Ir Soekarno, nama itu sudah tidak asing lagi bagi seluruh warga negaraIndonesia, karena jasa-jasanya kepada bangsa Indonesia. Karena beliau adalah salah satu Proklamator Kemerdekaan Indonesia, namun sekarang generasi muda hanya mengenal beliau sebagai proklamator, tapi para generasi muda tidak mengetahui siapa sesungguhnya Ir. Soekarno itu.
Lebih daripada itu, Ir Soekarno adalah kaum intelektual Indonesia yang banyak menelurkan pemikiran-pemikiran yang tidak hanya diterima bahkan sebahagian pemikiran Soekarno banyak yang ditolak. Bahkan Soekarno pun, memiliki pemikiran dalam Islam walaupun ia lahir dan dibesarkan di sebuah keluarga yang tak membaca Qur’an sebagai bagian kehidupan sehari-hari. ayahnya seorang priyayi Jawa, pengikut theosofi, ibunya seorang perempuan Hindu Bali.
Maka dalam makalah ini akan saya jelaskan tentang biografi dari Ir. Soekarno agar kita dapat mengetahui secara detail tentang kehidupan salah satu tokoh proklamator itu, dan akan di sebutkan pula hal-hal yang mungkin sudah dilupakan oleh para pemuda bangsa, seperti halnya kiprah politik yang dilakukan oleh Soekarno.
A. Biografi Soekarno
Dr. Ir. Soekarno (Sukarno, nama lahir: Koesno Sosrodihardjo) (lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal diJakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945–1966. Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Koesno Sosrodihardjo oleh orangtuanya. Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".
Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu sedangkan Raden Soekemi sendiri beragama Islam. Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno lahir. Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.
Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja. Kemudian pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS). Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS di Surabaya, Jawa Timur. Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto. Tjokroaminoto bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis. Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Dharmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo. Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918. Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.
Tamat HBS Soerabaja bulan Juli 1921, bersama Djoko Asmo rekan satu angkatan di HBS, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921, setelah dua bulan dia meninggalkan kuliah, tetapi pada tahun 1922 mendaftar kembali dan tamat pada tahun 1926. Soekarno dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25 Mei 1926 dan pada Dies Natalis ke-6 TH Bandung tanggal 3 Juli 1926 dia diwisuda bersama delapan belas insinyur lainnya.
Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto. Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.
Sebagai arsitek Bung Karno adalah presiden pertama Indonesia yang juga dikenal sebagai arsitek alumni dari Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB). Ir. Soekarno pada tahun 1926 mendirikan biro insinyur bersama Ir. Anwari, banyak mengerjakan rancang bangun bangunan. Selanjutnya bersama Ir. Rooseno juga merancang dan membangun rumah-rumah dan jenis bangunan lainnya.
B. Kiprah Politik
1. Masa pergerakan nasional
Soekarno untuk pertama kalinya menjadi terkenal ketika dia menjadi anggota Jong Java cabang Surabaya pada tahun 1915. Bagi Soekarno sifat organisasi tersebut yang Jawa-sentris dan hanya memikirkan kebudayaan saja merupakan tantangan tersendiri. Dalam rapat pleno tahunan yang diadakan Jong Java cabang Surabaya, Soekarno menggemparkan sidang dengan berpidato menggunakan bahasa Jawa ngoko (kasar). Sebulan kemudian dia mencetuskan perdebatan sengit dengan menganjurkan agar surat kabar Jong Java diterbitkan dalam bahasa Melayu saja, dan bukan dalam bahasa Belanda.
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung yang merupakan hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo. Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada tanggal 29 Desember 1929 di Yogyakarta dan esoknya dipindahkan ke Bandung, untuk dijebloskan ke Penjara Banceuy. Pada tahun 1930 ia dipindahkan ke Sukamiskin dan pada tahun itu ia memunculkan pledoinya yang fenomenal Indonesia Menggugat (pledoi), hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hasan.
Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu. Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.
2. Masa penjajahan Jepang
Pada masa penjajahan Jepang, Jepang memerhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh-tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H. Mas Mansyur, dan lain-lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerja sama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.
Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, diantaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945, dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang, antara lain dalam kasus romusha.
3. Masa Perang Revolusi
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan momen tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP. Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa Lapangan Ikada tempat 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu (di bawah Inggris), meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan, sistem pemerintahan berubah menjadi semipresidensil/double executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden dan maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.
4. Masa kemerdekaan
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno.
Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Berkat jasanya itu, banyak negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan Indonesia.
Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC).
5. Kejatuhan
Situasi politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada 1965. Pelaku sesungguhnya dari peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di dalamnya. Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI dibubarkan. Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme). Sikap Soekarno yang menolak membubarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik.
Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno. Isi dari surat tersebut merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden. Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang. Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden berhalangan.
Soekarno kemudian membawakan pidato pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S pada Sidang Umum ke-IV MPRS. Pidato tersebut berjudul "Nawaksara" dan dibacakan pada 22 Juni 1966. MPRS kemudian meminta Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut. Pidato "Pelengkap Nawaskara" pun disampaikan oleh Soekarno pada 10 Januari 1967 namun kemudian ditolak oleh MPRS pada 16 Februari tahun yang sama.
Hingga akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka. Dengan ditandatanganinya surat tersebut maka Soeharto de facto menjadi kepala pemerintahan Indonesia. Setelah melakukan Sidang Istimewa maka MPRS pun mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar Revolusi dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan umum berikutnya
C. Pemikiran Soekarno
1. Nasakom
Nasakom adalah singkatan Nasionalis, Agama dan Komunis. Konsep ini diperkenalkan oleh Soekarno Presiden pertama Republik Indonesia yang menekankan adanya persatuan dari segala macam ideologi Nusantara untuk melawan penjajahan, dan sebagai pemersatu Bangsa untuk Revolusi rakyat dalam upaya memberantas kolonialisme di bumi Indonesia. Dengan penyatuan tiga konsep ini (Nasionalis, Agamis dan Komunis) Soekarno berusaha untuk mengajak segala komponen bangsa tanpa melihat segala perbedaan yang ada. Baik itu perbedaan Religius maupun suku dan budaya.
Teori Nasakom, telah lahir dan di rumuskan oleh Sukarno Sejak tahun 1926, yang waktu itu di istilahkan dengan tiga hal pokok yakni “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme. Yang pada intinya di persatukan dalam satu tujuan yaitu Gotong-royong (bekerja bersama-sama) untuk Revolusi Indonesia dalam melawan Imperialisme.
Namun ideologi ini runtuh ketika tragedi 30 september yang diduga adalah rekayasa kudeta yang dilakukan rezim Soeharto dengan memanfaatkan musuh politiknya (Partai Komunis Indonesia / PKI) yang kemudian di lakukan penghapusan pada partai tersebut dan di sertai dengan pembantaian rakyat indonesia yang terkait dengan partai tersebut.
2. Soekarno dan Islam
Kebanyakan orang akan berkata bahwa Soekarno sama sekali tidak memiliki pemikiran tentang Islam apalagi ketika Soekarno tidak melaksanakan janjinya kepada umat muslim Indonesia untuk mengembalikan pasal pertama dalam Pancasila khusus bagi umat muslim, dan untuk mengobati rasa sakit umat muslim, ia pun membentuk Departemen Agama.
Namun pada akhirnya pergolakan tetap terjadi dengan munculnya pemberontakan dari berbagai daerah meng-atas namakan dirinya gerakan DI/TII yang dipimpin oleh Kartosoewirjo dan di Sulawesi-Selatan oleh Kahar Muzakkar. Yang pada akhirnya pemberontakan ini dapat dihentikan.
Hingga perdebatan keras antara Soekarno dan Nartsir tentang agama dan negara. Dalam tulisannya, Bung Karno menyebut sekularisasi yang dijalankan Kemal Attaturk di Turki yakni pemisahan agama dari negara sebagai langkah ”paling modern” dan ”paling radikal”. Menurut Soekarno, apa yang dilakukan Turki sama dengan yang dilakukan negara- negara Barat. Di negara-negara Barat, urusan agama diserahkan kepada individu pemeluknya, agama menjadi urusan pribadi, dan tidak dijadikan sebagai urusan negara. Jadi kesimpulan Soekarno, buat keselamatan dunia dan buat kesuburan agama bukan untuk mematikan agama itu,urusan dunia diberikan kepada pemerintah, dan urusan agama diberikan kepada yang mengerjakan agama.
Natsir mengkritik keras pandangan Soekarno tentang pemisahan agama dengan negara. Natsir meyakini perlunya membangun negara yang diinspirasikan oleh nilai- nilai Islam. Oleh karena itu segala aktivitas muslim untuk berbangsa dan bernegara harus ditujukan untuk pengabdian kepada Allah. Yang tentunya berbeda dengan tujuan mereka yang berpaham netral agama. Untuk itu, Tuhan memberi berbagai macam aturan mengenai hubungan dengan Tuhan dan aturan menegenai hubungan di antara sesama makhluk yang berupa kaidah-kaidah yang berkenaan dengan hak dan kewajiban. Itulah sebenarnya yang oleh orang sekarang disebut “urusan kenegaraan”. Yang orang sering lupa ialah bahwa pengertian “agama” menurut Islam bukanlah hanya urusan “ibadat” saja, melainkan meliputi semua kaidah dan hudud dalam muamalah dalam masyarakat. Dan semuanya sudah tercantum dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Akan tetapi, jika ingin melihat pemikiran Soekarno dalam Islam perlu meninjau status keanggotaanya dalam Muhammadiyah hingga pemikirannya tetang “Islam Sontoloyo”
Pemikiran sosial-keagamaan Soekarno tumbuh dari pengembaraan spiritualnya baik dalam pengasingan, penjara, dialog dan hasil korespondensinya dengan sejumlah tokoh Islam sekaliber KH. Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah, H.O.S. Tjokroaminoto dari Serikat Islam (SI), M. Natsir dari Masyumi, A. Hassan dari Persatuan Islam (Persis), K.H Mas Mansur dan tokoh lainnya. Dari sinilah butir-butir pemikiran Islamnya muncul secara rasional, transformatif, progresif dan elastis.
Islam Sontoloyo adalah istilah kontroversial yang pernah dilontarkan oleh Soekarno. Menurutnya, dalam buku tersebut dijelaskan: “Secara harfiah makna sontoloyo (jawa) bisa bermakna sebagai kekonyolan, ketidakbecusan, ataupun kebodohan. Penggunaan kata sontoloyo dalam tulisannya “Islam Sontoloyo” oleh Soekarno lebih untuk merujuk kepada muslim (kelompok) yang memandekkan perkembangan pemikiran Islam melalui penafsiran tunggal untuk kepentingan diri atau kelompoknya semata”.
Melalui gagasan Islam Sontoloyo, Soekarno sesungguhnya bukan ingin mengecilkan makna Islam itu sendiri. Di balik itu, Soekarno pada dasarnya ingin mengajak umat Islam untuk memahami Islam dari kacamata lain sesuai dengan tuntutan jaman. Atau dengan bahasa yang lain seperti dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi (1963) Soekarno berharap agar kaum muslim dan muslimat dapat memudakan pengertian Islam agar lebih bijaksana. Demikian ungkapannya meminjam istilah pemikir Islam terkemuka Sayid Amir Ali.
Oleh sebab itu, dilengkapi dengan kepandaian bahasa dan kepiawaiannya memahami Islam dengan semangat pembaruan, Soekarno dengan lantang mengkritisi paham keagamaan yang fatalistik. Secara teologis, dalam persoalan fikih misalnya, Soekarno melihat fikih bukanlah sekadar syarat dan rukun dalam beribadah semata melainkan dalam konteksnya dengan peradaban Islam fikih memiliki dimensi spiritual dan dimensi duniawi. Maka pemahamannya harus bersandarkan pada kedua dimensi tersebut. Ini haruslah dilakukan secara proporsional sesuai dengan watak asli dari fikih itu sendiri.
Contoh lainnya zakat, seperti diuraikan dalam buku ini bahwa sesungguhnya zakat dalam Islam adalah semangat dan bentuk pembebasan manusia atas sebuah keadaan yang penuh kekurangan dan kemiskinan struktural dengan didasarkan pada solidaritas dan kolektivitas umat. Bukan hanya sebuah ritual formal belaka atas kewajiban muzakki untuk mengeluarkan zakat pada nisab tertentu, demikian menurut Soekarno.
Berpijak dari wawasan Soekarno tentang Islam, buku mungil ini juga menguraikan sisi kehidupan spiritual Soekarno yang jatuh hati pada Muhammadiyah yang berilian dengan ide pembaruan. Ketertarikannya dengan Muhammadiyah sejalan dengan ikhtiar Soekarno untuk membuka tabir kemajuan peradaban di balik kata Islam dari tokoh-tokoh pencerahan Islam seperti Muhammad Abduh, Jamaluddin al-Afghani, sampai proklamator kebangkitan Islam Ali Pasha, Arabi Pasha, Ahmad Bey Agayeff, dan Mohammad Ali, yang menghiasi wawasan keislaman dan kemuhammadiyahannya.
Menariknya, ketika Soekarno dipindahkan oleh Belanda dari Flores ke Bengkulen, maka Soekarno resmi masuk menjadi anggota Muhammadiyah pada tahun 1938. Bersama Saudara Hasan Din di Bengkulen Soekarno berpartisipasi aktif dalam kegiatan dakwah Muhammadiyah. Yang kemudian menjadi mertua beliau karena ayah dari Fatmawati, seorang perempuan yang dinikahi Soekarno.
Di lain kisah, Presiden Soekarno hadir dalam penutupan Muktamar Muhammadiyah Setengah Abad pada 25 November 1962 di Jakarta. Dalam penutupan Muktamar pada waktu itu, Soekarno mengucapkan: “Sekali Muhammadiyah, tetap Muhammadiyah!” Dan yang membuat suasana menakjubkan adalah saat Presiden Soekarno mengatakan: “Sejak saya menjadi Presiden Repulik Indonesia, saya belum pernah ditagih kontribusi. Jadi saya minta agar supaya sejak sekarang ditagihlah kontribusi saya ini”.
Secara garis besar, dapat dilihat bagaimana seorang Bung Karno meletakan Islam sebagai alat melintasi zaman. Bung Karno tidak hanya mengupas kulit Islam yang paling luar, kepiawaian dalam menafsirkan makna Islam, serta keberanian mendekonstruksi kata Islam sesuai konteks zaman menentukan gagasan ke-Islamannya yang progresif.
KESIMPULAN
Dalam kehidupannya, Soekarno yang lahir pada zaman penjajahan telah membawa perubahan yang sangat luar biasa di Negara Indonesia. Beliau adalah seorang yang menjadi proklamator, beliau adalah tokoh pergerakan nasional yang sangat terkenal karena keteguhan hatinya dan keyakinannya.
Tidak hanya itu beliau juga berkiprah di dunia politik dari zaman pergerakan nasional hingga zaman kemerdekaan, beliau turut berjasa dalam pergolakan melawan penjajah di Indonesia, seperti di Jakarta, Surabaya dan lainnya, walaupun beliau pernah diasingkan namun beliau tak pernah berhenti berjuang, walau pada akhir hayatnya beliau malah dituduh sebagai anggota dari PKI, akibat dari penolakannya dari TRITURA.
Pemikiran-pemikiran Soekarno dari Nasakom hingga pemikirannya tentang Islam (pro-kontra). Sangat banyak mempengaruhi perkembangan Indonesia hingga saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amar. Faozan., ed, Soekarno dan Muhammadiyah, Cet I: Jakarta, Al-Wasath Publishing House, 2009
Legge, J.D. Soekarno, Biografi Politik. Jakarta, Sinar Harapan, 1985.
Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta, UGM Press,1991.
Soekarno, id. wikipedia.org/ Soekarno.html