Monday 12 May 2014

PAHAM ALIRAN JABARIYAH

Pembahasan ilmu kalam sebagai hasil pengembangan masalah keyakinan agama belum muncul di zaman Nabi. Umat di masa itu menerima sepenuhnya penyampaian Nabi. Mereka tidak mempertanyakan secara filosofis apa yang diterima itu. Kalau terdapat kesamaran pemahaman, mereka langsung bertanya kepada Nabi dan umat pun merasa puas dan tenteram. Hal itu berubah setelah Nabi wafat. Nabi tempat bertanya sudah tidak ada. Pada waktu itu pengetahuan dan budaya umat semakin berkembang pesat karena terjadi persentuhan dengan berbagai umat dan budaya yang lebih maju. Penganut Islam sudah beragam dan sebagiannya telah menganut agama lain dan memiliki kebudayaan lama. Hal-hal yang diterima secara imānī mulai dipertanyakan dan dianalisa.

Al-Syahrastānī menyebutkan beberapa prinsip yang merupakan dasar bagi pembagian aliran teologi dalam Islam. Di antara prinsip fundamental yang dibahas dalam ‘ilmu al-kalām yakni berkenaan dengan qadar dan keadilan Tuhan. Ketika ulama kalam membicarakan masalah qada’ dan qadar, dan hal itu mendorong mereka untuk membicarakan asas taklif, pahala dan siksa, mereka pun berselisih dalam menentukan fungsi perbuatan manusia.

Tuhan adalah pencipta segala sesuatu, pencipta alam semesta termasuk di dalamnya perbuatan manusia itu sendiri. Tuhan juga bersifat Maha Kuasa dan memiliki kehendak yang bersifat mutlak dan absolut. Dari sinilah banyak timbul pertanyaan sampai di manakah manusia sebagai ciptaan Tuhan bergantung pada kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan dalam menentukan perjalanan hidupnya? Apakah Tuhan memberi kebebasan terhadap manusia untuk mengatur hidupnya? Ataukah manusia terikat seluruhnya pada kehendak dan kekuasaan Tuhan yang absolut?.

Menanggapi pertanyaan-pertanyaan tersebut maka muncullah dua paham yang saling bertolak belakang berkaitan dengan perbuatan manusia. Kedua paham tersebut dikenal dengan istilah Jabariyah dan Qadariyah. Golongan Qadariyah menekankan pada otoritas kehendak dan perbuatan manusia. Mereka memandang bahwa manusia itu berkehendak dan melakukan perbuatannya secara bebas. Sedangkan Golongan Jabariyah adalah antitesa dari pemahaman Qadariyah yang menekankan pada otoritas Tuhan. Mereka berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya.

Di samping itu, berbagai ayat alquran menampakkan kedua aliran itu secara nyata. Berbagai ayat menunjukkan kebebasan manusia melakukan perbuatannya. Setiap manusia dibebani tanggung jawab atas segala tingkah lakunya. Karenanya mereka berhak memperoleh pahala atau menerima siksa, dipuji atau dicela. Demikian pula banyak ayat lain dalam alquran yang mengisyaratkan bahwa manusia itu dikuasai sepenuhnya oleh Tuhan. Dengan kata lain manusia tidak memiliki kebebasan.

Para ahli agama dan filosof dalam berbagai kurun waktu aktif membahas apakah manusia bebas berbuat sesuatu dengan kehendaknya atau kehendaknya itu disebabkan oleh sesuatu yang di luar dirinya.

A. Pengertian Paham Jabariyah

Jabariyah berasal dari kata Arab jabara yang berarti alzama hu bi fi’lih, yaitu berkewajiban atau terpaksa dalam pekerjaannya. Manusia tidak mempunyai kemampuan dan kebebasan untuk melakukan sesuatu atau meninggalkan suatu perbuatan. Sebaliknya ia terpaksa melakukan kehendak atau perbuatannya sebagaimana telah ditetapkan Tuhan sejak zaman azali. Dalam filsafat Barat aliran ini desebut Fatalism atau Predestination.

Paham Jabariyah ini berpendapat bahwa qada dan qadar Tuhan yang berlaku bagi segenap alam semesta ini, tidaklah memberi ruang atau peluang bagi adanya kebebasan manusia untuk berkehendak dan berbuat menurut kehendaknya. Paham ini menganggap semua takdir itu dari Allah. Oleh karena itu menurut mereka, seseorang menjadi kafir atau muslim adalah atas kehendak Allah.

Namun demikian, Jabariyah terbagi atas dua kelompok utama, yaitu:

  1. Jabariyah murni atau ekstrim,yang dibawa oleh Jahm bin Shafwān paham fatalisme ini beranggapan bahwa perbuatan-perbuatan diciptakan Tuhan di dalam diri manusia, tanpa ada kaitan sedikit pun dengan manusia, tidak ada kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya. Manusia sama sekali tidak mampu untuk berbuat apa-apa, dan tidak memiliki daya untuk berbuat. Manusia bagaikan selembar bulu yang diterbangkan angin, mengikuti takdir yang membawanya. Manusia dipaksa, sama dengan gerak yang diciptakan Tuhan dalam benda-benda mati. Oleh karena itu manusia dikatakan “berbuat” bukan dalam arti sebenarnya, tetapi dalam arti majāzī atau kiasan. Seperti halnya “perbuatan” yang berasal dari benda-benda mati. Misalnya dikatakan: pohon berbuah, air mengalir,batu bergerak, matahari terbit dan terbenam, langit mendung dan menurunkan hujan, bumi bergerak dan menghasilkan tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya. Selain itu, menurut mereka pahala dan dosa ditentukan sebagaimana halnya dengan semua perbuatan. Jika demikian, maka taklif atau pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab juga merupakan suatu paksaan. Kalau seseorang mencuri atau minum khamr misalnya, maka perbuatannya itu bukanlah terjadi atas kehendaknya sendiri, tetapi timbul karena qada dan qadar Tuhan yang menghendaki demikian. Dengan kata lain bahwa ia mencuri dan meminum khamr bukanlah atas kehendaknya tetapi Tuhanlah yang memaksanya untuk berbuat demikian.
  2. Jabariyah moderat, yang dibawa oleh al-Husain bin Muhammad al-Najjār. Dia mengatakan bahwa Allah berkehendak artinya bahwa Dia tidak terpaksa atau dipaksa. Allah adalah pencipta dari semua perbuatan manusia, yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, tetapi manusia mempunyai andil dalam perwujudan perbuatan-perbuatan itu. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannnya. Dan inilah yang disebut dengan kasb. Paham ini juga dibawakan oleh Dhirār bin ‘Amru. Ketika dia mengatakan bahwa perbuatan-perbuatan manusia pada hakikatnya diciptakan oleh Allah, dan manusia juga pada hakikatnya memiliki bahagian untuk mewujudkan berbuatannya. Dengan demikian, menurutnya bisa saja sebuah tindakan dilakukan oleh dua pelaku.
Paham moderat ini mengakui adanya intervensi manusia dalam perbuatannya. Karena manusia telah memiliki bahagian yang efektif dalam mewujudkan perbuatannya. Sehingga manusia tidak lagi seperti wayang yang digerakkan dalang. Menurut paham ini, Tuhan dan manusia bekerja sama dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan manusia.

B. Lahirnya Paham Jabariyah dan Tokohnya

Munculnya paham ini tetap mempunyai kaitan dengan aliran-aliran Kalam sebelumnya yakni Khawārij dan Murji’ah, sementara itu muncul dalam sejarah teologi Islam seorang bernama Washil bin ‘Atha’ yang lahir di Madinah di tahun 700 M dan mendirikan aliran teologi baru yang berbeda dengan kedua aliran teologi sebelumnya yang dikenal dengan nama Mu’tazilah. Pada masa inilah umat Islam telah banyak mempunyai kontak dengan keyakinan-keyakinan dan pemikiran-pemikiran dari agama-agama lain dan dengan filsafat Yunani. Sebagai akibat dari kontak ini masuklah ke dalam Islam paham Qadariyah (free will dan free act) dan paham Jabariyah atau fatalisme.

Paham Jabariyah ini lahir bersamaan dengan dikembangkannya paham Qadariyah oleh pengikut-pengikutnya setelah kedua tokoh paham free will ini wafat. Di dalam buku Sarh al-‘Uyūn dikatakan bahwa paham Jabariyah ini berakar dari orang-orang Yahudi di Syām, lalu mereka mengajarkannya kepada sebagian orang muslim saat itu, setelah mempelajarinya kemudian mereka menyebarkannya. Tetapi perkataan ini tidak berarti bahwa paham ini semata-mata berakar dari Yahudi saja, karena orang Persia juga telah mengenal pemikiran tersebut sebelumnya.

Golongan muslim yang pertama kali memperkenalkan paham Jabariyah ini adalah al-Ja’d bin Dirham, tetapi waktu itu belum begitu berkembang. Kemudian Jahm bin Shafwān dari Khurāsān mempelajari paham ini dari al-Ja’d bin Dirham yang kemudian menyebar luaskannya. Jahm yang terdapat dalam aliran Jabariyah ini sama dengan Jahm yang mendirikan aliran al-Jahmiyyah dalam kalangan Murji’ah. Sehingga paham Jabariyah juga identik dengan sebutan Jahmiyyah karena berkembang setelah disebarluaskan oleh Jahm bin Shafwān. Sebagai sekretaris Syurayh ibn al-Hārits, ia turut dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayyah. Dalam perlawanan tersebut Jahm ditangkap dan dihukum mati tahun 131 H.

Perbedaan pandangan dan persepsi kedua paham ini juga dipergunakan oleh budaya politik sesuatu tempat dan keadaan. Golongan Murji’ah menganggap bahwa penderitaan rakyat di satu pihak dan kekejaman penguasa di pihak lain itu adalah sudah takdirnya demikian, seperti dinyatakan oleh Yāzid bin Mu’āwiyah waktu dia menerima kepala Sayidinā Husain bin ‘Abi Thālib dibawa kepadanya dia berkata dan langsung menyitir ayat alquran QS. Ali ‘Imrān(3) ayat 26.
  
Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Dengan mengemukakan ayat ini, Yāzid bermaksud mengatakan bahwa apa yang diderita oleh Husain bin ‘Ali yang dibunuh dengan kejam oleh serdadu Yāzid bin Mu’āwiyah dari dinasti Umayyah itu, adalah sudah kehendak Tuhan, bukan kehendak Yāzid dan serdadunya. Agar umat yang mendukung Husain tidak marah atau dendam, karena itu “takdir” Tuhan semata-mata. Inilah ajaran Murji’ah yang sangat laku, di negeri yang dikuasai diktator despoot dan tirani. Hal ini ditentang oleh golongan Qadariyah, karena mereka menganggap bahwa tirani kekejaman dan penindasan oleh manusia atas manusia itu harus dilawan karena bertentangan dengan hukum Tuhan. Dan penguasa yang tiran harus ditumbangkan, karena Allah tidak akan mengubah suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.

C. Argumen-argumen Paham Jabariyah

Di antara ayat-ayat yang bisa membawa pada paham Jabariyah, misalnya:

“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”

“Maka Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya.”“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” “Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah.”“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.”

Selain berbagai argumen teks, mereka juga menggunakan argumen-argumen rasio. Di antara dalil-dalil ‘aqli yang digunakan paham jabariyah juga menggunakan argumen-argumen rasional untuk mempertahankan pendapat yang dianutnya, di antara dalil-dalil ‘aqli yang mereka gunakan ialah:

Sekiranya manusia menciptakan perbuatan-perbuatannya sendiri dengan kemampuan yang dimilikinya berdasarkan kemauannya sendiri, tentulah perbuatan-perbuatan itu bukan dengan kehendak Allah dan kekuasaann-Nya. Karena mustahil berpautan dua kehendak dengan satu perbuatan dan menjadikan kekuasaan Allah terbatas. Dan Allah mempunyai sekutu dalam perbuatan-Nya. Hal ini tidak sesuai dengan kebesaran Allah SWT. Padahal kesempurnaan-Nya adalah mutlak.

Jika dianggap manusia adalah pelaku yang mempunyai daya pilih apa yang disukai, tentulah ilmunya meliputi segala perincian apa yang dibuatnya, sedang Allah berfirman QS al-Mulk (67): 14
  
Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?

Maka kalau manusia menciptakan segala perbuatannya dengan ikhtiarnya, tentulah dia mengetahui perincian dari perbuatan-perbuatannya itu; dia mengetahui apabila dia melangkah apa yang akan terjadi dari langkahnya itu?, dan dia mengetahui mengapa kakinya bergerak? Dan seterusnya. Akan tetapi manusia tidak mengetahui perincian itu. Kalau demikian, tidaklah manusia dikatakan mukhtār dalam perbuatannya.

Segala perbuatan hanya dinisbatkan atau disandarkan kepada yang melaksanakannya bukan kepada yang menciptakannya. Sesungguhnya Allah menciptakan warna dan Allah sendiri tidak bersifat dengan warna-warna itu. Yang bersifat dengan warna ialah tempat warnanya itu. Masalah taklif, pahala dan siksa tidaklah tunduk kepada aturan-aturan yang dengan aturan itu kita analogikan kepada perbuatan-perbuatan kita. Aturan-aturan itu berada di atas pengertian kita dan Allah tidak ditanyakan tentang perbuatan-Nya.

Berbagai argumen yang dapat diterima akal sehat saling bertentangan. Berbagai ayat yang pada lahirnya saling bertentangan. Adalah tidak mengherankan kalau umat Islam mempertanyakan bagaimana sebenarnya perbuatan manusia itu, meskipun para pioner masing-masing paham Jabariyah yang pertama telah wafat. Di satu segi, manusia tampaknya memiliki hak memilih dan dituntut pertanggung jawaban atas setiap perbuatannya, baik atau jelek. Sementara itu harus diyakini bahwa Tuhan Maha Kuasa karena pencipta segala makhluk.

Dalam sejarah teologi Islam, paham Jabariyah, meskipun tidak identik dengan paham yang dibawa oleh Jahm bin Shafwān atau dengan pahan yang dibawa al-Najjār dan Dirār, terdapat dalam aliran al-Asy’ariyah.


KESIMPULAN

Munculnya paham Jabariyah tetap mempunyai kaitan dengan aliran-aliran Kalam sebelumnya yakni Khawārij dan Murji’ah, sementara itu muncul dalam sejarah teologi Islam seorang bernama Washil bin ‘Atha’ yang lahir di Madinah di tahun 700 M dan mendirikan aliran teologi baru yang berbeda dengan kedua aliran teologi sebelumnya yang dikenal dengan nama Mu’tazilah. Pada masa inilah umat Islam telah banyak mempunyai kontak dengan keyakinan-keyakinan dan pemikiran-pemikiran dari agama-agama lain dan dengan filsafat Yunani. Sebagai akibat dari kontak ini masuklah ke dalam Islam paham Qadariyah (free will dan free act) dan paham Jabariyah atau fatalisme.

Paham Jabariyah ini lahir bersamaan dengan dikembangkannya paham Qadariyah oleh pengikut-pengikutnya setelah kedua tokoh paham free will ini wafat. Yang pertama kali diperkenalkan oleh al-Ja’d bin Dirham, tetapi waktu itu belum begitu berkembang. Kemudian Jahm bin Shafwān dari Khurāsān mempelajari paham ini dari al-Ja’d bin Dirham yang kemudian menyebar luaskannya. Jahm yang terdapat dalam aliran Jabariyah ini sama dengan Jahm yang mendirikan aliran al-Jahmiyyah dalam kalangan Murji’ah. Sehingga paham Jabariyah juga identik dengan sebutan Jahmiyyah karena berkembang setelah disebarluaskan oleh Jahm bin Shafwān. Sebagai sekretaris Syurayh ibn al-Hārits, ia turut dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayyah. Dalam perlawanan tersebut Jahm ditangkap dan dihukum mati tahun 131 H.

DAFTAR PUSTAKA

Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab, Dar fikr, juz 2. al-Fairuz Abadiy, al-Qamus al-Muhith, Dikutip dari CD maktabah al-Ma’arif al-Islamiyah edisi ke-II.


Departemen Pendidikan Nasional, Ensiklopedi Islam, Jakarta PT. Ichtiar Baru Van Hoeve 2003.


Muhammad Ali Abu Rayyan, Tarikhu al-Fikri al-Falsafi fi al-Islam, Darul Ma`’rifah al-Jami`’iyyah 1996.


Muhammad Abu Zahrah, Tarikhu al-Mazahibi al-Islamiyyah, Darul fikr Arabiy.


Harun Nasution, Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, Mizan Bandung:1996.


Jalaluddin Rahman, Konsep Perbuatan Manusia Menurut Al-Qur`an, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 1998.


Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Syifa`ul Alil fi Masa`ail Qadha wal al-Qadar wa al-Hikmah wa at-Ta`lil diterjemahkan Abd Gaffar, Qadha dan Qadar Ulasan Tuntas Masalah Takdir, Pustaka Azzam 2004.


Ibnu Taimiyah, Majmu` Fatawa, Darul Fikr Beirut jilid VIII.


Mahmud Abd al-Raziq, Mafhum al-Qadr wa al-Hurriyah inda Awa’il al-Shufiyah, Dikutip dari CD al-Maktabah al-Syamilah Edisi kedua.


Imam Asy-Syihristani, al-Milal wa an-Nihal, diterjemahkan Aswadie Syukur LC, Bina Ilmu.


Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta Universitas Indonesia, 1986


KIKI ERWINDA 

SARPIATI





























0 komentar:

HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html