Islam Di Domba Hitamkan

Ditengah kekacauan,Fitnah, teror dan kekerasan,umat Islam tetap tabah berdiri mempertahankan keyakinannya, dengan memperkenalkan agamanya dengan cara-cara damai dan menyejukkan.

Akhirnya Sunni dan Syiah Bersatu

Bukankah mereka mengimani tuhan yang sama, Mencintai Nabi dan Rosul yang sama, memiliki Kitab suci yang sama, Mempunyai Syahadah yang sama ?, Kemudian mereka saling fitnah dan menumpahkan darah.

Pengaruh Peradaban Islam Terhadap dunia Modern

Pada masa lampau, peradaba Islam memberikan sumbangan besar terhadap kemajuan dunia Barat, kini Islam dan Barat saling menghunus pedang, Islam sebagai Tokoh Kegelapan, sedangkan Barat sebagai Tokoh Peradaban.

Jihad Dan Terorisme dalam Prespektif Islam

Siapa mereka yang mengatakan terorisme merupakan bagian dari jihad fi sabilillah ?? sedangkan teror sangat ditentang oleh teks rujukan utama umat Islam.

Lagenda Assasin "Penebar Maut Lembah Alamut"

Asyhasin(assassin) Antara Lagenda dan Mitos, Siapa Sangka Assassin yang terkenal sebagai Game, adalah Kisah Nyata Pasukan Khusus sekte pecahan Syiah Ismailiyah.

Wednesday, 28 November 2012

Ir. Soekarno "Sejarah Dan Pemikirannya"



Oleh 
Chairul Mundzir
Musdhalifha



A. Latar Belakang

Ir Soekarno, nama itu sudah tidak asing lagi bagi seluruh warga negaraIndonesia, karena jasa-jasanya kepada bangsa Indonesia. Karena beliau adalah salah satu Proklamator Kemerdekaan Indonesia, namun sekarang generasi muda hanya mengenal beliau sebagai proklamator, tapi para generasi muda tidak mengetahui siapa sesungguhnya Ir. Soekarno itu.

Lebih daripada itu, Ir Soekarno adalah kaum intelektual Indonesia yang banyak menelurkan pemikiran-pemikiran yang tidak hanya diterima bahkan sebahagian pemikiran Soekarno banyak yang ditolak. Bahkan Soekarno pun, memiliki pemikiran dalam Islam walaupun ia lahir dan dibesarkan di sebuah keluarga yang tak membaca Qur’an sebagai bagian kehidupan sehari-hari. ayahnya seorang priyayi Jawa, pengikut theosofi, ibunya seorang perempuan Hindu Bali.

Maka dalam makalah ini akan saya jelaskan tentang biografi dari Ir. Soekarno agar kita dapat mengetahui secara detail tentang kehidupan salah satu tokoh proklamator itu, dan akan di sebutkan pula hal-hal yang mungkin sudah dilupakan oleh para pemuda bangsa, seperti halnya kiprah politik yang dilakukan oleh Soekarno.

A. Biografi Soekarno

Dr. Ir. Soekarno (Sukarno, nama lahir: Koesno Sosrodihardjo) (lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal diJakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 19451966. Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Koesno Sosrodihardjo oleh orangtuanya. Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".

Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu sedangkan Raden Soekemi sendiri beragama Islam. Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno lahir. Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.

Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja. Kemudian pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS). Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS di Surabaya, Jawa Timur. Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto. Tjokroaminoto bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis. Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Dharmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo. Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918. Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.

Tamat HBS Soerabaja bulan Juli 1921, bersama Djoko Asmo rekan satu angkatan di HBS, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921, setelah dua bulan dia meninggalkan kuliah, tetapi pada tahun 1922 mendaftar kembali dan tamat pada tahun 1926. Soekarno dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25 Mei 1926 dan pada Dies Natalis ke-6 TH Bandung tanggal 3 Juli 1926 dia diwisuda bersama delapan belas insinyur lainnya.

Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto. Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.

Sebagai arsitek Bung Karno adalah presiden pertama Indonesia yang juga dikenal sebagai arsitek alumni dari Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB). Ir. Soekarno pada tahun 1926 mendirikan biro insinyur bersama Ir. Anwari, banyak mengerjakan rancang bangun bangunan. Selanjutnya bersama Ir. Rooseno juga merancang dan membangun rumah-rumah dan jenis bangunan lainnya.

B. Kiprah Politik

1. Masa pergerakan nasional

Soekarno untuk pertama kalinya menjadi terkenal ketika dia menjadi anggota Jong Java cabang Surabaya pada tahun 1915. Bagi Soekarno sifat organisasi tersebut yang Jawa-sentris dan hanya memikirkan kebudayaan saja merupakan tantangan tersendiri. Dalam rapat pleno tahunan yang diadakan Jong Java cabang Surabaya, Soekarno menggemparkan sidang dengan berpidato menggunakan bahasa Jawa ngoko (kasar). Sebulan kemudian dia mencetuskan perdebatan sengit dengan menganjurkan agar surat kabar Jong Java diterbitkan dalam bahasa Melayu saja, dan bukan dalam bahasa Belanda.

Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung yang merupakan hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo. Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada tanggal 29 Desember 1929 di Yogyakarta dan esoknya dipindahkan ke Bandung, untuk dijebloskan ke Penjara Banceuy. Pada tahun 1930 ia dipindahkan ke Sukamiskin dan pada tahun itu ia memunculkan pledoinya yang fenomenal Indonesia Menggugat (pledoi), hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.

Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hasan.

Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu. Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.

2. Masa penjajahan Jepang

Pada masa penjajahan Jepang, Jepang memerhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh-tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H. Mas Mansyur, dan lain-lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerja sama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.

Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, diantaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945, dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan.

Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.

Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang, antara lain dalam kasus romusha.

3. Masa Perang Revolusi

Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan momen tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP. Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa Lapangan Ikada tempat 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.

Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu (di bawah Inggris), meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby.

Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.

Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan, sistem pemerintahan berubah menjadi semipresidensil/double executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden dan maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.

Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.

4. Masa kemerdekaan

Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno.

Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Berkat jasanya itu, banyak negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan Indonesia.

Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC).

5. Kejatuhan

Situasi politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada 1965. Pelaku sesungguhnya dari peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di dalamnya. Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI dibubarkan. Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme). Sikap Soekarno yang menolak membubarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik.

Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno. Isi dari surat tersebut merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden. Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang. Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden berhalangan.

Soekarno kemudian membawakan pidato pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S pada Sidang Umum ke-IV MPRS. Pidato tersebut berjudul "Nawaksara" dan dibacakan pada 22 Juni 1966. MPRS kemudian meminta Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut. Pidato "Pelengkap Nawaskara" pun disampaikan oleh Soekarno pada 10 Januari 1967 namun kemudian ditolak oleh MPRS pada 16 Februari tahun yang sama.

Hingga akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka. Dengan ditandatanganinya surat tersebut maka Soeharto de facto menjadi kepala pemerintahan Indonesia. Setelah melakukan Sidang Istimewa maka MPRS pun mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar Revolusi dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan umum berikutnya

C. Pemikiran Soekarno

1. Nasakom

Nasakom adalah singkatan Nasionalis, Agama dan Komunis. Konsep ini diperkenalkan oleh Soekarno Presiden pertama Republik Indonesia yang menekankan adanya persatuan dari segala macam ideologi Nusantara untuk melawan penjajahan, dan sebagai pemersatu Bangsa untuk Revolusi rakyat dalam upaya memberantas kolonialisme di bumi Indonesia. Dengan penyatuan tiga konsep ini (Nasionalis, Agamis dan Komunis) Soekarno berusaha untuk mengajak segala komponen bangsa tanpa melihat segala perbedaan yang ada. Baik itu perbedaan Religius maupun suku dan budaya.

Teori Nasakom, telah lahir dan di rumuskan oleh Sukarno Sejak tahun 1926, yang waktu itu di istilahkan dengan tiga hal pokok yakni “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme. Yang pada intinya di persatukan dalam satu tujuan yaitu Gotong-royong (bekerja bersama-sama) untuk Revolusi Indonesia dalam melawan Imperialisme.

Namun ideologi ini runtuh ketika tragedi 30 september yang diduga adalah rekayasa kudeta yang dilakukan rezim Soeharto dengan memanfaatkan musuh politiknya (Partai Komunis Indonesia / PKI) yang kemudian di lakukan penghapusan pada partai tersebut dan di sertai dengan pembantaian rakyat indonesia yang terkait dengan partai tersebut.

2. Soekarno dan Islam

Kebanyakan orang akan berkata bahwa Soekarno sama sekali tidak memiliki pemikiran tentang Islam apalagi ketika Soekarno tidak melaksanakan janjinya kepada umat muslim Indonesia untuk mengembalikan pasal pertama dalam Pancasila khusus bagi umat muslim, dan untuk mengobati rasa sakit umat muslim, ia pun membentuk Departemen Agama.

Namun pada akhirnya pergolakan tetap terjadi dengan munculnya pemberontakan dari berbagai daerah meng-atas namakan dirinya gerakan DI/TII yang dipimpin oleh Kartosoewirjo dan di Sulawesi-Selatan oleh Kahar Muzakkar. Yang pada akhirnya pemberontakan ini dapat dihentikan.

Hingga perdebatan keras antara Soekarno dan Nartsir tentang agama dan negara. Dalam tulisannya, Bung Karno menyebut sekularisasi yang dijalankan Kemal Attaturk di Turki yakni pemisahan agama dari negara sebagai langkah ”paling modern” dan ”paling radikal”. Menurut Soekarno, apa yang dilakukan Turki sama dengan yang dilakukan negara- negara Barat. Di negara-negara Barat, urusan agama diserahkan kepada individu pemeluknya, agama menjadi urusan pribadi, dan tidak dijadikan sebagai urusan negara. Jadi kesimpulan Soekarno, buat keselamatan dunia dan buat kesuburan agama bukan untuk mematikan agama itu,urusan dunia diberikan kepada pemerintah, dan urusan agama diberikan kepada yang mengerjakan agama.

Natsir mengkritik keras pandangan Soekarno tentang pemisahan agama dengan negara. Natsir meyakini perlunya membangun negara yang diinspirasikan oleh nilai- nilai Islam. Oleh karena itu segala aktivitas muslim untuk berbangsa dan bernegara harus ditujukan untuk pengabdian kepada Allah. Yang tentunya berbeda dengan tujuan mereka yang berpaham netral agama. Untuk itu, Tuhan memberi berbagai macam aturan mengenai hubungan dengan Tuhan dan aturan menegenai hubungan di antara sesama makhluk yang berupa kaidah-kaidah yang berkenaan dengan hak dan kewajiban. Itulah sebenarnya yang oleh orang sekarang disebut “urusan kenegaraan”. Yang orang sering lupa ialah bahwa pengertian “agama” menurut Islam bukanlah hanya urusan “ibadat” saja, melainkan meliputi semua kaidah dan hudud dalam muamalah dalam masyarakat. Dan semuanya sudah tercantum dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Akan tetapi, jika ingin melihat pemikiran Soekarno dalam Islam perlu meninjau status keanggotaanya dalam Muhammadiyah hingga pemikirannya tetang “Islam Sontoloyo”

Pemikiran sosial-keagamaan Soekarno tumbuh dari pengembaraan spiritualnya baik dalam pengasingan, penjara, dialog dan hasil korespondensinya dengan sejumlah tokoh Islam sekaliber KH. Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah, H.O.S. Tjokroaminoto dari Serikat Islam (SI), M. Natsir dari Masyumi, A. Hassan dari Persatuan Islam (Persis), K.H Mas Mansur dan tokoh lainnya. Dari sinilah butir-butir pemikiran Islamnya muncul secara rasional, transformatif, progresif dan elastis.

Islam Sontoloyo adalah istilah kontroversial yang pernah dilontarkan oleh Soekarno. Menurutnya, dalam buku tersebut dijelaskan: “Secara harfiah makna sontoloyo (jawa) bisa bermakna sebagai kekonyolan, ketidakbecusan, ataupun kebodohan. Penggunaan kata sontoloyo dalam tulisannya “Islam Sontoloyo” oleh Soekarno lebih untuk merujuk kepada muslim (kelompok) yang memandekkan perkembangan pemikiran Islam melalui penafsiran tunggal untuk kepentingan diri atau kelompoknya semata”.

Melalui gagasan Islam Sontoloyo, Soekarno sesungguhnya bukan ingin mengecilkan makna Islam itu sendiri. Di balik itu, Soekarno pada dasarnya ingin mengajak umat Islam untuk memahami Islam dari kacamata lain sesuai dengan tuntutan jaman. Atau dengan bahasa yang lain seperti dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi (1963) Soekarno berharap agar kaum muslim dan muslimat dapat memudakan pengertian Islam agar lebih bijaksana. Demikian ungkapannya meminjam istilah pemikir Islam terkemuka Sayid Amir Ali.

Oleh sebab itu, dilengkapi dengan kepandaian bahasa dan kepiawaiannya memahami Islam dengan semangat pembaruan, Soekarno dengan lantang mengkritisi paham keagamaan yang fatalistik. Secara teologis, dalam persoalan fikih misalnya, Soekarno melihat fikih bukanlah sekadar syarat dan rukun dalam beribadah semata melainkan dalam konteksnya dengan peradaban Islam fikih memiliki dimensi spiritual dan dimensi duniawi. Maka pemahamannya harus bersandarkan pada kedua dimensi tersebut. Ini haruslah dilakukan secara proporsional sesuai dengan watak asli dari fikih itu sendiri.

Contoh lainnya zakat, seperti diuraikan dalam buku ini bahwa sesungguhnya zakat dalam Islam adalah semangat dan bentuk pembebasan manusia atas sebuah keadaan yang penuh kekurangan dan kemiskinan struktural dengan didasarkan pada solidaritas dan kolektivitas umat. Bukan hanya sebuah ritual formal belaka atas kewajiban muzakki untuk mengeluarkan zakat pada nisab tertentu, demikian menurut Soekarno.

Berpijak dari wawasan Soekarno tentang Islam, buku mungil ini juga menguraikan sisi kehidupan spiritual Soekarno yang jatuh hati pada Muhammadiyah yang berilian dengan ide pembaruan. Ketertarikannya dengan Muhammadiyah sejalan dengan ikhtiar Soekarno untuk membuka tabir kemajuan peradaban di balik kata Islam dari tokoh-tokoh pencerahan Islam seperti Muhammad Abduh, Jamaluddin al-Afghani, sampai proklamator kebangkitan Islam Ali Pasha, Arabi Pasha, Ahmad Bey Agayeff, dan Mohammad Ali, yang menghiasi wawasan keislaman dan kemuhammadiyahannya.

Menariknya, ketika Soekarno dipindahkan oleh Belanda dari Flores ke Bengkulen, maka Soekarno resmi masuk menjadi anggota Muhammadiyah pada tahun 1938. Bersama Saudara Hasan Din di Bengkulen Soekarno berpartisipasi aktif dalam kegiatan dakwah Muhammadiyah. Yang kemudian menjadi mertua beliau karena ayah dari Fatmawati, seorang perempuan yang dinikahi Soekarno.

Di lain kisah, Presiden Soekarno hadir dalam penutupan Muktamar Muhammadiyah Setengah Abad pada 25 November 1962 di Jakarta. Dalam penutupan Muktamar pada waktu itu, Soekarno mengucapkan: “Sekali Muhammadiyah, tetap Muhammadiyah!” Dan yang membuat suasana menakjubkan adalah saat Presiden Soekarno mengatakan: “Sejak saya menjadi Presiden Repulik Indonesia, saya belum pernah ditagih kontribusi. Jadi saya minta agar supaya sejak sekarang ditagihlah kontribusi saya ini”.

Secara garis besar, dapat dilihat bagaimana seorang Bung Karno meletakan Islam sebagai alat melintasi zaman. Bung Karno tidak hanya mengupas kulit Islam yang paling luar, kepiawaian dalam menafsirkan makna Islam, serta keberanian mendekonstruksi kata Islam sesuai konteks zaman menentukan gagasan ke-Islamannya yang progresif.

KESIMPULAN

Dalam kehidupannya, Soekarno yang lahir pada zaman penjajahan telah membawa perubahan yang sangat luar biasa di Negara Indonesia. Beliau adalah seorang yang menjadi proklamator, beliau adalah tokoh pergerakan nasional yang sangat terkenal karena keteguhan hatinya dan keyakinannya.

Tidak hanya itu beliau juga berkiprah di dunia politik dari zaman pergerakan nasional hingga zaman kemerdekaan, beliau turut berjasa dalam pergolakan melawan penjajah di Indonesia, seperti di Jakarta, Surabaya dan lainnya, walaupun beliau pernah diasingkan namun beliau tak pernah berhenti berjuang, walau pada akhir hayatnya beliau malah dituduh sebagai anggota dari PKI, akibat dari penolakannya dari TRITURA.

Pemikiran-pemikiran Soekarno dari Nasakom hingga pemikirannya tentang Islam (pro-kontra). Sangat banyak mempengaruhi perkembangan Indonesia hingga saat ini.


DAFTAR PUSTAKA

Amar. Faozan., ed, Soekarno dan Muhammadiyah, Cet I: Jakarta, Al-Wasath Publishing House, 2009

Legge, J.D. Soekarno, Biografi Politik. Jakarta, Sinar Harapan, 1985.

Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta, UGM Press,1991.

Soekarno, id. wikipedia.org/ Soekarno.html

Thursday, 22 November 2012

Motivasi Hadis Dalam Perkembangan Historiografi Islam


Oleh: 

HUSAINI ABU BAKAR 

A. Latar Belakang Masalah

Hadits merupakan salah satu sumber hukum Islam, sebuah Hadits dari Rasulullah SAW mangatakan bahwa “ Aku tinggalkan dua pusaka pada kalian. Jika kalian berpegang pada keduannya, niscaya tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah (Al-quran) dan sunah Rasul-Nya “

Walupun Hadits merupakan Sumber hukum Islam, Akan tetapi Hadis tidak mempunyai perintah dari Nabi Muhammad SAW untuk menulisnya, berbeda dengan al- Quran yang mana memang sudah mempunyai printah dari nabi untuk ditulis, Pembukuan Hadits baru di mulai setelah sekita seabad dari kematian Nabii Muhammad SAW yaitu pda abad kedua Hijriah, Masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz Dinasti Bani Umayyah, Penulisan Hadis tersebut Termotivasi dari beredarnya Hadits palsu, akibat dari perseteruan politik pada masa Itu.

Selanjutnya, Pembukuan Hadits meningkat pesat, sehingga banyak melahirkan Ilmu-ilmu baru, yaitu ilmu yang digunakan sebagai metode dalam menguji keorisinilan sebuah hadits, apakah hadits tersebut benar dari nabi atau tidak. Pertumbuhan Ilmu metode tersebut sedikit banyak telah memberikan sumbangan yang sangat besar pada petumbuhan dan perkembangan Historiografi Islam , Metode riwayat misalnya, atau metode kritik sanad, yang kemudian berkembang menjadi sebuah metode Historiografi yang sangat Populer yaitu kritik sejarah.

Dalam Perkembangannya Pembukuan Hadits memberikan Sumbangsih yang sangat besar dalam Perkembangan Historiografi Islam, Baik itu dalam Bentuk Ilmu, Metode, maupun karya-karya yang luar biasa dari para Muhaddisin.

A. Pengertian Hadits

Menurut bahasa kata hadits memiliki arti;
al jadid minal asyya (sesuatu yang baru), lawan dari qodim. Hal ini mencakup sesuatu (perkataan), baik banyak ataupun sedikit.
Qorib (yang dekat)
Khabar (warta), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain dan ada kemungkinan benar atau salahnya. Dari makna inilah diambil perkataan hadits Rasulullah saw.

Jamaknya adalah hudtsan, hidtsan dan ahadits. Jamak ahadits-jamak yang tidak menuruti qiyas dan jamak yang syad-inilah yang dipakai jamak hadits yang bermakna khabar dari Rasulullah saw. Oleh karena itu, hadist-hadits Rasul dikatakan ahadits al Rasul bukan hudtsan al Rasul atau yang lainnya.

Ada juga yang berpendapat ahadits bukanlah jamak dari hadits, melainkan merupakan isim jamaknya.

Dalam hal ini, Allah juga menggunakan kata hadits dengan arti khabar, dalam firman-Nya;

فليأتوا بحديث مثله إن كانوا صادقين.

“maka hendaklah mereka mendatangkan khabar yang sepertinya jika mereka orang yang benar” (QS. At Thur; 24).

Adapun hadits menurut istilah ahli hadits hampir sama (murodif) dengan sunah, yang mana keduanya memiliki arti segala sesuatu yang berasal dari Rasul baik setelah dingkat ataupun sebelumnya. Akan tetapi kalau kita memandang lafadz hadits secara umum adalah segala sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad saw. setelah diangkat menjadi nabi, yang berupa ucapan, perbuatan, dan taqrir beliau. Oleh sebab itu, sunah lebih umum daripada hadits.

Menurut ahli ushul hadits adalah segala pekataan Rosul, perbuatan dan taqrir beliau, yang bisa bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i. Oleh karena itu, menurut Ahli Ushul sesuatu yang tidak ada sangkut pautnya dengan hukum tidak tergolong hadits, seperti urusan pakaian.

B. Struktur Hadist

Secara struktur hadits terdiri atas dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai penutur) dan matan (redaksi).

Contoh:Musaddad mengabari bahwa Yahyaa sebagaimana diberitakan oleh Syu’bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda: “Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri” (Hadits riwayat Bukhari)

a. Sanad

Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga mencapai Rasulullah. Sanad, memberikan gambaran keaslian suatu riwayat.

Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/perawi ervariasi dalam lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad disebut dengan thaqabah. Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thaqabah sanad akan menentukan derajat hadits tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits.

Jadi yang perlu dicermati dalam memahami Al Hadits terkait dengan sanadnya ialah :

1. Keutuhan sanadnya

2. Jumlahnya

3. Perawi akhirnya

Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam. Hal ini diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan tetapi mayoritas penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.

b. Matan

Matan ialah redaksi dari hadits. Dari contoh sebelumnya maka matan hadits bersangkutan ialah:

“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri”

Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadist ialah:

Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan,

Matan hadist itu sendiri dalam hubungannya dengan hadist lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).

C. Sejarah pengumpulan Hadits

Hadits sebagai kitab berisi berita tentang sabda, perbuatan dan sikap Nabi Muhammad sebagai Rasul. Berita tersebut didapat dari para sahabat pada saat bergaul dengan Nabi. Berita itu selanjutnya disampaikan kepada sahabat lain yang tidak mengetahui berita itu, atau disampaikan kepada murid-muridnya dan diteruskan kepada murid-murid berikutnya lagi hingga sampai kepada pembuku Hadits. Itulah pembentukan Hadits.

1. Masa Pembentukan Al Hadist

Masa pembentukan Hadits tiada lain masa kerasulan Nabi Muhammad itu sendiri, ialah lebih kurang 23 tahun. Pada masa ini Al Hadits belum ditulis, dan hanya berada dalam benak atau hafalan para sahabat saja.

2. Masa Penggalian

Masa ini adalah masa pada sahabat besar dan tabi’in, dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 11 H atau 632 M. Pada masa ini Al Hadits belum ditulis ataupun dibukukan. Seiring dengan perkembangan dakwah, mulailah bermunculan persoalan baru umat Islam yang mendorong para sahabat saling bertukar Al Hadits dan menggali dari sumber-sumber utamanya.

3. Masa Penghimpunan

Masa ini ditandai dengan sikap para sahabat dan tabi’in yang mulai menolak menerima Al Hadits baru, seiring terjadinya tragedi perebutan kedudukan kekhalifahan yang bergeser ke bidang syari’at dan ‘aqidah dengan munculnya Al Hadits palsu. Para sahabat dan tabi’in ini sangat mengenal betul pihak-pihak yang melibatkan diri dan yang terlibat dalam permusuhan tersebut, sehingga jika ada Al Hadits baru yang belum pernah dimiliki sebelumnya diteliti secermat-cermatnya siapa-siapa yang menjadi sumber dan pembawa Al Hadits itu. Maka pada masa pemerintahan Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz sekaligus sebagai salah seorang tabi’in memerintahkan penghimpunan Al Hadits. Masa ini terjadi pada abad 2 H, dan Al Hadits yang terhimpun belum dipisahkan mana yang merupakan Al Hadits marfu’ dan mana yang mauquf dan mana yang maqthu’.

4. Masa pembukuan dan Penyusunan

Abad 3 H merupakan masa pembukuan dan penyusunan Al Hadits. Guna menghindari salah pengertian bagi umat Islam dalam memahami Hadits sebagai prilaku Nabi Muhammad, maka para ulama mulai mengelompokkan Hadits dan memisahkan kumpulan Hadits yang termasuk marfu’ (yang berisi perilaku Nabi Muhammad), mana yang mauquf (berisi prilaku sahabat) dan mana yang maqthu’ (berisi prilaku tabi’in). Usaha pembukuan Al Hadits pada masa ini selain telah dikelompokkan (sebagaimana dimaksud diatas) juga dilakukan penelitian Sanad dan Rawi-rawi pembawa beritanya sebagai wujud tash-hih (koreksi/verifikasi) atas Al Hadits yang ada maupun yang dihafal. Selanjutnya pada abad 4 H, usaha pembukuan Hadits terus dilanjutkan hingga dinyatakannya bahwa pada masa ini telah selesai melakukanPembukuan Al Hadits. Sedangkan abad 5 hijriyah dan seterusnya adalah masa memperbaiki susunan kitab Al Hadits seperti menghimpun yang terserakan atau menghimpun untuk memudahkan mempelajarinya dengan sumber utamanya kitab-kitab Al Hadits abad 4 H.

D. Motifasi hadits Dalam Penulisan Historiografi

Hadis merupakan salah satu sumber hukum islam yang berdampingan dengan al-Quran, dalam pengumpulan hadis berbeda dengan al-Quran, al-quran sudah mendapatkan perintah penulisan dari nabi, sedangkan dalam penulisan hadits tidak ada perintah penulisan hadits dari Nabi. Penulisan Hadits baru dimulai pada abad ke tiga pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz dinasti Bani Umayyah, yang merupakan respon dari pergeseran politik yang menyebabkan banyaknya hadits palsu yang beredar dikalangn umat islam pada saat itu.

Pembukuan hadits merupakan salah satu pendorong maju dan berkembangnya Historiografi Islam, dalam pembukuan hadits terdapat berbagai macam metode yang digunakan dalam membuktikan keorisinilan sebuah hadits, dalam perkembangannya metode tersebut tidak hanya digunakan dalam pembukuan hadits saja, akan tetapi digunakan dalam penulisan historiografi Islam.

Salah satu Contoh, dalam Rangka menguji kevalidan sebuh hadits, munculah Ilmu Kritik Hadits, baik dari segi periwayatannya, apakah perawinya orang yang dapat dipercaya atau tidak ?maupun dari segi matan atau materinya. Ilmu ini pula yang dijadikan Metode kritik penulisan Sejarah yang paling awal.

Dalam perkembangannya metode pengumpulan hadits banyak memberikan motivasi perkembangan historiografi Islam, banyak dari beberapa para pengumpul hadits seperti imam bukhari yang melakukan rihlah ilmiah dalam pengumpulan hadits, dalam Kitabnya Sahih Bukhari, Imam Bukari Menghususkan satu bab mengenai Jihad dan Siyar( Jamak dari Sirah), selain Dari Itu Imam Muslim Dalam Kitabnya shahih Muslim juga memuat suatu bagian khusus mengenai keutamaan Nabi Muhammad dan para Nabi sebelumnya, serta kisah keutamaan Para Sahabat Besar dibawah judul Kitab al- Fadhail.`

Imam Muslim Dan Imam Bukhari atau imam hadits lainnya bukanlah orang yang pertama yang menulis materi sirah, atau magazhi, karena jauh sebelumnya telah muncul buku magazhi dan buku sirah. sejarawan Ibnu Ishaq kemudian diikuti oleh Ibnu Hisyam , keduanya telah menyusun buku sirah yang berjudul al- Sirah Al-Nabawiah dengan menggunakan metode Periwayatan. Hal inilah yang melatar belakangi sehingga metode penulisan sirah atau Magazhi atau bentuk Historiografi lainnya mengikuti metode penulisan Hadits yang dibuat dalam bentuk periwayatan bukan dalam bentuk rekontruksi dan analitis.


DAFTAR PUSTAKA

Khon. Abdul Majid. Ulumul Hadits, Cet III: Jakarta, Bumi Aksara, 2009

Yunus.Abd. Rahim Prof. Dr., Kajian Historiografi Islam (Dalam Sejarah Priode Klasik), Cet I: Makassar, Alauddin Universty Press, 2011

Yatim. Badri., Historiografi Islam, Cet I: Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1997





Sunday, 11 November 2012

SEJARAH ISLAM MODERN

Peranan sejarah Islam dalam mewarnai sejarah dunia cukup diperhitungkan para ahli sejarah Islam, walaupun akhir-akhir ini Islam dipandang jauh tertinggal dibandingkan Barat, tetapi Barat juga harus mengakui bahwa embrio ilmu pengetahuan yang berkembang di Barat begitu spektakuler tidak terlepas dari peran ulama-ulama Islam. 

Periode modern merupakan masa kebangkitan Islam kembali yang diwarnai oleh kemerdekaan negara-negara Islam serta kemunculan para tokoh-tokoh pemikir pembaharuan Islam. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai hal tersebut. 


1. PERIODE MODERN: MASA KEMERDEKAAN NEGARA ISLAM 


Pada abad ke-18 dan 19, era modern diwarnai oleh kemerdekaan negara-negara Islam. Dalam tahun-tahun terakhir ini banyak Negara muslim yang telah merdeka khususnya di Asia dan Afrika, bersamaan dengan itu muncul pula organisasi-organisasi dan partai-partai nasional yang mendasarkan bentuk-bentuk pemerintahan pada prinsip-prinsip syari'at Islam. 

By: Rosmidah Rauf


A. Faktor yang Mempengaruhi 


Kemerdekaan Negara Islam tentunya melalui proses yang cukup panjang dalam memperoleh kemerdekaannya kembali, oleh karena itu adanya faktor-faktor yang mendorong masyarakat di Negara muslim sangat memungkinkan, di antaranya adalah: 

  1. Benturan antara Islam dan kekuatan Eropa telah menyadarkan umat Islam bahwa mereka memang jauh tertinggal dari Eropa. Turki Usmani adalah yang pertama merasakan itu sehingga memaksa penguasa dan pejuang Turki untuk belajar di Eropa. 
  2. Dorongan gagasan dua factor yang saling mendukung dalam gerakan pembaharuan Is;am, pertama, pemurnian ajaran Islam dari unsure-unsur asing yang dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam. Kedua, gagasan-gagasan pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari Barat, seperti gerakan Wahabiyah dan Sanusiyah di Saudi Arabia dan Afrika Utara. 
  3. Bangkitnya gagasan Nasionalisme di dunia Islam yang diikuti dengan berdirinya partai-partai politik merupakan modal umat Islam dalam perjuangannya untuk mewujudkan Negara nerdeka yang lepas dari pengaruh Barat. 

B. Kemerdekaan Negara Islam dan Pengaruhnya 


Adapun Negara-negara Islam yang merdeka pada abad ke-19 dan 20 diantaranya: 

  1. Pakistan, merdeka pada tahun 15 Agustus 1947, kemerdekaan Pakistan diperoleh dari penjajahan Inggris yang menyerahkan kedaulatannya di India kepada dewan konstitusi, satu untuk India dan Pakistan, adapun presiden pertamanya adalah Ali Jinnah. 
  2. Mesir, negara ini merdeka secara resmi dri penjajahan Inggris pada tahun 1922 tetapi pengaruh Inggris masih besar melalui Raja Faruk, kemudian setelah tergulingnya Raja Faruk Mesir merasa benar-benar sudah merdeka dibawah pemerintahan Jamal Abd al Naser pada tahun 1958. 
  3. Irak, memperoleh kemerdekaan secara formal pada tahun 1932, tapi rakyatnya baru merasakan benar-benar merdeka pada tahun 1958. 
  4. Syiria, Yordania, dan Lebanon. Negara-negara sekitar Irak ini memproklamirkan kemerdekaannya sekitar tahun 1946. 
  5. Negara-negara Afrika, Libya merdeka sekitar tahun 1951, sudan dan Maroko pada tahun 1956, sedangkan al Jazair memperoleh kemerdekaan pada thun 1962. semuanya membebaskan diri dari penjajahan Perancis, perlu diingat dalam kurun waktu hampir bersamaan ada Negara yang juga memperoleh kemerdekaan, yaitu Yaman Utara, dan Yaman Selatan, serta Emirat Arab. 
  6. Negara-negara Asia Tenggara, Malaysia pada tahun 1957 dan Brunei Darussalam pada tahun 1984 juga menyatakan kemerdekaannya dari Inggris. 

2. PERIODE MODERN: MASA PEMBAHARUAN ISLAM 


Periode ini merupakan kebangkitan Zaman Kebangkitan Islam. Ekspedisi Napoleon di Mesir yang berakhir di tahun 1801, membuka mata dunia Islam, terutama Turki dan Mesir, akan kemunduran dan kelemahan umat Islam di samping kemajuan dan kekuatan Barat. Raja dan pemuka-pemuka Islam mulai berfikir dan mencari jalan untuk mengembalikan balance of power, yang telah pincang dan membahayakan Islam. Kontak Islam dengan Barat sekarang berlainan sekali dengan kontak Islam dengan Barat di periode klasik. Pada waktu itu Islam sedang menaik dan Barat sedang dalam kegelapan. Sekarang, sebaliknya sedang dalam kegelapan dan Barat sedang menaik. Kini Islam yang ingin belajar dari Barat. 

Oleh karena itu, timbullah pemikiran dan aliran pembaharuan atau modernisasi dalam umat Islam. Pemuka-pemuka Islam mengeluarkan pemikiran-pemikiran umat Islam yang membuat Islam maju. Usaha-usaha ke arah itupun mulai dijalankan dalam kalangan umat Islam. Tetapi dalam pada itu, Barat juga bertambah maju. 


A. Kerajaan dan Negara Islam Beserta Era Pembaharuannya


1. Kerajaan Mughal India 

Kerajaan Mughal di India merupakan salah satu Kerajaan Islam terbesar di dunia yang tidak dapat dilupakan dalam lintasan sejarah peradaban umat Islam. Pendiri kerajaan ini adalah Zahiruddin Muhammad, dikenal dengan Babur yang berarti singa. 

Babur hanya dapat menikmati usaha merintis kerajaan Mughal selama lima tahun. Setelah wafat (1530 M), pemerintahan diteruskan oleh puteranya yang bernama Humayun. Tidak berbeda dengan ayahnya, ia juga menghiasi kepemimpinannya dengan peperangan. 

Pergantian demi pergantian raja terus berlanjut, dari Sultan Akbar hingga Aurangzeb. Setelah wafatnya Aurangzeb, raja-raja kerajaan tercatat semakin melemah. Kerajaan Mughal tidak hanya sebagai simbol dan lambang belaka, bahkan raja hanya diberi gaji oleh kolonial Inggris yang telah datang untuk biaya hidup tinggal di istana. 

Dengan fenomena ikut andilnya Negara Inggris, maka muncul dan menciptakan ide pembaharuan. Ide ini dicetuskan oleh Shah Waliyullah Dehalwi (abad ke-18) yang telah menyebar ke seluruh India. Salah satu muridnya, Shah Abdul Azizi, berusaha membersihkan ajaran-ajaran agama yang bukan dari Islam. Ia berprinsip daerah-daerah yang dikuasai selain Islam, harus segera direbut kembali. Dengan semangat tersebut, ia bersama para murid melakukan perlawanan terhadap hegeemoni kekuasaan colonial Inggris. Namun, akhirnya ia terbunuh dalam sebuah pertempuran di Balakot. 

Meski terbunuhnya tokoh di atas, tidak menciutkan nyali para tokoh lainnya. Maka muncul baru dari tokoh-tokoh Islam di India yang ingin berjuang untuk kemerdekaan India dari penjajah. Salah satunya adalah Sayyid Ahmad Khan. Ia mengajak umat Islam untuk belajar bahasa Inggris, dan melakukan politik kompromi dengan Inggris. Dalam berbagai tulisan, seminar dan pidato, Ahmad Khan menyampaikan misinya yaitu menginginkan agar umat Islam mendirikan Negara sendiri, jangan bercampur dengan umat Hindu. Karena umat Islam akan tersisih menjadi minoritas. 

Pada 1885, orang India bergabung denganpartai politk all Indian National Congress, tujuannya adalah untuk mendapatkan kemerdekaan, baik kelompok Islam maupun non muslim dalam satu wadah. Namun, tokoh-tokoh muslim mulai berpikir kembali bahwa imat Islam di India harus memiliki Negara sendiri, maka terbentuklah Partai Liga Muslim pada tahun 1906 di Dhaka atas prakarsa Nawab Vikarul Mulk dan Sir Salimullah. 

Usaha tersebut tidak sia-sia. Pada 15 Agustus 1947, mendapatkan tujuan yang dimaksud, yaitu memperoleh kemerdekaan dan mendirikan negara sendiri yang berbasis Islam. Negara itu dinamai Pakistan, dengan presiden pertamanya Ali Jinnah. 

2. Mesir 

Mesir mulai zaman modern ketika terjadi persinggungan antara Barat (perancis) dan Mesir denan ekspedisi Napoleon tahun 1798. Ketika Perancis angkat kaki dari Mesir pemerintahan diganti oleh Muhammad Ali Pasya sebagai gubernur Turki Usmani. Ia memulai memodernisir Mesir, terutama di bidang militer dan berkuasa hingga tahun 1848 yang kemudian digantikan oleh anaknya, Ibrahim Pasya. 

Tahun 1882 terjadi pemberontakan Urabi Pasya terhadap Inggris yang menguasai Mesir. Negeri lembah Nil itu baru merdeka dari Inggris tahun 1922. keturunan Muhammad Ali Pasya berkuasa di Mesir hingga tahun 1953, ketiak Mesir dipimpin oleh Raja Faruq. Kemudian digantikan oleh Muhammad Naguib dan Mesir berubah menjadi negara Republik. Ia menggalang persatuan dengan Syiria yang diberi nama Republik Persatuan Arab pada tahun 1958. Namun, persatuan itu tidak lama, hanya sampai September 1961. 


B. Pemikiran Islam Modern 


Berawal dari kegelisahan umat Islam pada saat itu, yaitu banyaknya muncul penyelewengan-penyelewengan ajaran Islam, baik di kalangan masyarakat biasa, maupun dalam tingkatan politik dan pendidikan. Maka diperlukan adanya proses modernisasi maupun pembaharuan baik di bidang politik, pendidikan dan akidah. 

Selain itu, salah satu sebab perlunya perkembangan modern dalam Islam adalah karena dalam agama terdapat ajaran-ajaran absolute mutlak benar, kekal tidak berubah dan tidak bisa diubah. Ajaran-ajaran itu diyakini sebagai dogma dan sebagai akibatnya timbulllah sikap dogmatis agama. Sikap dogmatis membuat orang tertutup dan tak bisa menerima pendapat yang bertentangan dengan dogma-dogma yang dianutnya. Dogmatisme membuat orang bersikap tradisional, emosional dan tidak rasional. 

Pembaharuan dalam hal apapun, termasuk dalam konteks keagamaan (pemahaman terhadap ajaran agama) akan terus dan selalu terjadi sebab cara dan pola berpikir manusia serta kondisi social masyarakat selalu berubah seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan di segala bidang yang akhirnya membuahkan tekhnologi yang semakin canggih. Lain dari pada itu kemunduran dan stagnasi berpikir umat sebagai buah dari fanatisme serta adanya "pihak luar" yang ingin merekomendasi dan menguasai, mendorong sebagian pemikir untuk mengadakan pembaharuan. 

Upaya pembaharuan dalam Islam mempunyai alur yang panjang khususnya sejak bersentuhan dengan dunia Barat, untuk memahami makna dan hakekat pembaharuan. Dan yang masih menjadi pertanyaan besar adalah mengapa umat Islam masih tertinggal dari dunia Barat (setelah dahulu mengalami masa keemasan). 

Penjajahan oleh bangsa Barat terhadap bangsa-bangsa Islam semakin memperjelas ketinggalan dunia Islam akan segala hal. Bangsa yang pertama kali merasakan ketertinggalan itu adalah Turki Usmani. Disebabkan karena bangsa ini yang pertama dan yang utama menghadapi kekuatan Barat. 

Pembaharuan yang dilakukan Turki Usmani diutamakan dalam pranata social, politik, dan militer. Kerja keras para penguasa dalam upaya memodernisasi kerajaan Turki Usmani membawa dampak yang baik bagi gerakan modern di Negara-negara Islam lainnya seperti Mesir. 

Pada dasarnya kelemahan dunia Islam itu terletak pada bidang akidah yang sudah tercemari oleh berbagai khurafat dan bid'ah, juga kelemahan dan ketertinggalan dalam bidang sains dan tekhnologi. Kemudian kehadiran para tokoh modernis (pembaharu) itu pada umumnya untuk membangkitkan kesadaran umat Islam. Berikut tokoh dan pemikirannya yang ikut andil dalam mempebaharui kebangkitan Islam. 


1. Pembaharuan dalam Bidang Akidah 


a. Muhammad ibn Abdul Wahhab 

Pemikiran Muhammad ibn Wahhab mempengaruhi dunia Islam di masa modern sejak abad kesembilan belas. Walaupun ia sendiri hidup di abad sebelumnya, tetapi pemikirannya mengilhami gerakan-gerakan pembaharuan Islam pada abad setelahnya. Bahkan sisa-sisanya masih terasa hingga kini. 

Muhammad ibn Abdul Wahab lahir di Uyainah, Nejd Arabia Tengah pada tahun 1115 – 1703 M. Ayahnya Abdul Wahhab adalah seorang hakim di kota kelahirannya. Di masa pemerintahan Abdullah ibn Muhammad ibn Muammar dan mengajar fiqh dan hadis di masjid kota tersebut. Kakeknya Sulaiman, adalah seorang mufti di Nejd. Ia mulai belajar agama dari Ayahnya sendiri dengan membaca dan menghafal al-Qur’an. Di samping belajar kitab-kitab agama aliran Hanbali, ia berkelana mencari ilmu ke Mekkah, Madinah dan Basra. 

Sebutan Muahidun adalah nama yang diberikan kepada kaum muwahhidun (kelompok pemurnian tauhid) oleh lawan-lawannya, karena pemimpinnya bernama Muhammad ibn Abdul Wahab. 

Pemikiran keagamaan yang dibawakan olehnya dan menonjol difokuskan pada pemurnian tauhid, yakni meng-Esa-kan Allah yang tiada sekutu bagi-Nya. Namun, dengan berjalannya waktu, gerakan mereka berkembang menjadi gerakan politik. Meski demikian, ia tidak meninggalkan misi asalnya yaitu pemurnian Islam. 

Menurutnya, pembagian tauhid dikategorikan menjadi tauhid ilahiyyah, rubbubiyah, asma, sifat dan tauhid af’al yang disebut juga tauhi ilm dan i’tiqad. 

Baginya, syirik adalah orang yang menyekutukan Allah dan tidak akan diampuni oleh Allah dosa yang disebabkan tersebut. Pembagian syirik menjadi dua, yaitu syirik akbar (syirik yang nyata) dan syirik asghar (syirik yang tidak tampak) seperti berbuat berlebihan terhadap mahluk yang tidak boleh seseorang beribadah kepadanya, bersumpah kepada selain Allah dan riya’ 

b. Muhammad Abduh 

Muhammad Abduh lahir di Mesir pada tahun 1849 M, ayahnya bernama Abdul Hasan Khoirullah yang berasal dari Turki, dan ibunya seorang Arab yang silsilahnya sampai kepada suku Umar Bin Khatab. Abduh termasuk anak yang cerdas, meskipun ia bersal dari keluarga petani miskin di Mesir. Sejak kecil ia tekun belajar dan melanjutkan studinya di al Azhar. 

Sebagai rektor al-Azhar, ia memasukkan kurikulum filsafat dalam pendidikan di al-Azhar, upaya ini dilakukan untuk mengubah cara berpikir orang-orang al-Azhar. Akan tetapi usahanya ini mendapat tantangan keras dari para syekh al Azhar lainnya yang masih berpikiran kolot. Oleh karena itu, usaha pembaharuan yang dilakukan lewat pendidikan di al-Azhar tidak berhasil. 

Meskipun begitu, ide-ide pembaharuan yang dibawa Abduh, memberikan dampak positif bagi perkembangan pemikiran dalam dunia Islam. Selain sektor pendidikan, proyek pembaharuan Abduh menurut professor sejarah Islam di University of Massachuussets adalah politik dan ranah social keluarga yaitu peran wanita. Disamping tiu, Murodi dalam tulisannnya menambahkan analisisnya bahwa ide-ide pemikiran Abduh diantaranya adalah: pembukaan pintu ijtihad, penghargaan terhadap 'akal' (Rasionalitas), kekuasaan Negara harus dibatasi oleh konstitusi, memodernisasikan sistem pendidikan Islam di al Azhar. 

c. Muhammad Rasyid Ridho 

Rasyid Ridho dilahirkan di al Qalamun, di pesisir laut Tengah, pada tanggal 23 September 1865 M. Pendidikan bermula di madrasah al Kitab al Qalamun, kemudian di madrasah ar Rasyidiah di Tropoli. 

Selanjutnya beliau melanjutkan pendidikan tingginya di al Azhar 1898 M dan berguru pada Muhammad Abduh. Diantara pembaharuannya adalah: pembaharuan dalam bidang agama, social, ekonomi, memberantas khurafat dan bid'ah. Serta paham-paham yang dibawa tarekat. 

Adapun ide-ide pembaharuannya adalah: menumbuhkan sikap aktif dan dinamis di kalangan umat, mengajak untuk meninggalkan sikap fatalisme (jabariyah), rasionalitas dalam penafsiran al Qur'an dan Hadis, penguasaan sains dan tekhnologi, pemberantasan khurafat dan bid'ah, serta pemerintahan yang bersistem khalifah. 


2. Pembaharuan dalam Bidang Politik


a. Jamaluddin al-Afghani 

Jamaluddin lahir di Afganisan tahun 1839 dan meninggal di Istanbul tahun 1897. Ia termasuk pembaharu yang berpengaruh di dunia Islam. Saat usia 25 tahun, ia menjadi pembantu Pangeran Dost Muhammad Khan di Afganistan, dan pada tahun 1864 menjadi penasehat Sir Ali Khan. Serta pernah diangkat sebagai Perdana Menteri oleh Muhammad A’zam Khan beberapa tahun kemudian. 

Ketika menjadi Perdana Menteri, Inggris sudah ikut campur dalam urusan nergeri Afganistan, maka Jamaluddin termasuk salah satu orang yang menentangnya. Karena kalah melawan Inggris, maka ia lebih baik meninggalkan negerinya dan pergi menuju ke India. Sejak itulah, ia berpindah-pindah kewarganegaraan. Pernah ke Paris dan Turki. Perpindahan itu juga dalam rangka membangkitkan umat Islam. 

Dalam pola pikirnya, ia berpendapat bahwa kemunduran umat Islam, salah satu sebabnya adalah meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya. Ajaran qada’ dan qadar telah berubah menjadi ajaran fatalisme yang menyebabkan umat menjadi statis. Sebab-sebab lain adalah perpecahan di kalangan umat Islam sendiri, yaitu lemahnya persaudaraan antar umat Islam dan lain-lain. Untuk mengatasi semua itu, menurutnya umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang benar, mensucikan hati, memuliakan ahlak, berkorban untuk kepentingan umat, pemerintahan otokratis harus diubah menjadi demokratis. Dan persatuan umat harus diwujudkan sehingga umat akan maju sesuai tuntutan zaman. 

Selain itu, ia menegaskan bahwa solidaritas sesama muslim bukan karena ikatan etnik maupun rasial, tetapi karena ikatan agama. Muslim entah dari bangsa mana datangnya, walau pada mulanya kecil akan berkembang dan diterima oleh suku dan bangsa lain seagama selagi ia masih menegakkan hukum agama. Ide yang terahir inilah merupakan ide orisianal darinya, yang dikenal dengan Pan Islamisme, persaudaraan sesame umat Islam sedunia. 

b. Muhammad Ali Pasya 

Muhammad Ali Pasya adalah orang pertama yang membuka jalan pembaharuan di Mesir, kemudian beberapa tahun di akui sebagai the founder of modern egypte. Berasal dari Turki, kelahiran Yunani pada tahun 1765 dan wafat pada tahun 1849. Sejak kecil beliau telah bekerja keras untuk keperluan hidupnya, sehingga tidak mempunyai waktu untuk sekolah dengan demikian beliau tidak pandai baca tulis. Setelah dewasa Ali Pasya bekerja sebagai pemungut pajak dan karena rajin bekerja beliau disukai oleh gubernur yang akhirnya diangkat menjadi menantu. 

Pada waktu penyerangan Napoleon ke Mesir, Sultan Turki mengirim bantuan tentara ke Mesir, di antara perwiranya adalah Muhammad Ali Pasya yang ikut melawan Napoleon pada tahun 1801, setelah itu diangkat menjadi colonel dan mulai saat itu Ali Pasya menjadi penguasa tunggal di Mesir. Akan tetapi ia keasikan dengan kekuasaannya dan bertindak diktator. 

Akhirnya Muhammad Ali dan keturunannya menjadi raja di Mesir kurang lebih 1,5 abad lamanya. Akhir kekuasaanya pada tahun 1953. Jika diteliti Muhammad Ali Pasya tidak pandai baca tulis, tetapi beliau seorang yang cerdas dan merupakan sosok ambisius menjadi penguasa umat Islam. Keambisiusannya itu tampak dalam pembaharuan yang dilakukan terhadap kemajuan umat Islam, diantaranya: perkembangan politik dalam negeri maupun luar negeri, seperti membangun kekuatan militer, meningkatkan bidang pemerintahan, ekonomi dan pendidikan. 


3. Pembaharuan dalam Bidang Pendidikan 


a. al Tahtawi 

Nama aslinya adalah Rifa'ah Badhawi Rafi' al Tahtawi, lahir pada tahun 1801 di Mesir Selatan, wafat tahun 1873 di Kairo. Seorang pembaharu yang mempunyai pengaruh besar pada abad ke-19 dan seorang yang sangat berpengaruh dalam usaha-uasaha gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Ali Pasya. Al Tahtawi belajar di al Azhar Mesir, dan setelah kembali diangkat menjadi sebagai guru bahasa Perancis dan penerjemahan di sekolah kedokteran. 

Pada tahun 1836 didirikan sekolah penerjemah yang kemudian dikepalai oleh al Tahtawi. Beliau bukan seorang penganut sekuler, usahanya adalah memperbaiki tradisi, khususnya dalam bidang pendidikan, kewanitaan dan memperbaiki literature. Beliau menginginkan Mesir maju seperti dunia Barat, namun tetap dijiwai oleh agama dalam segala aspek. 

Salah satu jalan untuk kesejahteraan menurutnya adalah, berpegang pada agama dan akhlak budi pekerti, untuk itu pendidikan merupakan sarana penting. Tujuan dari pendidikan menurutnya adalah membentuk manusia berkepribadian patriotic dengan istilah hubbul wathon yaitu mencintai tanah air. Perasaan patriotic itu akan menimbulkan rasa kebangsaan, persatuan, tunduk dan mematuhi undang-undang, serta bersedia mengorbankan jiwa dan harta untuk mempertahankan kemerdekaan. 

Dalam hal agama dan peranan ulama, al Tahtawi menghendaki agar para ulama selalu mengikuti perkembangan dunia modern dan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan modern. Ini mengandung arti bahwa pintu ijtihad tetap dibiarkan terbuka lebar. Ide-ide pembaharuan yang dilontarkan al Tahtawi: ajaran Islam tidak hanya monoton mengurusi Tuhan akan tetapi kehidupan social juga harus seimbang, kebiasaan dictator raja seharusnya diganti dengan musyawarah, syari'at harus sesuai dengan perkembangan modern, para ulama harus belajar filsafat dan ilmu pengetahuan agar syari'at sesuai dengan kehidupan modern, pendidikan harus bersifat social (termasuk tidak ada pembedaan bagi perempuan). Umat Islam harus dinamis. 

 Kesimpulan 

Wajah peradaban Islam era modern mempunyai beberapa kategori. Pertama kategori sebagai masa kemerdekaan negara Islam. Pada abad ke-18 dan 19, era modern diwarnai dengan kemerdekaan negara-negara Islam. Dalam tahun-tahun terakhir ini banyak negara muslim yang telah merdeka. Bersamaan dengan itu muncul pula organisasi-organisasi dan partai-partai nasional yang mendasarkan bentuk-bentuk pemerintahan pada prinsip-prinsip syari'at Islam. 

Kedua, masa pembaharuan Islam. Dalam kategori ini terdapat beberapa konstribusi yang masih exist bahkan dikembangkan. Berbagai bidang masih mewarnai pemikiran tokoh ini, diantaranya; bidang Akidah diprakarasai oleh mantan Muhammad ibn Abdul Wahhab disusul oleh mantan Rektor al-Azhar Mesir, Muhammad Abduh dan muridnya Muhammad Rasyid Ridho. Keduanya melakukan pembaharuan untuk menumbuhkan sikap aktif dan dinamis di kalangan umat, mengajak untuk meninggalkan sikap fatalisme (jabariyah), rasionalitas dalam penafsiran al Qur'an dan Hadis, penguasaan sains dan tekhnologi, pemberantasan khurafat dan bid'ah, serta pemerintahan yang bersistem khalifah. 

Pembaharuan lainnya disusul dari berbagai macam bidang. Baik itu politik, pendidikan. Pembaharuan tersebut dipelopori oleh beberapa tokoh.. Semisal bidang politik dipelopori oleh Muhammad Ali Pasya. Dia diakui sebagai the founder of modern egypte. Pembaharuan yang dilakukan diantaranya; perkembangan politik dalam negeri maupun luar negeri. 

Bidang Pendidikan, pelopornya al Tahtawi. Menurutnya, pendidikan merupakan sarana penting untuk meraih sejahtera. Selain itu, tujuan dari pendidikan adalah membentuk manusia berkepribadian patriotic dengan istilah hubbul wathon yaitu mencintai tanah air. Dalam hal agama dan peranan ulama, ia menghendaki agar para ulama selalu mengikuti perkembangan dunia modern dan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan modern. Ini mengandung arti bahwa pintu ijtihad tetap dibiarkan terbuka lebar. 


DAFTAR PUSTAKA 


Ahmad., Zainal Abidin, Sejarah Islam dan Umatnya Sampai Sekarang: Perkembangannya dari Zaman ke Zaman, Jakarta: Bulan Bintang, 1979 

Asmuni., Yusron, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995 

Azzam., Salim, Beberapa Pandangan Tentang Pembentukan Negara Islam, Bandung: Mizan, 1990 

Bekker, Anton., dan Ahmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1999 

Hasan., Riaz, Islam dari Konservatisme sampai Fundamentalisme, Jakarta: Rajawali Press, 1985 

Karim., M. Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2207 

Moeleng., Lexi J, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991 

Mufrodi., Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997 

Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang: Toha Putra, 1997 

Nasution., Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Press, 1979 

Noer., Deliar, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES, 1996 

Perkembangan Modern dalam Islam, pengantar: Harun Nasution Sabaruddin, Yayasan Obor Indonesia, 1985 

Pioneeers of Islamic Reviva, edisi Indonesia; Para Perintis Zaman baru Islam, ter: Ilyas Hasan, Bandung: Mizan 1996 

Surakhmad., Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar dan Metode Teknik, Bandung: Tarsio, 1990 

Yatim., Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003 



HISTORIOGRAFI AFRIKA

Kepercayaan terhadapa kelangsungan hidup, suatu kehidupan sesudah mati, suatu persamaan antara yang hidup, yang mati, dan generasi-generasi yang belum lagi dilahirkan adalah asasi untuk semua kehidupan agama, sosial, dan politik Afrika.

Orang-orang Mesir Kuno amat sadar akan kelanjutan hubungan kehidupan dan kematian. Tidak saja mereka sadar akan pengaruh yang besar dan luas dari suatu kehidupan sesudah mati tetapi juga dari kelanjutan hubungan yang telah mati terhadap yang masih hidup. Mereka mempersiapkan ruangan-ruangan kuburan dan mengawetkan tubuh-tubuh yang mati dengan perawatan yang sangat hati-hati sekali.

Kepercayaan yang asasi kepada adanya kelanjutan hidup terdapat di antara semua orang Afrika. Inilah unsur inti dalam historiografi tradisi Afrika. Di setiap tempat di daerah sub-Sahara Afrika kita bertemu dengan kepercayaan akan adanya hubungan yang berlangsung antara yang sudah mati dengan kehidupan dari yang masih hidup masa kini dan dari generasi-generasi yang akan datang.

A. Tradisi Historiografi

1. Tradisi-Tradisi Mengenai Asal Mula 

Setiap komuniti-kelurga, klen, desa, kota, atau negara-besar atau kecil, mempunyai tradisi yang tetap mengenai asal mulanya. Komuniti itu mungkin terpecah-pecah, bermigrasi, dan mengasimilasi unsur-unsur yang baru, atau ditaklukkan oleh yang lainnya dan diserap oleh imigran-imigran baru. Pada setiap tingkat dari transformasi, tradisi berada dalam pengkristalan kembali untuk mengakomodasi kondisi-kondisi yang berubah, dan suatu tradisi baru. Tradisi-tradisi ini menjadi dasar pokok dari pandangan komuniti mengenai sejarah. Proses sesungguhnya dari pembuatan tradisi dan akulturasi di dalam komuniti, dan dari penyampaian tradisi ke generasi-generasi yang berikutnya, mengembangkan suatu kesadaran sejarah yang menjadi tersebar luas di Afrika.

Dalam hal ini historiografi tradisional Afrika menyerupai historiografi Eropa sebelum revolusi ilmu pengetahuan memecah filsafat ke dalam berbagai bagian. Pembuatan dan penyampaian tradisi bukanlah pekerjaan ahli-ahli sejarah sebagaimanan menurut pandangan modern, tetapi pekerjaan pendeta-pendeta dan ahli-ahli agama, orang-orang tua, dan orang-orang bijaksana pada umumnya. Tradisi tidak hanya menjelaskan hubungan antara para nenek moyang dari komuniti-komuniti yang berbeda-beda tetapi juga hubungan antara komuniti yang ada, para nenek moyang, dan dewa-dewa.

Pembuatan dan penyampaian tradisi adalah berlainan dari suatu tempat ke tempat lain. Hal ini tergantung kepada luas, sifat alamiah, kepercayaan, dan sumber-sumber penghasilan dari suatu komuniti tertentu. 

2. Penyampaian dari mulut ke mulut
Cara yang paling umum dalam menyampaikan tradisi adalah melalu cerita-cerita, fabel-fabel, dan peribahasa-peribahasa yang diceritakan oleh orang-orang yang lebih tua kepada mereka yang lebih muda sebagai bagian dari pendidikan umum. Di dalam kesempatan-kesempatan bercerita itu, sesudah makan malam di dalam kelompok-kelompok keluarga atau selama pesta-pesta bulan purnama ketika orang-orang tidak tidur sampai jauh malam, tradisi-tradisi menceritakan asal mula adanya hubungan dari seluruh komuniti atau dari keluarga atau klen tertentu. Kejadian-kejadian yang lebih akhir, yang telah muncul di dalam sejarah dapat diingat, khususnya hal-hal yang terjadi dua atau tiga generasi yang terdahulu, juga diceritakan.

Tradisi-tradisi disampaikan secara lebih formal bila ada pranata-pranata pendidikan yang terorganisasi, umpamanya yang berhubungan dengan ritual masa dewasa, inisiasi ke dalam tingkat-tingkat umur dan kelompok-kelompok rahasia, atau selama latihan atau pendidikan untuk menjadi pendeta atau ahli agama.

3. Tradisi-tradisi Berdasarkan Kenyataan Versus Kesusastraan

Adalah penting untuk menbedakan berbagai bentuk tradisi, atau tradisi lisan sebagaimana umunya sekarang ditulis. Pembedaan yang pertama adalah antara tradisi-tradisi dari suatu bentuk yang berdasarkan atas kenyataan dan sejarah, dan tradisi-tradisi berbebtuk kesusastraan dan filsafat.

Tradisi yang lebih berbentuk kesusastraan meliputi peribahasa-peribahasa dan ungkapan-ungkapan, nyanyian-nyanyian, dan lirik-lirik yang beberapa di antaranya adalah bersifat umum dan lainnya berhubungan secara khusus dengan kelompok-kelompok seniman tertentu, kelompok-kelompok tingkatan umur, dan perkumpulan-perkumpulan lainnya. Tradisi-tradisi yang lebih bersifat filsafat terselimut di dalam doa-doa suci dari organisasi-organisasi keagamaan dan kultus yang berbeda-beda, umpamanya puisi-puisi yang memuja dewa-dewa, puisi-puisi suci, nyanyian-nyanyian berkabung, litugi-liturgi, dan hymne-hymne. 

B. Pengaruh-pengaruh

1. Pengaruh Ethiopia

Tentu saja telah ada tradisi-tradisi sejarah di Afrika yang pengaruhnya terhadap historiografi Afrika sukar untuk dinilai pada tingkat pengetahuan kita dewasa ini. Salah satu contoh yang penting adalah tradisi sejarah Ethiopia, yang sebagian bersifat Afrika dan yang sebagian lagi berinspirasikan Yudea-Kristen. Keunggulan dari dinasti Solomon, kesatuan dari geraja dan negara, dan integritas dari geraja yang monophysite adalah kekuatan-kekuatan sejarah yang dinamis. Sebagaimana halnya di bagian-bagian lain dari Afrika, pada abad ke-12, Ethiopia mengembangkan suatu legenda yang menghubungkan dinasti yang berkuasa dengan Tanah Suci. Tetapi itu adalah tradisi tertulis, tercakup dalam Buku Raja-Raja yang menjadi acara yang utama, dipertunjukkan dalam rite-rite pentahbisan raja. Biara-biara mencatat annals atau catatan-catatan secara kronologi tentang kejadian-kejadian yang telah terjadi pada tahun-tahun yang lalu dari setiap masa kekuasaan dan merawat teks-teks dan peraturan-peraturan yang penting. Walaupun demikian, perhatian yang utama dai kehidupan intelektual Ethiopiaadalah hal-hal yang berhubungan dengan teologi, dan bukan sejarah.

Yang lebih berhubungan dengan historiografi Afrika adalah tradisi-tradisi dari orang Berber. Seperti halnya dengan orang-orang Afrika lainnya, orang Berber amat sadar akan adanya hubungan yang berlangsung terus dengan masa lampau. Dalam rekasi mereka terhadap agama Kristen dari Rum dan Islam dari tanah Arab, mereka memanifestasikan suatu sikap mistik yang berbeda dan dikombinasikan dengan penghormatan-penghormatan kepada para nenek moyang. Mungkin dapat dikatakan bahwa sikap ini menghasilkan hagiografi atau biografi dari orang-orang suci dan bukannya sejarah yang bersifat kritis, tetapi Hagiografi itu sendiri adalah suatu metode untuk menyucikan dan mengabadikan kebaikan-kebaikan sosial agama dari rakyat. Dari satu segi, hagiografi adalah pernyataan kesusastraan yang berisikan penghormatan terhadap norma-norma dan kebaikan-kebaikan dari para nenek moyang, sama dengan tradisi-tradisi yang terdapat di bagian-bagian Afrika lainnya.

2. Pengaruh Islam

Pengaruh Islam tidak hanya penting di Afrika Utara tetapi juga di Afrika Timur, seluruh daerah Sudan, dan bahkan di beberapa daerah-daerah hutan rimba belantara. Sebagai tambahan kepada genealogi spiritual atau roh dan genealogi yang nyata, penulis-penulis Islam menghasilkan sejumlah tarikh dan kronika, khususnya antara abad-abad ke-11 dan ke-17. Kesemuanya ini meliputi catatan-catatan bedasarkan pengamatan, tradisi lisan, dan bukti-bukti dari catatan-catatan lebih awal yang dibuat oleh ahli-ahli ilmu bumi, pengembara, dan pedagang. Penulis-penulis Islam khusunya tertarik kepada penyebaran dan pengaruh Islam, serta kepada kehidupan keagamaan dan ekonomi dari pusat-pusat utama agama Islam. Faktor-faktor ini berdiri sendiri di luar tradisi-tradisi dan kehidupan Afrika secara menyeluruh dan telah diberikan penekanan yang berlebih-lebihan. Di pusat-pusat agama Islam yang penting seperti Timbuktu, Gao, Djenne, Kano, Katsina, dan Bornu di Afrika Barat dan Tengah, atau Kilwa, Malindi, dan Mombasa di Afrika Timur, tradisi-tradisi rakyat dibuat tertulis, pada umumnya dalam bahasa Arab tetapi kadang-kadang juga di dalam tulisan Arab dengan bahasa lokal. Catatan-catatannya berpusat pada kepribadian tokoh-tokoh komuniti Islam dan bukannya pada negara-negara atau klen-klen yang tradisional.

3. Pengaruh Eropa

Pada abad ke-19, ketika pengaruh Eropa masuk ke Afrika, pengaruh itu tidaklah dibangun di atas tradisi-tradisi sejarah yang ada, tetapi menantang dan menggantikan tempat tradisi-tradisi sejarah tersebut. Pandangan Eropa tentang sejarah yang bersifat dokumenter membantu propaganda penguasa-penguasa kolonial; Afrika tidak mempunyai sejarah tercatat yang ada harganya; karena sejarah dari para pedagang Eropa, penyebar-penyebar agama, penyelidik-penyelidik, penakluk-penakluk, dan penguasa-penguasa adalah yang membuat sejarah Afrika. Sejarah Eropa dan sejarah ekspansi Eropa mulai menggantikan sejarah dan tradisi lokal di dalam pendidikan orang-orang muda Afrika, walaupun beberapa perhatian diberikan kepada sumber-sumber Arab dan lainnya. Ahli-ahli sejarah Eropa abad ke-19 dan permulaan abad ke-20 berusaha untuk menjelaskan perdagangan budak di daerah Atlantik; keunggulan dari teknologi Eropa, dan ketaklukkan Afrika, tidak dilihat dari segi studi sejarah dari benua ini tetapi dilihat dari segi prasangka-prasangka rasial dan psikologi tentang kekalahan yang merupakan ciri yang utama dri orang-orang yang mempunyai warna kulit hitam. Bahkan kelompok-kelompok penyebar agama Kristen mengintroduksi penjelasan agama yang mengatakan bahwa orang-orang Afrika adalah anak-anak Ham dan mereka berada di bawah kutukan Nabi Nuh untuk menjadi pemotong-pemotong kayu dan penimba air bagi mereka yang mempunyai kulit yang lebih putih. Historiografi Afrika akhirnya hanya menjadi suatu alat pembenaran bagi imperialisme Eropa.

4. Masalah-masalah dan Prospek-prospek Penelitian

Tidaklah diragukan akan kebenaran sumber-sumber yang tidak tertulis bagi penelitian sejarah sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, tetapi ini adalah sesuatu yang baru lagi bagi departemen-departemen sejarah di Universitas untuk menerimanya. Ahli-ahli antropologi menjawab dengan peringatan bahwa tradisi lisan, bahkan ketika nampaknya berdasarkan fakta, bukanlah sejarah dan tidak dapat diinterpretasikan menurut segi fungsinya didalam masyarakat dan di dalam kebudayaan tertentu. Tetapi hal ini tidaklah merusak kebenarannya sebagai material bagi sejarah; ini hanalah argumen untuk seuatu langkah kembali kepada garis antara sejarah dan sosiologi yang dianjurkan oleh Ibnu Khaldun pad abad ke-14. Pendekatan interdisipliner ini telah merupakan arah yang paling menghasilkan di dalam hsitoriografi Afrika dalam masa terakhir.

Telah terjadi tiga perkembangan utama yang mendorong pendekatan interdisipliner ini. Yang pertama adalah dibentuknya pusat-pusat atau institut khusus studi-studi Afrika dimana ahli-ahli sejarah, antropologi, ilmu bahasa, dan ilmu purbakala dapat bekerja sama, baik didalam penelitian maupun didalam training ahli-ahli sejarah di masa yang akan datang. Yang kedua terdiri dari proyek-proyek Benin dan Yoruba, dimana tim-tim yang terdiri dari orang-orang dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan bekerja sama dibawah pimpinan satu orang untuk memberikan penerangan mengenai sejarah kebudayaan dari suatu kebudayaan tertentu.. Yang ketiga adalah pembentukan perkumpulan-perkumpulan dan diadakannya komperensi-komperensi atau kongres-kongres secara periodik mengenai sejarah Afrika atau studi-studi Afrika secara umum.

Ahli-ahli sejarah Afrika telah juga memakai standar dan metodologi yang ketat didalam pengumpulan data. Sesungguhnya penekanan yang amat banyak diberikan pada masa terakhir ini adalah pada metodologi ilmiah ini yang merupakan suatu pertanyaan yang patut diajukan apakah interpretasi dan sintesa yang selayaknya dari material tekah tidak cenderung untuk tertinggal jauh dibelakang. Sementara pendekatan interdisipliner telah sangat berhasil di dalam pengumpulan data, tim-tim atau konperensi-konperensi para ahli dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang berbeda tidak menulis sejarah. Pendekatan interdisipliner telah mengingatkan ahli sejarah akan bahayanya pembenaran sumber-sumber yang tidak tertulis; hal ini tidak menyebabkan ahli sejarah untuk menggantikan atau meniadakan kepentingan untuk dengan sungguh-sungguh memeriksa bukti-bukti yang beraneka ragam, membuat sintesa, dan menulis sejarah.

DAFTAR PUSTAKA

Abraham, D.P., 1961. “Maramuca: An Exercise in the Combined Use of Portuguese Records and Oral Tradition”. Journal of African History, 2: 211-225.

Ajayi, J.F.A., 1961.” The Place of African History and Culture in the Process of Nation-building in Africa South of the Sahara”. Journal of Negro Education. 30: 206-213.

Andrzejewski, Bogumil W., and I.M. Lewis, 1964. Somali Poetry: an Intruduction. Oxford: Clarendon.

Biobaku, Saburi O., 1957. The Egba and Their Neighbours: 1842-1872. Oxford Univ. Press.

, 1963. “African Studies in an African University”. Minerva, 1: 285-301

Bradbury, R.E., 1959. “Chronological Problems in the Study of Benin History”. Journal of the Historical Society of Nigeria, 1: 263-287.

Conference on African History and Archeology, Third, London, 1961, 1962 Report. “Journal of African History”, 3, no. 2.

Dike, Kenneth O., 1953.” African History and Self-government”. West Africa, 37: 177-178, 225-226, 251

(1956), 1962. Trade and Politics in the Niger Delta; 1830-1885: An Introduction to the Economic and Political History of Nigeria. Oxford: Clarendon.

, 1964. “The Study of African History”. Hlm. 55-67 dalam International Congress of Africanist, First, Accra, 1962, Proceedings. London: Longmans

Evans-Pritchard, E.E., 1961. Anthropology and History. Manchester (England) Univ. Press.

International African Seminar, Fourth, Dakar, Senegal, 1961, 1964. The Historian in Tropical Africa. Oxford Univ. Press.

Ones, G.I., 1963.”European and African Tradition on the Rio Real”. Journal of African History, 4: 391-402.

Jordan, A.C., 1957-1960.” Towards n African Literature”. African South 1, no. 4: 90-98; 2, no. 1: 97-105, no. 2: 101-104, no. 3: 112-115, no. 4: 113-118, 3, no. 1: 114-117, no. 2: 74-79, no. 3: 114-117, no. 4: 111-115, 4, no. 1: 117-121, no. 2: 110-113, no. 3: 112-116.

Lawrence, A.W., 1961. “Some Source Books for West African History:. Journal of African History, 2: 227-234.

Lewis, I.M., 1962.”Historical Aspects of Geneologies in Northern Somalia Social Structure:, Journal of African History, 3: 35-48.

McCall, Daniel F., 1964. Africa in Time-perspective: A Discussion of Historical Recontstruction From Unwritten Sources. Boston Univ. Press.

Morris, Henry F., 1964. The Heroic Recitation of the Bahima of Ankole. Oxford: Clarendon.

Smith, M.G., 1961. Field Histories Among the Hausa”. Journal of African History, 2: 87-101

Vansina, Jan, 1960. “Recording the Oral History of the Bakuba”. Journal of African History, 1:45-53, 257-270.Part 1: “Methods”. Part 2: “Result”.

(1961), 1964. The Oral Tradition:A Study in Historical Methodology. Chicago: Aldine. Terbit pertama kali dalam bahasa Prancis. Berisi bibliografi yang luas dan pembicaraan tentang corak dan pentingnya tradisi lisan.
HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html