebih demonstratif lagi adalah sebagai minoritas, mereka tidak segan-segan mendirikan gereja dan sekolah-sekolah di tengah-tengah lingkungan masyarakat mayoritas Muslim. Mereka tidak segan-segan melakukan ajakan Kristenisasi dari rumah ke rumah kepada umat Islam dengan membagikan sejumlah materi yang menjadi kebutuhan masyarakat Islam. Alasannya sederhana, yaitu bantuan sosial dan kepedulian mereka terhadap nasib sebagian umat Islam yang memerlukan bantuan. Jika diteliti, sebenarnya kegiatan seperti ini tidak lebih dari peaceful aggressison ‘suatu penyerangan yang bersemboyan perdamaian’. Dari segi ini, Kristen/Katolik melalui misionarisnya tampak sudah melampaui batas, sebab mereka sudah tidak mengindahkan lagi etika beragama, atau dengan pengertian lain, para misionaris Kristen/Katolik tampak demonstratif memasuki rumah-rumah orang Islam dengan berbagai dalih untuk menyampaikan pekabaran Injil.[6]

2. Kebijakan Pendidikan Islam Masa Orde Baru 

Zaman pemerintah Orde Baru, pendidikan diwarnai oleh politik yang bersifat sentralistik, dengan titik tekan pada pembangunan ekonomi yang ditopang oleh stabilitas politik dan keamanan yang didukung oleh kekuatan birokrasi pemerintah, angkatan bersenjata, dan konglomerat. Dengan politik yang bersifat sentralistik ini, seluruh masyarakat harus menunjukkan monoloyalitas yang tinggi, baik secara ideologis, politis, birokrasi, maupun hal-hal yang bersifat teknis. 

Dari sisi ideologi, pendidikan telah cukup mendapat tempat dari pendiri bangsa. Terbukti dengan dimasukkannya pendidikan sebagai salah satu prioritas utama dalam Pembukaan UUD 1945, yang notabene tidak dapat diubah dan dianggap sebagai landasan perjuangan bangsa yang sakral. Sebelum pemerintahan Presiden Suharto, masalah pendidikan nasional telah memperoleh cukup banyak perhatian dari elite politik yang ada. Jika kita melihat sejarah, proklamator Bung Hatta merupakan salah satu tokoh yang gencar menyuarakan pentingnya pendidikan nasional bagi kemajuan bangsa sejak zaman kolonialisme. Yang lebih menyedihkan dari kebijakan pemerintahan Orde Baru terhadap pendidikan adalah sistem doktrinisasi. Yaitu sebuah sistem yang memaksakan paham-paham pemerintahan Orde Baru agar mengakar pada benak anak-anak. Bahkan dari sejak Sekolah Dasar sampai pada tingkat Perguruan Tinggi diwajibkan untuk mengikuti penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang berisi tentang hapalan butir-butir Pancasila. Proses indoktrinisasi ini tidak hanya menanamkan paham-paham Orde Baru, tetapi juga sistem pendidikan masa Orde Baru yang menolak segala bentuk budaya asing, baik itu yang mempunyai nilai baik ataupun mempunyai nilai buruk. Dengan demikian, pendidikan pada masa Orde Baru bukan untuk meningkatkan taraf kehidupan rakyat, apalagi untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia, tetapi malah mengutamakan orientasi politik agar semua rakyat itu selalu patuh pada setiap kebijakan pemerintah. Putusan pemerintah adalah putusan yang adiluhung dan tidak boleh dilanggar. Itulah doktrin Orde Baru pada sistem pendidikan kita. Indoktrinisasi pada masa kekuasan Suharto ditanamkan dari jenjang Sekolah Dasar sampai pada tingkat pendidikan tinggi, pendidikan yang seharusnya mempunyai kebebasan dalam pemikiran. Pada masa itu, pendidikan diarahkan pada pengembangan militerisme yang militan sesuai dengan tuntutan kehidupan suasana perang dingin. Semua serba kaku dan berjalan dalam sistem yang otoriter. 

Pendidikan adalah pilar utama berdirinya sebuah bangsa. Pada dasarnya pendidikan merupakan usaha untuk merancang masa depan umat manusia sebagai generasi yang memajukan sebuah bangsa. Dalam konsep dan implentasi pendidikan harus memperhitungkan berbagai faktor. Demikian juga konsep pendidikan yang diterapkan di Indonesia yang tidak pernah lepas dari unsur politik dan kebijakan pemerintah. Semangat zaman pada masa Orde Baru adalah semangat melawan dan membebaskan. Semangat ini tumbuh dengan kuat, akan tetapi semangat ini diperlemah secara sistematis dan akhirnya menjadi lumpuh sama sekali. Semangat zaman yang ada selama Orde Baru ialah semangat “mengabdi penguasa”. Baru setelah muncul suatu “generasi baru” yaitu kelompok mahasiswa yang tidak lagi mau menerima pandangan-pandangan rezim Orde Baru mulailah muncul sikap melawan. Para mahasiswa mendobrak rezim Orde Baru ini dengan memelopori suatu sikap politik yang merupakan ulangan dari sikap para perintis kemerdekaan, yaitu menentang segenap kesewenang-wenangan dan ketidakadilan.[7]

Ahkirnya, kebijakan pendidikan pada masa Orde Baru mengarah pada penyeragaman, baik cara berpakaian maupun dalam segi pemikiran. Hal ini menyebabkan generasi bangsa kita adalah generasi yang mandul. Maksudnya, miskin ide dan takut terkena sanksi dari pemerintah karena semua tindakan bisa- bisa dianggap subversif. Tindakan dan kebijakan pemerintah Orde Baru-lah yang paling benar. Semua wadah-wadah organisasi baik yang tunggal maupun yang majemuk dibentuk pada budaya homogen bahkan partai politik pun dibatasi. Hanya tiga partai yang berhak mengikuti Pemilu. Namun, pada waktu itu tidak ada yang berani bicara. Masa itu tidak ada lagi perbedaan pendapat sehingga melahirkan disiplin ilmu yang semu dan melahirkan generasi yang latah dan penakut. Pada masa pemerintahan Orde Baru pertumbuhan ekonomi tidak berakar pada ekonomi rakyat dan sumber daya domestik, melainkan bergantung pada utang luar negeri sehingga menghasilakan sistem pendidikan yang tidak peka terhadap daya saing dan tidak produktif. Pendidikan tidak mempunyai akuntabilitas sosial karena masyarakat tidak diikutsertakan dalam merancang sistem pendidikan karena semua serba terpusat. Dengan demikian, pendidikan pada masa itu mengingkari pluralisme masyarakat sehingga sikap teloransi semakin berkurang, yang ada adalah sikap egoisme. 

Perkembangan pendidikan Islam masa Orde Baru setahap demi setahap mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Di antaranya lembaga- lembaga pesantren mulai mendirikan madrasah dalam sistem pendidikannya. Dalam sistem ini jenjang-jenjang pendidikan terbagi menjadi Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah. Sistem madrasah ini mendorong perkembangan pesantren sehingga jumlahnya meningkat pesat. Pada tahun 1958/1959 lahir Madrasah Wajib Belajar yang memiliki hak dan kewajiban seperti sekolah negeri. Selanjutnya, di tahun 1965, berdasarkan rumusan Seminar Pondok Pesantren di Yogyakarta disepakati di pondok pesantren perlu dimasukkan pelajaran keterampilan seperti: pertanian dan pertukangan. 

Keadaan inilah yang mendorong tokoh-tokoh Islam menuntut agar madrasah dan pendidikan keagamaan dimasukkan menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional. Reaksi terhadap sikap pemerintah yang mendiskriminasikan menjadi lebih keras dengan keluarnya Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1972, yang kemudian diperkuat dengan Intruksi Presiden No. 15 Tahun 1974. Kepres dan Inpres ini isinya dianggap melemahkkan dan mengasingkan madrasah dari pendidikan nasional. Bahkan sebagian umat Islam memandang Kepres dan Inpres itu sebagai manuver untuk mengabaikan peran dan manfaat madrasah yang sejak zaman penjajahan telah diselenggarakan umat Islam. 

Pada masa Orde Baru, pemerintah melakukan pembinaan terhadap pesantren melalui Proyek Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Dana pembinaan pesantren diperoleh dari pemerintahan terkait, dari pemerintahan pusat hingga daerah. Tahun 1975, muncul gagasan untuk mengembangkan pondok pesantren dengan model baru. Lahirlah Pondok Karya Pembangunan, Pondok Modern, Islamic Centre, dan Pondok Pesantren Pembangunan. Kemudian banyak pesantren yang mendirikan sekolah umum dengan kurikulum sekolah umum yang ditetapkan oleh pemerintah. Bahkan, pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri No. 03 Tahun 1975, menetapkan mata pelajaran umum sekurang-kurangnya sebanyak 70 % dari seluruh kurikulum madrasah. Banyak juga madrasah yang mendirikan perguruan tinggi seperti Pesantren Al-Syafi’iyah dan Pesantren Al-Tahiriyah. 
berdikarionline.com

Perkembangan menarik berikutnya adalah dengan terakomodasinya kepentingan-kepentingan pendidikan Islam pada khususnya dan pendidikan agama pada umumnya dalam UU Sisdiknas Tahun 1989. Posisi pendidikan agama dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat dilihat pada pasal 39 ayat 2 yang menyebutkan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat (1) Pendidikan Pancasila, (2) Pendidikan Agama, dan (3) Pendidikan Kewarganegaraan. Berdasarkan hal tersebut, dapat dipahami bahwa pendidikan agama merupakan mata pelajaran wajib bagi setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan mulai prasekolah (TK/RA) sampai dengan pendidikan tinggi (PT). 

Kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai pendidikan Islam dalam konteks madrasah di indonesia bersifat positif dan konstruktif, khususnya dalam dua dekade terakhir 1980-an sampai dengan 1990-an. Lembaga pendidikan dikembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan.[8] Pada awal-awal masa pemerintahan Orde Baru, kebijakan tentang madrasah bersifat melanjutkan dan meningkatkan kebijakan Orde Lama. Pada tahap ini madrasah belum dipandang sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, tetapi baru sebagai lembaga pendidikan bersifat otonom di bawah pengawasan Menteri Agama. 

Dalam dekade 1970-an madrasah terus dikembangkan untuk memperkuat keberadaannya. Namun, di awal-awal tahun 1970–an justru kebijakan pemerintah terkesan berupaya untuk mengisolasi madrasah dari bagian sistem pendidikan nasional. Hal ini terlihat dengan langkah yang ditempuh pemerintah dengan mengeluarkan suatu kebijakan berupa Keputusan Presiden Nomor 34 tanggal 18 April tahun 1972 tentang tanggung jawab fungsional pendidikan dan latihan. Isi keputusan ini mencakup tiga hal: 
  1. Menteri pendidikan dan kebudayaan bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan umum dan kebijakan.
  2. Menteri tenaga kerja bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan dan latihan keahlian dan kejuruan tenaga kerja akan pegawai negeri. 
  3. Ketua lembaga administrasi negara bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan dan latihan khusus untuk pegawai negri. 
Perkembangan pendidikan agama di Indonesia pada masa Orde Baru ditandai dengan selesainya bangsa Indonesia dalam menumpas G30 S/PKI (1965-1966). Sejak saat itu pula pemerintah Indonesia semakin menunjukkan perhatiannya terhadap pendidikan agama, sebab disadari dengan bermentalkan agama yang kuatlah bangsa Indonesia akan terhindar dari paham komunisme. Untuk merealisasikan cita-cita tersebut, sidang umum MPRS tahun 1966 berhasil menetapkan TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966 yang membahas tentang Agama, Pendidikan dan Kebudayaan pasal 1 menjelaskan ”Menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah mulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas-universitas negeri”. Dengan demikian, sejak tahun 1966 pendidikan agama menjadi materi pelajaran wajib dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi Umum Negeri di seluruh Indonesia. TAP MPRS inilah yang menjadi landasan pertama kali bagi penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran agama di seluruh sekolah di Indonesia pada zaman Orde Baru. 

Setelah pemilu 1973, secara politik pemerintah Orde Baru mengonsolidasikan agenda-agenda pembangunan pendidikan melalui Tap MPR- RI No. IV/MPR 1973 yang berbunyi: 
  1. Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam sekolah dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. 
  2. Pembangunan di bidang pendidikan didasarkan atas falsafah negara, Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang berpancasila dan untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreatifitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam UUD 1945. 
Salah satu momentum nasional yang memengaruhi iklim pendidikan nasional, selain ketetapan MPR 1978 dan 1983 adalah keluarnya kebijakan pendidikan P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) serta munculnya pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) sejak Taman Kanak- kanak sampai Perguruan Tinggi. Kedua ketetapan MPR tersebut sangat memengaruhi iklim politik nasional yang memengaruhi dunia pendidikan. Ketetapan MPR 1983 ini kemudian menjadi landasan munculnya pelajaran baru, yakni Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sejak SD. Jadi ada beberapa pelajaran baru, di antaranya masuknya pengajaran P4 dalam bentuk penataran di SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi, serta pelajaran PMP dan PSPB dari SD-SMA dengan pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) dan Bahasa Daerah. 

Pada awal tahun 1980-an, pernah ada usul agar pemerintah memasukkan kurikulum perbandingan agama untuk di sekolah-sekolah lanjutan atas; SMU dan Madrasah Aliyah, atau yang setingkat. Namun, usul ini diprotes oleh beberapa kalangan Muslim karena dianggap dapat merusak dan melemahkan iman para anak didik. Pendidikan Agama dimasukkan ke dalam program pendidikan inti, sebagai mata pelajaran wajib bagi semua siswa SMA bersama- sama dengan 14 mata pelajaran lain: Pendidikan Pancasila, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa, Bahasa dan Sastra Indonesia, Geografi, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Pendidikan Kesenian, Pendidikan Keterampilan, Matematika, Biologi, Fisika, Kimia, Sejarah, dan Bahasa Inggris. 

Menteri P dan K, Nugroho Notosusanto yang menggantikan Daud Yusuf memberlakukan kebijakan baru berupa keharusan setiap murid baru untuk menandatangani surat pernyataan mengenai pendidikan agama yang akan diikuti. Argumen yang dikemukakan saat itu adalah mengidentifikasi kebutuhan (need assesment) guru agama di masing-masing agama. Kebijakan lainnya adalah menyangkut pakaian jilbab bagi siswi yang beragama Islam. Banyak sekolah yang secara tegas melarang pengenaan pakaian tersebut bagi murid perempuan, seperti yang menimpa 19 siswi kelas I–III SMA I Jakarta pada tahun 1985. Pada awalnya sekolah menjatuhkan sanksi skors terhadap siswi yang mengenakan jilbab dengan alasan melanggar tata tertib sekolah yang telah ditandatangani oleh orangtua murid sewaktu anaknya mau masuk ke sekolah tersebut yakni anaknya akan menaati semua peraturan sekolah termasuk pakaian seragam. Namun, setelah tidak ada kata sepakat dengan orangtua, para siswi itu kemudian dipindahkan ke sekolah lain dan uang seragam mereka pun dikembalikan, mereka harus beli pakaian seragam baru di tempat lain. Ketentuan pakaian seragam itu sendiri didasarkan pada SK Dirjen Dikdasmen No. 052/C/Kep./D.82 yang disusul dengan Peraturan Pelaksanaan No.18306/C/D.83 tentang Pedoman Pakaian Seragam Anak Sekolah (PSAS). Salah satu poin dalam SK tersebut yang kemudian menjadi dasar bagi para kepala sekolah (negeri) untuk mengambil kebijakan di tingkatan sekolah adalah poin yang menyatakan ”Pelaksanaan pakaian seragam di sekolah-sekolah, bagi beberapa siswi yang melakukan penyimpangan karena keyakinan agama (bila ada), diberlakukan secara persuasif, edukatif, dan manusiawi”.[9]
berdikarionline.com

B. Keberhasilan-keberhasilan Pendidikan Islam pada Masa Orde Baru 

Masa Orde Baru ini mencatat banyak keberhasilan, di antaranya adalah: 
  1. Pemerintah memberlakukan pendidikan agama dari tingkat SD hingga universitas (TAP MPRS No.XXVII/MPRS/1966). 
  2. Madrasah mendapat perlakuan dan status yang sejajar dengan sekolah umum. 
  3. Pesantren mendapat perhatian melalui subsidi dan pembinaan. 
  4. Berdirinya MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun 1975. 
  5. Pelarangan SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) mulai tahun 1993 setelah berjalan sejak awal tahun 1980-an. 
  6. Pemerintah memberi izin pada pelajar Muslimah untuk memakai rok panjang dan busana jilbab di sekolah-sekolah negeri sebagai ganti seragam sekolah yang biasanya rok pendek dan kepala terbuka. 
  7. Terbentuknya UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 
  8. Terbentuknya UU No. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama. 
  9. Adanya Kompilasi Hukum Islam (KHI). 
  10. Dukungan pemerintah terhadap pendirian Bank Islam, Bank Muamalat Islam. 
  11. Pendirian BAZIS (Badan Amil Zakat Infak dan Sodaqoh). 
  12. Pemberlakuan label halal atau haram oleh MUI bagi produk makanan dan minuman pada kemasannya, terutama bagi jenis olahan. 
  13. Pemerintah memfasilitasi penyebaran da’i ke daerah terpencil dan lahan transmigrasi. 
  14. Mengadakan MTQ (Musabaqoh Tilawatil Qur’an). 
  15. Mengadakan peringatan hari besar Islam di Masjid Istiqlal. 
  16. Mencetak dan mengedarkan mushaf Al-Quran dan buku-buku Agama Islam yang kemudian diberikan ke mesjid atau perpustakaan Islam. 
  17. Terpusatnya jama’ah haji di asrama haji. 
  18. Penayangan pelajaran Bahasa Arab di TVRI. 
  19. Berdirinya MAN PK (Program Khusus). 
  20. Mengadakan pendidikan pascasarjana untuk Dosen IAIN baik ke dalam maupun luar negeri. Khusus mengenai kebijakan ini, Departemen Agama telah membuka program pascasarjana IAIN sejak 1983 dan join cooperation dengan negara-negara Barat untuk studi lanjut jenjang Magister maupun Doktor. 
Kurikulum Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru 

Upaya dalam pengaturan dan pembaruan kurikulum madrasah dikembangkan dengan menyusun kurikulum sesuai dengan konsensus yang ditetapkan. Khusus untuk MA, waktu untuk setiap mata pelajaran berlangsung 45 menit dan memakai semester. Sementara itu, jenis program pendidikan dalam kurikulum madrasah terdiri dari program inti dan program pilihan. Pengembangan kedua program kurikulum ini terbagi menjadi dua bagian yaitu: pendidikan agama, terdiri atas: Al-Quran Hadits, Aqidah Akhlak, Fikih, SKI, dan Bahasa Arab, dan pendidikan umum antara lain: PMP, PSPB, Bahasa dan Sastra Indonesia, Pengetahuan Sains, Olahraga dan Kesehatan, Matematika, Pendidikan Seni, Pendidikan Keterampilan, Bahasa Inggris (MTS dan MA), Geografi (MA), Biologi (MA), Fisika (MA) dan kimia (MA). 

Sebagai esensi dari pembakuan kurikulum di sekolah umum dan madrasah ini memuat antara lain: 
  1. Kurikulum sekolah dan madrasah terdiri atas program inti dan program pilihan.
  2. Program inti dalam rangka memenuhi tujuan pendidikan sekolah umum dan madrasah, dan program inti sekolah umum dan madrasah secara kualitatif sama.
  3. Proram khusus (pilihan) diadakan untuk memberikan bekal kemampuan siswa yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi bagi Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah.
  4. Pengaturan pelaksanaan kurikulum sekolah umum dan madrasah mengenai sistem kredit semester, bimbingan karir, ketuntasan belajar.
  5. Hal-hal yang berhubungan dengan tenaga guru dan sarana pendidikan dalam rangka keberhasilan pelaksanaan kurikulum akan diatur bersama oleh kedua departemen yang bersangkutan.
Di antara rumusan kurikulum 1984 memuat hal strategis sebagai berikut:
  1. Program kegiatan kurikulum madrasah ( MI, MTS dan MA) tahun 1984 dilakukan melalui kegiatan interkurikuler, kokuler, dan ekstrakurikuler, baik dalam program inti maupun program pilihan.
  2. Proses belajar mengajar dilaksanakan dengan memerhatikan keserasian antara cara seseorang belajar dengan apa yang dipelajarinya.
  3. Penilaian dilakukan secara berkesinambungan dan menyeluruh untuk peningkatan proses dan hasil belajar, serta pengelolaan program.
Secara formal, madrasah sudah menjadi sekolah umum yang menjadikan agama sebagai ciri khas kelembagaannya. Di satu pihak materi pengetahuan umum bagi madrasah secara kuantitas dan kualitas mengalami peningkatan, tetapi di pihak lain penguasaan murid terhadap pengetahuan agama menjadi serba tanggung. Menyadari kondisi seperti itu muncul keinginan pemerintah untuk mendirikan MA yang bersifat khusus yang kemudian dikenal dengan Madrasah Aliah Program Khusus (MAPK).[10]

Awal dari Orde Baru pun bergulir di bawah kepemimpinan Jenderal Suharto, nama Orde Baru diciptakan demi membedakan dengan pemerintahan Orde Lama di bawah Presiden Sukarno. Perbedaan nama rezim itu bukan saja secara harfiah atau perbedaan sang pemimpin orde, tetapi juga berimplikasi kepada pergeseran secara fundamental misi dari pemerintah serta metode yang tepat untuk mencapai misi tersebut. Diawali dari proses pengertian sejumlah madarasah oleh pemerintah RI pada masa Orde Baru yaitu pada tahun 1967, mulai dari Madarasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, selangkah telah terlihat kebijakan pemerintah yang berkontribusi positif terhadap pendidikan Islam kemudian disusul dengan munculnya SKB 3 menteri tahun 1975 tentang peningkatan mutu madrasah dengan diakuinya ijazah madrasah yang memiliki nilai yang sama dengan ijazah nilai sekolah umum. Secara formal madrasah sudah menjadi sekolah umum yang menjadikan agama sebagai ciri khas kelembagaannya. Kehidupan beragama dan pendidikan agama khususnya makin memperoleh tempat yang kokoh dalam struktur organisasi pemerintahan dan dalam masyarakat pada umumnya. Dalam sidang-sidang MPR yang menyusun GBHN pada tahun 1973-1978 dan 1983 selalu ditegaskan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah negeri dalam semua tingkat (jenjang) pendidikan. Bahwa bangsa dan pemerintah Indonesia bercita- cita menuju kepada apa yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia dan masyarakat Indonesia seutuhnya. Hal ini berarti adanya keserasian, keseimbangan, dan keselarasan antara pembangunan bidang jasmani dan rohani, antara bidang material dan spiritual, antara bekal keduniaan dan ingin berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan sesama manusia dan dengan lingkungan hidupnya secara seimbang. Pembangunan tersebut menjadi pangkal tolak pembangunan bidang agama. Adapun sasaran pembangunan di bidang jangka panjang adalah terbinanya iman bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam kehidupan yang selaras, seimbang, dan serasi antara lahiriah dan rohaniah, mempunyai jiwa yang dinamis dan semangat gotong royong sehingga bangsa Indonesia sanggup meneruskan perjuangan untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional.[11]

Agama mempunyai kedudukan dan peranan sangat penting dan strategis. Peran utama agama sebagai landasan spiritual, moral, dan etika dalam pembangunan nasional. Agama juga berpengaruh untuk membersihkan jiwa manusia dan kemakmuran rakyat. Agama sebagai sistem nilai seharusnya dipahami dan diamalkan oleh setiap individu, warga, dan masyarakat hingga akhirnya dapat menjiwai kehidupan bangsa dan negara. Sejak tahun 1966 terjadi perubahan besar pada bangsa Indonesia, baik itu menyangkut kehidupan sosial- agama maupun politik. Pada Orde Baru tekad yang diemban, yaitu kembali pada UUD 1945 dan melaksanakannya secara murni dan konsekuen, sehingga pendidikan agama memperoleh tempat yang kuat dalam struktur pemerintahan.

Perkembangan Islam pada masa Orde Baru berkembang dengan pesat, begitu juga dengan perkembangan agama lain. Saking bebasnya, muncullah kristenisasi dengan bentuk bakti sosial terhadap umat muslim yang membutuhkan bantuan. Dibalik itu, para msionaris mengajak umat Muslim untuk masuk agama mereka. Akibat dari sikap tersebut, timbul beberapa pemberontakan dengan memusnahkan gereja-gereja yang dibangun di tengah pemukiman umat Islam. Pengajaran Islam berkembang dengan munculnya beberapa program pendidikan Islam, antara lain adanya program pelatihan bahasa Arab yang disiarkan di TVRI, didirikannya MUI, didirikannya MAN PK, program penyebaran da’i, dan lain-lain.

Beberapa kebijakan pendidikan Islam masa Orde Baru membawa perubahan terhadap pendidikan Islam. Lahirnya SKB Tiga Menteri yang menyatakan bahwa alumni madrasah bisa melanjutkan pendidikannya ke sekolah umum. Sehingga kurikulum madrasah pun harus diseimbangkan dengan kurikulum sekolah umum. Pada masa Orde Baru inilah pendidikan agama menjadi pelajaran wajib mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai universitas.

Lembaga pendidikan Islam seperti: pesantren dan madrasah telah sejajar dengan sekolah umum. Dengan demikian, kurikulum yang digunakan baik di pesantren maupun madrasah harus seimbang dengan kurikulum sekolah umum. Sehingga lulusan pesantren atau madrasah bisa bersaing dengan lulusan sekolah umum. Bahkan lulusan pesantren atau madrasah harus mempunyai kelebihan dalam pendidikan agama. Hendaknya dalam lembaga pendidikan Islam tradisional (pesantren) tidak hanya belajar agama saja akan tetapi dimasukkan pengajaran keterampilan seperti: bertani, berternak, dan berkebun sebagai bekal bagi kehidupan para santri

DAFTAR PUSTAKA

Buchori, Mochtar. Peranan Pendidikan Dalam Pembentukan Budaya Politik Di Indonesia, dalam Quo Vadis Pendidikan Di Indonesia. Yogyakarta: Kanisius. T.th.

Luth, Thohir, M. Natsir; Dakwah Dan Pemikirannya. Jakarta: Gema Insani. 1999.

Natsir. M. Mencari Modus Vivendi Antarumat Beragama Di Indonesia. Jakarta: Media Dakwah, 1980.

Nursyirwan. Perkembangan Pendidikan Islam Di Indonesia Setelah Kemerdekaan. Didaktika Jurnal Kependidikan Vol. 4 No. 2 November 2009.

Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional. Tersedia: http://istanailmu.com/2011/04/08/pendidikan-islam-dalam-sistempendidikan-nasional/html. diakses 19 Desember 2015.

Rosi. Pendidikan Islam Masa Orde Baru. Tersedia: http://coretan- rossi.blogspot.com/2011/06/pendidikan-islam-masa-orde-baru.html. diakses 19 Desember 2015.

Syaodih Nana, Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010.

Sistem Pendidikan Indonesia Pada Masa Orde Baru 1966-1998. diakses 19 Desember 2015.

Tersedia: http://ranggambojoarea.blogspot.com/2011/06/sistem- pendidikan-indonesia-pada-masa.html. diakses 19 Desember 2015.

Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2006.

[1]Sistem Pendidikan Indonesia Pada Masa Orde Baru 1966-1998, http://ranggambojoarea.blogspot.com/2011/06/sistem-pendidikan-indonesia-pada-masa.html, diakses 19 Desember 2015. 

[2]Rossi, Pendidikan Islam Masa Orde Baru, http://coretan-rossi.blogspot.com/ 2011/06/pendidikan-islam-masa-orde-baru.html, diakses 19 Desember 2015. 

[3]Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 65 

[4]Nursyirwan, Perkembangan Pendidikan Islam Di Indonesia Setelah Kemerdekaan, (Didaktika Jurnal Kependidikan Vol. 4 No. 2 November 2009), h. 217. 

[5]M. Natsir, Mencari Modus Vivendi Antarumat Beragama Di Indonesia, (Jakarta: Media Dakwah, 1980), h. 7. 

[6]Thohir Luth, M. Natsir; Dakwah Dan Pemikirannya, (Jakarta: Gema Insani, 1999), h. 120. 

[7]Mochtar Buchori, Peranan Pendidikan Dalam Pembentukan Budaya Politik Di Indonesia, dalam Quo Vadis Pendidikan Di Indonesia, (Yogyakarta: Kanisius, t.t), h. 29. 

[8]Rossi, Pendidikan Islam Masa Orde Baru, http://coretan-rossi.blogspot.com/ 2011/ 06/pendidikan-islam-masa-orde-baru.html, diakses 19 Desember 2015 


[9]Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional, http://istanailmu.com/2011/ 04/08/pendidikan-islam-dalam-sistem-pendidikan-nasional/html, diakses 19 Desember 2015 

[10]10 Rossi, Pendidikan Islam Masa Orde Baru, http://coretan-rossi.blogspot.com/2011/06/ pendidikan-islam-masa-orde-baru.html, diakses 19 Desember 2015 

[11]Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 156-157.

Wednesday, 25 May 2016

Dunia Islam Harus Pimpin Perang Melawan Teror

www.thewire.com
Racik-Meracik Ilmu,- Dunia Islam sudah berkali - kali menolak setiap aksi teror yang mengatasnamakan Islam, "Islam bukan agama teroris, para pelaku teror bukan Islam dan tidak mencerminkan Islam, Islam adalah agama damai, rahmat bagi seluruh alam, bukan teror bagi penghuni alam" Demikian kata para petinggi-petinggi negara-negara Islam, Para ulama, maupun masyarakat sipil muslim, disampaikan dengan berbagai cara, lewat media Independen maupun Media Pemerintah, akan tetapi sampai hari ini dunia Internasional masih saja menganggap Islam sebagai biang kerok aksi teror di muka bumi.

Tidak salah memang, mayoritas pelaku aksi teror saat ini  mengaku beragama Islam, bertindak anarkis atas nama Islam, membunuh, meneror manusia-manusia tidak bersalah kemudian mengatasnamakan tindakannya sebagai salah satu bentuk jihad dijalan Allah.

Bagaimana Dunia Islam menyikapi hal ini, apakah hanya diam saja, atau mengutuk dalam hati, pidato berapi-api tanpa ada tindakan nyata, Apabila pelaku teror mengaku sebagai seorang muslim, maka yang paling pantas mengambil tindakan tegas untuk memerangi teroris Islam adalah Dunia Islam itu sendiri, bukan menunggu Amerika atau Rusia, kehadiran mereka hanya akan memperumit keadaan, merusak citra Islam, sekaligus membuktikan bahwa dunia Islam tidak mampu mengatur dirinya sendiri.

Akan tetapi dalam hal ini, timbul sebuah pertanyaan, "Dunia Islam yang mana ?" Bukankah saat ini umat Islam telah tercerai berai dalam berbagai negara tanpa seorang pemimpin tunggal yang pasti, belum lagi isu sektarian Sunni VS Syiah yang sudah berumur ribuan masih terus diungkit hingga kini.

OKI sebagai salah satu organisasi himpunan negara-negara Islam dunia tidak mampu mempersatukan dunia Islam, tumpul dan mandul, hidup segan mati takut.  Arab Saudi sebagai negara yang menjadi Kiblat dunia Islam bukannya berkonsentrasi memperbaiki citra Islam, justru sibuk bermain api dalam lingkaran setan Isu sektarian Sunni-Syiah bersama sahabat srigala-nya Amerika, yang pada akhirnya menambah runyam konflik dunia Islam, Iran yang Syiah dijadikan sebagai Domba Hitam, diberi label "KAFIR" Yaman yang aman dan tenang tanpa babibu di serang tanpa ampun, Israel dan para peneror tertawa bahagia, menonton kebodohan Umat Muhammad.

Yang harus direnungkan oleh umat Islam, "Sampai kapan kita biarkan mereka menjadikan Kalimat Syahadah yang sangat kita agungkan, sebagai lambang dari perbuatan setan mereka ?"

Pemimpin tertinggi spiritual Iran, Ayatollah Ali Khamenei : Dunia Islam Harus Pimpin Perang Melawan Teror.

seperti yang dikatakan oleh Pemimpin tertinggi spiritual Iran, Ayatollah Ali Khamenei, sampai saat ini dunia internasional masih mengaitkan terorisme dan Islam. Oleh karena itu, untuk menghapus ini, dunia Islam harus mulai memimpin upaya internasional melawan terorisme.


Selain untuk membersihkan citra buruk yang selama ini menempel dalam diri Islam. Khamenei juga mencatat bahwa upaya ini harus dilakukan dunia Islam karena pada dasarnya negara-negara Barat tidak berniat untuk memerangi terorisme.


"Tentu saja, perang harus dilakukan oleh bangsa-bangsa Muslim yang tidak mengikuti kebijakan Barat, karena Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat tidak punya niat nyata dan serius untuk memerangi teroris," ucap Khamenei.


Khamenei juga memperingatkan bahwa organisasi teroris telah mengambil keuntungan dari masalah dan kelemahan dari komunitas Muslim di beberapa negara untuk merekrut pasukan. "Semua negara harus mencegah teroris menggunakan hal itu," imbuhnya.

SUMBER : sindonews.com dengan Berbagai tambahan

Friday, 13 May 2016

Galeri Meriam Dan Jangkar Raksasa Peninggalan Abad Ke 17-18 di Selayar

Racik-Meracik Ilmu,- Desa Nelayan Padang, Kab. Selayar Prov Sulawesi Selatan, diibalik Ketandusannya menyimpan sejarah Lalulintas pelayaran dan perdagangan pada abad ke 17-18 yang dibuktikan dengan adanya jangkar dan meriam, meriam tersebut merupakan peninggalan dari Baba Desan seorang saudagar keturunan cina dari Goa yang datang beserta dagangannya dengan tujuan mencari perairan baru dengan hasil laut, seperti ikat, Taripang dan sebagainya, kapal baba dasan tersebut disertai dengan berbagai senjata, seperti mariam, tombak serta Panah sebagai persiapan dari kemungkinan adanya serangan bajak laut.
Selain itu desa padang merupakan tempat persinggahan untuk mengisi bahan persediaan Air, serta tempat berlindung dari kondisi cuaca dan musim dalam suatu rute perjalanan, berdasarkan musyawarah yang dilakukan, maka mereka menjadikan Padang sebagai tempat penampungan hasil tangkapan mereka.
Demikin awal kedatangan baba dasan yang menjadikan daerah ini menjadi ramai oleh para musyafir Laut.

Foto ini diambil Ketika Tour Budaya IV Mahasiswa Sejarah Kebudayaan Islam UIN Alauddin Makassar



Dari Kiri:
Mariam I Panjang 125 Cm, Diameter mulut 18 cm, diameter lobang 8 cm
Mariam II, Panjang 117 Cm, Diameter mulut 17 Cm, Diameter 18 Cm
Mariam III. Panjang 123 Cm, Diameter Mulut 23 cm, Diameter Lobang 10 cm




Dari Kiri
Jangkar I Panjang Batang 226 Cm, panjang lengkung 167 cm, lingkar batang 60 cm
Jangkar II, Panjang 229 cm, Panjang Lengkung 117 cm, Lingkar Batang 70 cm


Kalau Jangkarnya sebesar ini, Kapalnya Gimana Yah..?



Thursday, 12 May 2016

PERKEMBANGAN ZIONISME DAN BERDIRINYA NEGARA ISRAEL


Racik-Meracik Ilmu,- Mengamati napak tilas perjalanan sejarah umat Islam sejak zaman Rasulullah saw. hingga hari ini, dapat ditarik benang merah bahwa kepala naga Yahudi yang pada saat tertentu menyembunyikan diri dan pada saat yang lain menampakkan diri sedikit demi sedikit, maka hari ini telah kembali menunjukkan kepalanya sambil menyemburkan bisa-nya yang sangat beracun ke seluruh penjuru dunia.
id.wikipedia.org
Racun Yahudi tersebut telah ada jauh sebelum Konferensi I di Bazil bulan Agustus 1897, juga telah ada jauh sebelum Rabae Leiva (1520-1659) yang menyerukan berdirinya Negara Yahudi di tanah Palestina. Justru ancaman Yahudi telah muncul sejak terbitnya fajar Islam empat belas abad yang lalu, bahkan telah muncul sejak zaman Nabi Isa as., mereka mendustakannya dan berusaha membunuhnya, kira-kira dua ribu tahun yang silam. Bahkan sebelumnya lagi -pada zaman Nabi Musa as.- sejarah mencatat adanya perkumpulan rahasia orang-orang Yahudi. Maka pada tahun 1717, setelah ribuan tahun, perkumpulan itu muncul dengan nama ‘free masonry’ yaitu suatu perkumpulan yang bertujuan menghancurkan agama-agama, lalu pemeluknya diperbudak untuk kepentingan Yahudi sendiri.[1]

Dalam banyak kajian, zionisme dianggap sebagai biang keladi yang paling kerok. Dalam wawancara Yasser Arafat (alm.) dengan sebuah majalah -- seperti yang dikutip dan ditulis oleh Amien Rais--, menyatakan bahwa yang paling ditentang oleh PLO (pada masa pemerintahannya) bukanlah Israel, akan tetapi Zionisme yang berada di belakang Israel.[2] Dan menerangkan bahwa impian zionisme yang menakutkan pihak Arab adalah dua garis biru di bagian atas dan bawah bendera Israel yang melambangkan sungai-sungai Eufrat di Irak dan Nil di Mesir. Aspirasi ekspansionis Zionisme ini mendambakan wilayah Israel yang membentang di antara dua sungai tersebut.[3]

Pandangan Yasser Arafat ini merupakan pendapat umum para pemimpin dan pemikir Arab, dan bukan tanpa alasan. Sejak Theodor Herzl (1860-1904M) menulis buku Der Judenstaat (Negara Yahudi) tahun 1895, tokoh-tokoh Yahudi melakukan serangkaian kongres dunia untuk mereasasikan cita-cita Zionis. Dan sebagai salah satu bapak Zionisme, Herzl meyakinkan bangsa Yahudi bahwa mereka punya hak penuh untuk mendirikan suatu negara.[4]

Gerakan Zionisme dan pembentukan Negara Israel ini telah menjadi problem dunia, dari dulu hingga hari ini. Dengan banyaknya generasi kaum Yahudi yang tersebar di berbagai belahan dunia, khususnya di Eropa hingga di Amerika. Pada awalnya ide gerakan Zionisme ini masih tersembunyi di dalam jiwa orang-orang Yahudi fanatis, yang oleh karena kefanatikannya berusaha untuk menghidupkan negeri di mana mereka hidup, dengan alasan keagamaan yang dipimpin oleh pemuka-pemuka Yahudi. Dengan berjalannya waktu mereka membentuk kelompok-kelompok rahasia yang tidak boleh dihadiri kecuali orang Yahudi fanatis. Hal ini berlangsung hingga akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, yang kemudian berubah menjadi gerakan politis.[5]

Berangkat dari pemaparan di atas maka setidaknya ada dua masalah utama yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu : (1) Bagaimana sejarah perkembangan zionisme dan (2) Bagaimana proses berdirinya negara Israel.?

www.eramuslim.com
A. Pengertian Zionisme

Mengemukakan pengertian istilah “Sahyu'niyah” atau Zionisme secara tepat, diakui agak sulit oleh Abd al-Wahhab Mohammad al-Masiri'[6], hal yang sama juga dialami oleh Ahmad Sa’ddudin ‘Ali al-Bassa-ti.[7] Al-Masiri beralasan bahwa yang tersebar dalam kamus Barat kata zionisme berarti cita-cita zionis, bukan bermakna fenomena zionisme, misalnya sebagai gerakan untuk mengembalikan kaum Yahudi ke negeri nenek moyangnya sebagaimana yang dijanjikan. Terdapat perbedaan antara makna harapan Zionis dan realitas Zionis, demikian pula rencana pendudukan kolonis. 

Lain halnya al-Bassa>ti>, meski mengakui bahwa asal kata Sahyu-n adalah nama sebuah gunung/bukit. Namun dia mengemukakan dua pengertian dari Zionisme. Pengertian pertama yang bermakna umum yaitu gerakan politik yang berlandaskan pemikiran zionis yang terambil dari aqidah kitab Taurat dan Talmud, dan kehidupannya yang terkait dengan pemikiran Yahudi dengan ikatan keagamaan dan golongan. Dan yang kedua bermakna khusus yaitu kepercayaan akan pentingnya membentuk masyarakat Yahudi yang memiliki pemerintahan sendiri di tanah Palestina dan merealisasikan cita-cita kaum Yahudi untuk kembali ke tanah sucinya (al-ard} al-muqaddasah).[8] Al-Bassa>ti> juga menambahkan, bahkan ada pengertian yang ketiga yaitu gerakan Yahudi yang berusaha dengan segala cara guna mengembalikan masa keemasan bani Israil dan membangun kembali haykal Sulaeman yang berada di masjid al-Aqs}a serta menguasai dunia dengan pemerintahan yang berpusat di Quds yang diperintah oleh raja Yahudi yaitu al-masih al-muntazar. Dan pengertian terakhir, meski agak jauh makna dari pengertian sebelumnya, yaitu mengembalikan ide kebangsaan Yahudi yang berdasarkan sipil sekuler seperti halnya yang diterapkan pada bangsa-bangsa di Eropa.[9]

Sedangkan kata Zionisme sendiri berasal dari akar kata zion atau sion[10]. Kata ini digunakan pada awal sejarah bangsa Yahudi yang merupakan sinonim dari perkataan Yerussalem. Arti dari istilah tersebut adalah bukit/gunung yaitu bukit suci Yerussalem yang juga simbol dari konsep teokrasi Yahudi, zion atau sion juga berarti bukit suci yang terletak di bagian selatan Bait al-Maqdis.[11] Atau salah satu bukit yang terletak di sebelah Timur dari dua buah bukit dalam wilayah Yerussalem kuno, ibukota kerajaan Israel pada masa kekuasaan kerajaan Daud (king David). Dan di bukit ini juga didirikan sebuah bangunan suci yaitu Haikal Sulaiman (Solomon Temple).[12] Sahyuni (Zionis) menurut kaum Yahudi berarti tanah yang dijanjikan, yaitu tanah suci (holy land) yang diperuntukkan bagi mereka. Zion juga dinisbatkan sebagai julukan bagi kota Yerussalem sebagai “kota rahasia”, kota Allah atau kota tempat tinggal Yahweh.[13]

Sementara kata zion/sion dalam kitab perjanjian lama disebutkan sebanyak 152 kali dan kesemuanya menunjuk pada kota Yerussalem. Kata zion sendiri menurut para sejarawan merupakan nama sebuah bukit yang diceritakan dalam kitab perjanjian lama. Misalnya dalam kitab Mazmur 137 disebutkan (terjemahan bahasa Arabnya):

على أنهار بابل هناك جلسنا ، بكينا أيضا عند ما تذكرنا صهيون... [14]

“Di tepi sungai-sungai Babilonia, di sana kami duduk., sambil menangis, ketika kami teringat bukit zion”.

Selanjutnya istilah Zionisme atau Zionist movement secara utuh dibawa ke dalam agenda dunia di akhir-akhir abad ke XIX dan dipopulerkan oleh Theodor Herzl, sang bapak Yahudi dunia di Wina Austria tahun 1897. Baik Herzl maupun rekan-rekannya adalah orang-orang yang memiliki keyakinan agama yang sangat lemah, jika tidak ada sama sekali. Mereka melihat keyahudian sebagai sebuah nama ras, bukan sebuah masyarakat beriman. Mereka mengusulkan agar orang-orang Yahudi menjadi sebuah ras terpisah dari bangsa Eropa, yang mustahil bagi mereka untuk hidup bersama, dan bahwa penting artinya bagi mereka untuk membangun tanah air mereka sendiri. Mereka tidak mengandalkan pemikiran keagamaan ketika memutuskan tanah air manakah itu seharusnya. Theodor Herzl, suatu kali memikirkan Uganda, dan ini lalu dikenal sebagai Uganda Plan. Sang Zionis kemudian memutuskan Palestina. Alasannya adalah Palestina dianggap sebagai "tanah air bersejarah bagi orang-orang Yahudi", dibandingkan segala kepentingan keagamaan apa pun yang dimilikinya untuk mereka.

Selain itu istilah Zionisme digunakan untuk menyebutkan komunitas Yahudi penganut Yudaisme yang mengharapkan datangnya seorang mesias (juru selamat) Sang mesias ini akan membawa mereka pada kerajaan Allah yang akan dipusatkan di tempat terjadinya kisah-kisah yang dialami oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Musa.[15] Dari istilah inilah kemudian nama Zionisme sabagai sebuah gerakan politik bangsa Yahudi diambil.

B. Sejarah Perkembangan Zionisme

Menurut catatan al-Masiri, bahwa gerakan Zionisme dimulai dengan hadirnya Yahudi itu sendiri, khususnya setelah penghancuran haykal. Hal ini disebabkan dua faktor yaitu faktor positif dan negatif. Faktor negatif yaitu adanya fenomena permusuhan, pembunuhan, dan tekanan-tekanan yang dialami etnis Yahudi di setiap waktu dan tempat. Faktor positifnya, hasrat mereka yang kuat untuk kembali ke Palestina sebagai tanah air, tanah nenek moyang, tanah yang dijanjikan, karena mereka merasa terasing di luar.[16]

Dalam sejarah perkembangan Zionisme, ini berawal dari tawanan kaum Yahudi di Babilonia. Saat Nebukhadnezar dari Babilonia menyerang kerajaan Yahuza pada tahun 587 SM., dan menahan 50 ribu kaum Yahudi lalu dibawa ke Babilonia (Irak sekarang). Di sana mereka dapat beradaptasi dengan penduduk setempat, membangun masyarakat baru, dan tidak fanatik dengan keyahudiannya. Sebagian mereka mengajak untuk memeluk agama Yahudi, kawin mawin dan menjalankan aktifitas ekonomi.[17] Sebagian lagi tetap pada keyahudiannya, tidak bergaul dengan penduduk Babilonia, juga tidak kawin mawin. Mereka tetap merindukan untuk kembali ke bukit sion/zion di Palestina.[18]

Dari sini dapat dikatakan bahwa gerakan Zionisme ini memiliki akar historis dan ideologis pada gerakan-gerakan politik maupun keagamaan Yahudi yang pernah ada sebelumnya. Misalnya gerakan Makkabi ( حركة المكابيين ), gerakan Bar Kakhuya ( حركة بار كوخيا ), gerakan Moses al-Kreti (Karaites), gerakan David Rabin, dan gerakan politik lainnya semasa hidup berdiaspora di berbagai negara di dunia.[19]

Dalam perjalanan waktu, hasrat bangsa Yahudi yang berserakan di berbagai pelosok dunia (Yahudi diaspora) untuk kembali ke Palestina melahirkan dua aliran Zionis. Zionisme politik dan Zionisme kultural atau spiritual. Hingga hari ini pertarungan antara keduanya berakhir dengan kemenangan zionisme politik, meski demikian pendukung zionisme spiritual masih sering memunculkan suaranya.

Para penggagas zionis politik di antaranya adalah Theodor Herlz, Moshe Lilienblum, Leo Pinsker, Yabotinsky, Chaim Weizmann, Menachem Begin, Moshe Dayyan dan Yitzhak Samir. Mereka ini melontarkan gagasannya melalui buku dan media lainnya, meski di antara mereka acap kali terjadi perbedaan pendapat, akan tetapi juga memiliki persamaan yang prinsipil yaitu;
  1. Wilayah Palestina harus direbut dari tangan orang-orang Arab, yang sudah menghuninya sejak ribuan tahun. Dengan cara bahwa sebelum Negara Israel berdiri harus memperoleh tanah seluas mungkin di Palestina.
  2. Penduduk Arab Palestina harus diusir dari tanah airnya. Sensus di Inggris mencatat pada tahun 1922 terdapat 660,641 orang Arab Palestina dan 83,790 orang Yahudi di Palestina. Untuk membaliknya, dilancarkan Yahudinisasi Palestina dan imigrasi besar-besaran oleh kaum zionis.
  3. Teror sistemik adalah cara yang paling efektif untuk menyebarkan kepanikan di kalangan bangsa Palestina. Para tokoh zionis, sejak sebelum Israel berdiri sampai sekarang sangat memahami fungsi terror sebagai cara paling mudah dan murah untuk menghabisi nyali bangsa Palestina. Dengan disertai mitos ‘Yahudi adalah bangsa pilihan Tuhan.[20]
Menurut Amien Rais, bahwa sikap dan pikiran ekstrem ini ditentang oleh kaum Zionis kultural atau spiritual. Tokoh-tokohnya di antaranya; Ahad Ha-am, Judas Magnes, Martin Buber, Hans Kohl. Mereka berpandangan bahwa, ada isu moral sangat mendasar yang menyangkut eksistensi bangsa Palestina, tanah air mereka sendiri. Sangat tidak bermoral bila kaum Yahudi mendesak dan mengusir bangsa Palestina dari tanah airnya. Dan bila zionisme menekankan hak historis bangsa Yahudi untuk kembali ke Palestina, bangsa Arab Palestina pun punya hak historis yang harus dihormati.[21]

Dalam pengamatan Ahmad Taufiq,[22] sebelum lahirnya gerakan Zionisme modern, ide tentang Zion sudah cukup kuat mengakar dalam kehidupan masyarakat Yahudi, khususnya kalangan Ashkhenazi (Yahudi Eropa). Di antara gerakan Zionis pra-Kongres Basel yang secara umum disebut sebagai proto-Zionisme, yang terpenting ialah Hovevei-Zion, Hibbat-Zion, dan Poalei-Zion. Semua gerakan Zionisme tersebut sering juga dikenal sebagai gerakan utopia, dan baru setelah Kongres I di Basel, gerakan Zionisme menemukan jati dirinya sebagai gerakan politik yang mempunyai program jelas.

Pada awalnya, Theodore Herzl ingin menggelar Kongres di Muenchen, Jerman. Namun ia mendapat tantangan keras dari kalangan pemuka agama Yahudi setempat dan kelompok pro asimilasionis yang khawatir Kongres Zionis dan kegiatan yang terkait dengannya hanya akan meningkatkan rasa kebencian masyarakat Jerman terhadap mereka. Oleh karenanya, Herzl terpaksa memindahkan tempat kongres di kota kecil Bazel yang terletak di wilayah Swiss tapi masih berbatasan dengan Jerman. Kongres dibuka pada Ahad pagi tanggal 29 Agustus 1897 dengan mengambil tempat di gedung Kasino milik pemerintah kotapraja Basel. Sungguh aneh sekalipun agama Yahudi mengharamkan perjudian, pelaksanaan kongres yang memperjuangkan kembalinya mereka ke tanah leluhur itu dilakukan di tempat judi. Ini bisa dimaklumi karena sebenarnya Theodore Herzl penggagas dan aktor utama kebangkitan Zionisme adalah seorang sekuler. 

Persiapan kongres dilakukan dengan matang dan rapi. Beberapa bulan sebelumnya Herzl sibuk melobi ke berbagai tokoh Yahudi di London, Paris, Polandia, Rusia, dan lain-lain tempat agar bisa mengirimkan wakilnya atau datang sendiri. Meski demikian, hanya sekelompok kecil yang berani ke Basel. Israel Zangwill, adalah sedikit dari intelektual terkemuka yang memberanikan diri hadir di kongres. Kongres tersebut dihadiri antara 200 sampai 250 wanita dan pria yang datang dari 24 negara. Jumlah yang tampak tidak pasti ini karena beberapa delegasi khususnya yang datang dari Rusia meminta agar namanya tidak dicantumkan secara resmi. Dengan kata lain mereka datang secara ilegal. Beberapa delegasi tidak mau repot dengan mendaftar secara resmi karena mereka mungkin tidak menyadari sedang menghadiri kongres yang sangat bersejarah. Sebab, lima puluh tahun kemudian cita-cita mendirikan negara Israel berhasil diwujudkan dengan mengusir dan merampas tanah dari bangsa Palestina.

Dalam pandangan Roger Garaudy, zionisme adalah gerakan politik (al-siyasiyah), nasionalisme (al-qaumiyah) dan penjajahan (isti’mariyah). Inilah tiga hal yang menjadi dasar kejelasan dari politik zionisme pada Kongres Bazil 1897, hingga Theodor Herlz memprokmirkan Negara Yahudi.[23]

Dengan demikian, sebenarnya gerakan zionisme ini muncul disebabkan oleh hak politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama mereka ditindas sehingga memaksa mereka untuk hidup diaspora di berbagai Negara. Kondisi ini menyedihkan dan memunculkan kesadaran baru bagi mereka yang hidup berbagai Negara tersebut untuk mengakhiri penderitaannya untuk kembali tanah nenek moyang mereka yaitu Palestina.

Dalam catatan sejarah, penindasan yang dialami kaum Yahudi di belahan dunia. Misalnya di Jerman, pada Agustus 1410 M Raja Robecht mengeluarkan keputusan pengusiran seluruh kaum Yahudi, bahkan pada tahun 1473M majelis kota Nuberg mengajukan tuntutan kepada Kaisar Frederick III agar orang Yahudi diusir dari seluruh kota, hingga mencapai puncaknya pada pemerintahan Adolt Hitler (1933-1945). Pada masanya dilancarkan politik anti Yahudi, sehingga kaum Yahudi menjadi sasaran penangkapan, penyiksaan dan pembunuhan karena mereka dituduh berkonspirasi untuk menghancurkan Jerman.[24]

Hal yang sama mereka rasakan di Inggris, Rusia, Portugal, Italia, Austria dan negara lainnya dan berlangsung terus hingga munculnya Theodor Herlz.[25] Dialah yang mempopulerkan zionisme yang merupakan sebuah gerakan kaum Yahudi yang didasarkan pandangan akan eksistensi Yahudi sebuah bangsa yang utuh sekaligus sebagai bangsa yang terpilih di antara bangsa-bangsa lain di dunia.

Menurut Sa’ad al-Din S}aleh, bahwa gerakan zionisme secara resmi muncul pada tahun 1882, berawal dari Rusia setelah terbunuhnya Kaisar Rusia Iskandar II tahun 1881 dan kaum Yahudi yang tertuduh sebagai pembunuhnya. Hal inilah yang membuat kaum Yahudi terusir dan berimigrasi ke Eropa barat dan Amerika.[26] Dan kondisi inilah yang membuat Theodor Herlz berusaha mengumpulkan kaum Yahudi sehingga mereka mengadakan konggres.

Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, bahwa Konggres (muktamar) pertama dilaksanakan di kota Bazil Swiss pada tanggal 29 Agustus 1897. Pada konggres tersebut Herlz terpilih sebagai ketua gerakan Zionisme, dan terbentuklah komisi kerja yang disebut al-Waka>lah al-Yahu>diyah (Agen Yahudi), di antara keputusan penting yang dihasilkan dari konggres I ini sebagai berikut;
  1. Memotivasi/mempropaganda penjajahan/kolonialisasi Yahudi ke negeri Palestina dengan cara yang tertata dan terorganisir dengan baik.
  2. Mengatur gerakan Zionisme dan menyatukan lembaga-lembaga yang tersebar di penjuru dunia.
  3.  Membangun kesadaran bangsa Yahudi
  4. Melaksanakan langkah-langkah persiapan pembentukan pemerintahan untuk tercapainya tujuan gerakan zionisme.[27]
Menurut al-Bassati keempat keputusan ini adalah keputusan yang bersifat terang-terangan. Sedangkan putusan yang sifatnya rahasia, tercantum dalam ‘the protocols of the meeting of the elders of zion’.[28] Yaitu Zionisme sebagai sebuah gerakan di awalnya setidaknya mengalami empat fase penting. Perkembangan pertama dideklarasikan secara informal di Rusia, yang disebut dengan Russian Jewish Movement. Pada perkembangan kedua, gerakan zionis mulai terorganisasi secara formal dan berpusat di Rumania (Rumanian Jewish Movement). Perkembangan ketiga mengalami masa kebangkitan sehubungan dengan dukungan dari ratu Inggris yang terpusat di London dengan nama baru Zionist Movement. Perkembangan keempat adalah masa pengakuan dunia terhadap Israel yang berpusat di Amerika Serikat. Perkembangan pertama dan kedua menginginkan berdirinya Negara Yahudi di Argentina, Uganda, atau Ethiopia. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, zionisme bertujuan mendirikan Negara Yahudi di Palestina yang merupakan tanah tumpah darah leluhur bangsa Israel yang kemudian dikenal dengan istilah erset Israel atau tanah Israel.[29]

Sejak selesainya konggres ini, Herlz mulai bekerja dan berhasil menggalang para pengusaha dan cendekiawan, bahkan agen mata-mata di seluruh penjuru dunia. Yaitu dengan membuka Bank Nasional Zionis pada tahun 1901, membuka kantor pusat di Yafa tahun 1907, memberi tanah-tanah milik Arab Palestina, membangun kota di Tel Aviv tahun 1909 dan membangun lahan-lahan pertanian tahun 1909.[30] Bahkan berusaha membujuk Sultan Abdul Hamid yang pada saat itu sebagai Khalifah –pada masa kekhalifaannya, Palestina dikuasai oleh Kekaisaran Ottoman (Khilafah Usmaniyah) di Turki-. Dengan memanfaatkan keramahtamahan dan kedamaian serta sifat toleransi yang dimiliki Islam, Herlz berusaha menemui Sultan Abdul Hamid untuk meminta persetujuannya agar orang Yahudi bisa tinggal menetap di tanah Palestina. Permintaan Herlz ditolak oleh Sultan, meski dua kali dia menemuinya dan menawarkan harta melimpah sebagai bayarannya.[31]

Khalifah menjawab penolakannya secara tegas dengan mengatakan; 

Saya tidak akan melepaskan Palestina meski sejengkal, sebab tanah itu bukan milik saya namun milik umat saya, mereka dapatkan dengan perjuangan dan tetesan darah. Simpanlah uang kalian. Bila khilafah hancur dan musnah suatu hari, sesungguhnya kalian bisa mengambilnya tanpa sepeserpun uang yang kalian bayarkan untuk tanah itu. Namun selagi hayat masih dikandung badan lalu kalian tusukkan pisau di jasad saya, sesungguhnya itu lebih mudah bagi saya, daripada saya harus menyaksikan Palestina terlepas dari khilafah Islamiyah. Dan saya yakin ini takkan pernah terjadi selama saya masih hidup, sebab saya tak mampu menahan sakitnya badan saya dikoyak-koyak sedang saya masih bernafas.”[32]
agunkzscreamo.blogspot.com
Sejak itulah Yahudi dan Freemasonry (kebatinan bebas) berkonspirasi menghancurkan khilafah dan mendirikan Negara Yahudi di Palestina. Saat Inggris menaklukkan Palestina 1917, jenderal Inggris Edmund Allenby berkata : “Baru sekarang Perang Salib selesai.” Lalu terjadi Deklarasi Balfour, 1917, kemudian berdirilah negara Yahudi rasis di Palestina.

Herlz lalu kembali ke Inggris dan bertemu Joseph Chamberlain dan ia menawarkan daerah Uganda sebagai daerah swatantra Yahudi tetapi usulan tersebut ditolak oleh aktivis Zionis tahun 1905 pada kongres ketujuh. Setelah itu Herlz pergi ke Rusia untuk memohon pada Tsar Rusia agar membantu Zionis memindahkan orang-orang Yahudi Rusia ke Tanah Israel.[33]

Dalam menganalisis perkembangan zionisme, paling tidak ada tiga faktor yang dapat dikemukakan; Pertama, faktor teologis yaitu; klaim teologis bangsa Yahudi atas tanah Palestina sebagai tanah yang dijanjikan buat mereka. Setelah peristiwa eksodus bangsa Israel dari Mesir, selama 40 tahun mereka menjadi bangsa pengembara yang hidup terlunta-lunta di semenanjung Sinai. Akhirnya Allah memberikan mereka tanah Kan’an yang pada saat itu telah dihuni oleh bangsa Palestina. Berdasarkan klaim tersebut, mereka merasa berhak sebagai pemilik dan penguasa tanah Palestina. Zionisme sebagai sebuah gerakan politik Yahudi dibentuk sebagai upaya untuk merebut kembali tanah Palestina sebagai tanah yang dijanjikan buat mereka. Kedua, faktor sosio-historis, sekitar abad X SM, bangsa Israel pernah mengalami kejayaan di bawah kekuasaan Nabi Daud dan Sulaiman, kejayaan ini diceritakan dalam kitab suci baik Bibel maupun Alquran. Namun, sepeninggal Nabi Sulaiman, terjadi perpecahan internal yang menyebabkan bangsa Israel terpecah menjadi dua, yaitu kerajaan Israel di utara dan kerajaan Yehuda di selatan. Kemudian pada tahun 738 SM, kerajaan Asyiria menyerang kerajaan Israel dan tahun 606 SM Nebukadnezar dari Babilonia menyerang kerajaan Yehuda. Di sinilah awal masa pembantaian dan diaspora bangsa Israel oleh bangsa-bangsa penakluknya. Ketiga adalah faktor politis, diaspora yang dialami oleh bangsa Yahudi ke berbagai negara dan belahan dunia yang membuat mereka nyaris kehilangan identitas kebangsaan membutuhkan sebuah gerakan yang dapat membangkitkan kembali semangat nasionalisme Yahudi. Pembentukan zionisme merupakan upaya peneguhan eksistensi Yahudi sebagai sebuah bangsa.[34]

Pada perkembangan selanjutnya, zionisme semakin sering diperkenalkan dalam berbagai aktifitas Yahudi hingga hari ini. Bahkan buku-buku yang mengkaji khusus tentang zionisme semakin banyak dan laku di pasaran. Zionisme juga telah semakin gencar menyebarkan pengaruh besar pada apa yang terjadi di dunia. Dengan memanfaatkan sentimen romantisme, zionis dapat menarik hati kaum Kristiani dengan keyakinan akan bangkitnya kembali ajaran al-masih di tanah Yerusalem. Di samping itu, saat ini zionisme dengan organisasi intelegennya seperti Free Masonry dan Rotary Club menjadi sebuah gerakan yang cukup berpengaruh pada jalannya politik dunia.

C. Sejarah berdirinya Negara Israel

Secara politis bahwa proses pendirian negara Israel di tanah Palestina, saat Inggris memberikan dukungan terhadap gerakan zionisme ketika terjadi Perang Dunia I (1914-1919). Ketika Inggris terlibat dalam perang melawan Jerman dan bekerjasama dengan zionisme. Inggris menjanjikan tanah Palestina bagi gerakan Zionisme sehingga terjadi konspirasi internasional untuk mendirikan negara Yahudi di Palestina. Saat Perang Dunia akan berakhir dan tanda-tanda kemenangan Inggris telah nampak, maka usaha lobi kepada pemerintah Inggris semakin intens dilakukan. Para pemimpin zionis mendesak pemerintah Inggris untuk mendukung deklarasi zionisme untuk mendirikan negara Israel.[35]

Lobi Yahudi ini menghasilkan deklarasi Balfour pada 2 Nopember 1917 yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Inggris Arthur James Balfour, yang ditujukan kepada pemimpin komunitas Yahudi Inggris, Lord Rothschild. Isi dari deklarasi tersebut adalah pengakuan Inggris akan hak-hak Yahudi yang bersejarah di Palestina, dan Inggris juga diminta untuk menyediakan fasilitas guna terbentuknya satu wilayah yang bersifat nasional bagi bangsa Yahudi.[36] Meski pengakuan internasional tersebut baru diterapkan tiga tahun kemudian saat Perang Dunia I berakhir, yaitu dengan penyerahan mandat oleh Liga Bangsa-bangsa (sekarang PBB) untuk menyerahkan Palestina kepada Inggris agar Inggris menerapkan janjinya kepada bangsa Yahudi.[37]

Berikut adalah isi surat dari Arthur James Balfour yang berada di belakang perjanjian tersebut;

Lord Rothschild yang terhormat;

Saya sangat senang dalam menyampaikan kepada Anda, atas nama Pemerintahan Sri Baginda, pernyataan simpati terhadap aspirasi Zionis Yahudi yang telah diajukan kepada dan disetujui oleh Kabinet. Pemerintahan Sri Baginda memandang positif pendirian di Palestina tanah air untuk orang Yahudi, dan akan menggunakan usaha keras terbaik mereka untuk memudahkan tercapainya tujuan ini. Karena jelas dipahami, bahwa tidak ada suatupun yang boleh dilakukan yang dapat merugikan hak-hak penduduk dan keagamaan dari komunitas-komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina, ataupun hak-hak dan status politis yang dimiliki orang Yahudi di negara-negara lainnya. Saya sangat berterima kasih jika Anda dapat menyampaikan deklarasi ini untuk diketahui oleh Federasi Zionis.” 

Tertanda 

Arthur James Balfour[38]

Menurut al-Bassa>ti> bahwa, yang menjadi pondasi penting berdirinya negara Israel di Palestina ini adalah adanya kesepakatan Sykes-Picot tahun 1916 antara pemerintah Inggris dan Perancis. Di antara isi kesepakatannya adalah penetapan bahwa Palestina sebagai wilayah internasional. Lalu Deklarasi Balfour 1917 yang menjanjikan sebuah negara Yahudi di tanah Palestina bagi gerakan Zionisme, deklarasi inilah yang menjadi peletak dasar terjadinya konflik antara Arab dengan bangsa Yahudi.

Setelah dideklarasikan Balfour 1917, maka pada tanggal 8 Desember 1918 Jendral Allenby merebut Palestina dari Khilafah Turki Utsmani. Setahun kemudian, secara resmi mandat atas Palestina diberikan kepada Inggris oleh LBB. Pada tahun 29 Nopember 1947, PBB dengan sewenang-wenang membagi dua wilayah Palestina, yaitu tanah Arab (Palestina) dan Yahudi (Israel). Tahun 1948 menjadi tahun bersejarah bagi Yahudi karena merupakan tahun deklarasi pembentukan Israel. Tepat hari berakhirnya mandat dan penarikan pasukan Inggris dari Palestina dideklarasikan pendirian negara Israel, 14 Mei 1948. Chaim Weizmann terpilih sebagai Presiden sedangkan David Ben Gurion sebagai Perdana Menteri.[39]

Selanjutnya, berkat jasa Inggris, AS, dan PBB negara Israel akhirnya terbentuk, pada tanggal 14 Februari 1949 dibentuk kneset (majelis) sebagai sebuah parlemen yang para anggotanya dipilih oleh rakyat. Israel rupanya tidak puas dengan keputusan Resolusi No. 181 yang memberikan mereka jatah 56% wilayah, sedikit demi sedikit pencaplokan dan pendudukan atas wilayah Palestina hingga perluasan pembangunan pemukiman Yahudi terus dilakukan demi melanggengkan cita-cita mereka untuk sepenuhnya menguasai tanah yang mereka yakini sebagai tanah yang dijanjikan tersebut.

Menurut Marsa Atha>illah, proklamasi negara Israel ini membuka babakan baru dalam sejarah dunia dan Timur-Tengah khususnya, yaitu permusuhan dan konflik yang semakin massif antara Israel dan negara-negara Arab, serta dunia Islam pada umumnya. Dengan berdirinya negara Israel tersebut, ambisi zionisme untuk menguasai tanah yang dijanjikan telah terwujud. Maka langkah berikutnya adalah menjadi negara terkuat di kawasan Timur Tengah dengan berusaha menghancurkan negara Arab yang dianggap berbahaya bagi keamanan dan eksistensi negara Israel.[40]

Kesimpulan 
  1. Istilah zionisme berasal dari kata zion, yang bermakna nama sebuah bukit. Yaitu bukit batu bangunan istana yang didirikan oleh Nabi Sulaiman di kota al-Quds,Yerusalem. Kata zionis selanjutnya dipergunakan sebagai nama suatu ideology yang diikuti oleh bangsa Yahudi di seluruh dunia bahwa bangsa Yahudi akan mendirikan negara Israel Raya dengan ibukotanya al-Quds, Yerusalem.
  2. Pada perkembangannya, zionisme adalah gerakan politik Yahudi sekuler. Gerakan ini dilatarbelakangi oleh adanya klaim sepihak yang dilakukan oleh Yahudi atas Palestina seperti yang tercantum dalam kitab Talmud. Sebagai sebuah agama, bangsa dan keturunan, kaum Yahudi telah ada sejak berabad-abad lalu. Bahkan sejak zaman Nabi Musa as. Adapun Zionisme sebagai gerakan politik adalah fenomena baru yang lahir pada masa imperialism dan kolonialisme Barat. 
  3. Negara Israel berdiri pada 14 Mei 1948, setelah hampir dua ribu tahun bangsa Yahudi berada dalam diaspora. Yang pada awalnya atas ide Theodor Herzl dengan menggalang kekuatan dengan melaksanakan konggres internasional Yahudi pertama di Bazil Swiss Tahun 1897. 
Dengan demikian apa yang dilakukan gerakan Zionisme terhadap bangsa Palestina merupakan praktik kolonialis yang sangat nyata. Pertama, sejarah ditulis ulang, yakni Palestina sebelum berdirinya Israel adalah wilayah tanpa bangsa untuk bangsa yang tidak mempunyai tanah air (A land without a people for people without a land). Kedua, bangsa Palestina yang menjadi korban dikesankan sebagai bangsa biadab yang jadi penjahat. Ketiga, tanah Palestina hanya bisa makmur setelah kaum Zionis berimigrasi ke sana.

Dengan berdirinya negara Israel, Yerusalem dan tanah Palestina tampaknya akan semakin panas. Gerakan zionisme yang semula dimaksudkan sebagai pemecahan terhadap masalah Yahudi di Eropa, ternyata menimbulkan masalah yang baru yakni persoalan Palestina yang sampai sekarang tidak pernah selesai.

‘Ala Kulli hal, hari ini bangsa Palestina, bangsa Arab dan kaum muslimin harus bersatu dan berusaha mengembalikan martabat dan kesucian al-Quds sebagai kiblat ketiga. Entah dengan jihad fisibilillah (perang fisik) atau dengan jihad lain berupa harta, tenaga, fikiran misalnya Indonesia dapat membangun rumah sakit di kota Gaza. Dan jalan terakhir adalah do’a, do’a adalah senjata yang paling ampuh.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Taufiq Abdurrahman, Zionisme, Analisis Sejarah dan Perkembangannya, (http://vivixtopz.wordpress.com/artikel-islam/zionisme-analisis-sejarah-dan-perkembangannya/(20 September 2012).

Al-Aqqa>d, ‘Abba>s Mahmu>d. Al-Sahyu>niyah al-‘Ala>miyah (Mesir: Da>r al-Ma’a>rif, 2001)

Atha>allah, Marsa. Israi>l fi> Qafasi al-Ittiham (Mesir: Maktabah al-Usrah, 2001), h. 145-155.

Al-Bassa>ti>, Ah}mad Sa’duddin ‘Ali, Al-Sahyu>niyah bayna al-Mad{i wa al-Ha>dir (Cet. I; Mesir: Da>r al-Tiba’a>h al-Muhammadiyah, 1989)

Garaudy, Roger. Les Mythes Fondateurs de la Politique Israélienne (Al-Asa>tir al-Muassasah li al-Siya>sah al-Isra>’i>liyah) Terj. Tim Penerjemah Da>r al-Gad al-‘Arabi> (Cet.I; Kairo: Da>r al-Gad al-‘Arabi>, 1996)


Al-Masiri,> Abd al-Wahha>b Mohammad, Mausu>’ah al-Yahu>d wa al-Yahu>diyah wa al-Sahyu>niyah; Namu>zaj Tafsiri> Jadi>d (Cet.I; Mesir: Da>r al-Syuru>q,1999)

Rais, Amien. Timur Tengah dan Krisis Teluk; Sebuah Analisa Kritis (Surabaya: CV. Amarpress, 1990)

Rasyid, Daud. Islam dalam Berbagai Dimensi (Cet.I; Jakarta: Gema Insani Press, 1998)

Sabara Nuruddin, Zionisme dan Berdirinya Negara Israel (3 September 2010) http://hminews.com/opini/zionisme-dan-berdirinya-negara-israel/(20 September 2012).

Shaleh, Sa’ad al-Din. Al-‘Aqidah al-Yahudiyah wa Khataraha ‘ala al-Insaniyah (Cet.III; Kairo: Maktabah al-Tabi’in, 2001)

Syalabi>, Ahmad. Muqa>ranah al-Adya>n; Al-Yahu>diyah (Cet.VIII; Mesir: Maktabah al-Nahdah al-Misriyah, 1988)


Nama Yahudi digunakan dalam empat nama yaitu Ibrani (Ibriyin), Israel (Israiliyin), Yahudi dan Sahyuni (zionis). Ibrani berarti orang yang menyeberang, karena mereka selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Israel bermakna hamba Allah, yang dinisbatkan kepada Nabi Ya’qub as. Kata Yahudi dinisbatkan kepada Yahudza, salah seorang anak nabi Ya’qub. Dalam al-Qur’an, istilah Yahudi dan Israel

[1] Daud Rasyid, Islam dalam Berbagai Dimensi (Cet.I; Jakarta: Gema Insani Press, 1998), h. 246. 

[2] Ada ungkapan yang menyatakan, tidak semua orang Yahudi adalah zionis, karena ditemukan sebagian orang Yahudi di Eropa tidak menganut ide ini, hal ini disebabkan ketidaksetujuannya menyakiti orang non Yahudi. Namun hal ini juga tidak berarti bahwa yang menetap di Palestina bukan zionis, justru semua orang Yahudi yang tinggal di tanah pendudukan dianggap sebagai zionis. 

[3] Amien Rais, Timur Tengah dan Krisis Teluk; Sebuah Analisa Kritis (Surabaya: CV. Amarpress, 1990), h. 9. 

[4] Ibid. h. 10. 

[5] Ah}mad Sa’duddin ‘Ali al-Bassa>ti, Al-Sahyu>niyah bayna al-Mad{i wa al-Ha>dir (Cet. I; Mesir: Da>r al-Tiba’a>h al-Muhammadiyah, 1989), h. 3-4 

[6] Abd al-Wahha>b Mohammad al-Masiri> (selanjutnya al-Masiri>), Mausu>’ah al-Yahu>d wa al-Yahu>diyah wa al-Sahyu>niyah; Namu>zaj Tafsiri> Jadi>d (Cet.I; Mesir: Da>r al-Syuru>q,1999), h. 13. 

[7] Ahmad Sa’duddin ‘Ali al-Bassa>ti>, op. cit., h. 88. 

[8] Ibid. 

[9] Ibid, h. 89. 

[10] Zion, atau kadangkala juga dieja sebagai Sion (dari Bahasa Ibrani: ציון, Tziyyon, Bahasa Arab: صهيون “Ṣahyūn”) adalah bukit di mana kota Yerusalem berdiri. Sekarang ini, perkampungan Yahudi di kota lama Yerusalem berdiri di atas bukit Zion. Nama Zion biasanya merujuk ke kota Yerusalem dan tanah Israel. Lihat Ahmad Taufiq Abdurrahman, Zionisme, Analisis Sejarah dan Perkembangannya, (http://vivixtopz.wordpress.com/artikel-islam/zionisme-analisis-sejarah-dan-perkembangannya/(20 September 2012). Lihat juga http://en.wikipedia.org/wiki/Zionism (19 September 2012), dengan beberapa perbaikan. 

[11]Peristilahan ini khusus bagi sekelompok kaum Yahudi saja, tidak menurut pandangan umum bagi semua orang Yahudi, karena pandangan di kalangan mereka sendiri beragam. Lihat Sa’ad al-Din Shaleh, Al-‘Aqidah al-Yahudiyah wa Khataraha ‘ala al-Insaniyah (Cet.III; Kairo: Maktabah al-Tabi’in, 2001), h. 42 

[12] Sabara Nuruddin, Zionisme dan Berdirinya Negara Israel (3 September 2010) http://hminews.com/opini/zionisme-dan-berdirinya-negara-israel/(20 September 2012). 

[13]Ibid. 

[14] Ahmad Sa’duddin ‘Ali al-Bassa>ti>, op. cit., h. 74. 

[15] Abd al-Wahha>b Mohammad al-Masiri>, op. cit., h. 14 

[16] Ibid., h. 89 

[17] Ahmad Sa’duddin ‘Ali al-Bassa>ti>, op.cit., h. 70 

[18]Ibid, h. 71 

[19] Ibid, h. 90-91 

[20] Amien Rais, op. cit., h. 10-11. 

[21] Ibid. 

[22] Ahmad Taufiq Abdurrahman, Zionisme, Analisis Sejarah dan Perkembangannya, (http://vivixtopz.wordpress.com/artikel-islam/zionisme-analisis-sejarah-dan-perkembangannya/(20 September 2012). 

[23] Roger Garaudy, Les Mythes Fondateurs de la Politique Israélienne (Al-Asa>tir al-Muassasah li al-Siya>sah al-Isra>’i>liyah) Terj. Tim Penerjemah Da>r al-Gad al-‘Arabi> (Cet.I; Kairo: Da>r al-Gad al-‘Arabi>, 1996), h. 18-20. 

[24] Ah}mad Sa’duddin ‘Ali al-Bassa>ti>, op.cit., h. 98 -107. 

[25] Theodor Herlz lahir di Budapest tahun 1860, belajar di Wina Austria tahun 1878, sebagai jurnalis kawakan dan penulis drama dengan karyanya the Ghetto. Dia wafat tahun 1904 sebelum sempat menyaksikan hasil konspirasinya. 

[26] Sa’ad al-Din S}aleh, op. cit., h. 90 

[27] Ibid., h. 92-93. Bandingkan dengan ‘Abba>s Mahmu>d al-Aqqa>d, Al-Sahyu>niyah al-‘Ala>miyah (Mesir: Da>r al-Ma’a>rif, 2001), h. 24. Lihat juga al-Bassa>ti>, op.cit. h. 119. Dokumen protokol tersebut sudah lama menjadi kitab suci Zionisme Internasional dan dipahami sebagai sumber inspirasi kaum Yahudi untuk menata dunia. Protokol ini berisi 24 pasal (24 (protokol). Mengenai pembahasan protokol ini dapat juga dilihat Ahmad Syalabi>, Muqa>ranah al-Adya>n; Al-Yahu>diyah (Cet.VIII; Mesir: Maktabah al-Nahdah al-Misriyah, 1988), h. 272-286. 

[28] Lihat al-Bassa>ti>, op.cit. h. 119. 

[29]Sabara Nuruddin, Zionisme dan Berdirinya Negara Israel (3 September 2010) http://hminews.com/opini/zionisme-dan-berdirinya-negara-israel/(20 September 2012). 

[30] Lihat al-Bassa>ti>, op.cit. h. 176. 

[31] Ibid., h. 95. Pertemuan pertama pada bulan Mei 1901 dan yang kedua pada Agustus 1902 

[32] Sa’ad al-Din S}aleh, op. cit., h. 97-100. Pada tahun 1905 Yahudi berkonspirasi untuk membunuh Sultan Abdul Hamid saat menunaikan shalat Jum’at, korban berjatuhan saat senjata ditembakkan, tetapi Sultan selamat dari peristiwa tersebut. Namun siasat Yahudi tidak berhenti hingga kekhalifaan jatuh ke tangan Kamal Attaturk (Laknatullah alaih). 

[33]Ahmad Taufiq Abdurrahman, Zionisme, Analisis Sejarah dan Perkembangannya (http://vivixtopz.wordpress.com/artikel-islam/zionisme-analisis-sejarah-dan-perkembangannya/(20 September 2012). 

[34]Sabara Nuruddin, Zionisme dan Berdirinya Negara Israel (3 September 2010) http://hminews.com/opini/zionisme-dan-berdirinya-negara-israel/(20 September 2012), dengan beberapa perbaikan 

[35] Lihat al-Bassa>ti>, op. cit. h. 177 

[36] Ibid. h. 178 

[37] Ibid 

[38] Ibid., h. 177-178 

[39] Ibid., h. 181 

[40] Marsa Atha>allah, Israi>l fi> Qafasi al-Ittiham (Mesir: Maktabah al-Usrah, 2001), h. 145-155.

Oleh : Akhmad Bazith

HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html