Sunday, 15 February 2015

Perang Salib-Perang Sabil


1. Sejarah dan Penyebab Terjadinya Perang Salib

novrizalbinmuslim.wordpress.com

Perang salib terjadi selama kurang lebih dua abad. Peristiwa ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen terhadap orang Islam, yang kemudian meletusnya Perang Salib ini[1]. Kebencian ini bertambah setelah dinasti Seljuk dapat merebut Baitul Maqdis pada tahun 471 H dari kekuasaan Dinasti Fathimiyyah yang berkedudukan di Mesir. Hingga akhirnya kebijakan yang dikeluarkan oleh Dinasti Seljuk bagi umat Kristiani yang hendak berziarah kesana dirasakan sangat memberatkan dan menyulitkan[2]. Perang ini juga merupakan kumpulan gelombang dari pertikaian agama bersenjata yang dimulai oleh kaum Kristiani, yakni pada periode 1096-1291.

Dinamakan Perang Salib, sebab ekspedisi militer Kristen dalam peperangan ini mempergunakan lambang salib yang merupakan sebuah simbol pemersatu antara kaum Kristiani untuk menunjukkan bahwa peperangan yang mereka lakukan adalah perang suci[3]. Perang yang sangat melelahkan ini, salah satunya disebabkan oleh permintaan Kaisar Alexius Connenus I pada tahun 1095 kepada Paus Urbanus II[4]. Kaisar dari Bizantuim meminta bantuan dari Romawi karena daerah-daerah yang tersebut sampai ke pesisir Laut Marmora dibinasakan oleh Dinasti Saljuk. Bahkan, kota Konstanatinopel diancamnya pula. Adanya permintaan ini, Paus Urbanus II melihat kemungkinan untuk mempersatukan kembali (gereja Yunani dengan Romawi yang telah terpecah semenjak tahun 1009-1054)[5].

Maka pada tanggal 26 November 1095, Paus Urbanus II menyampaikan pidatonya yang menggebu-gebu dihadapan ribuan kaum Kristiani. Isi pidato yang disampaikan oleh Paus Urbanus II menyulut Perang Salib ini terjadi di Clermont, bagian Tenggara Perancis dan memerintahkan orang-orang Kristen agar memasuki lingkungan Makam Suci, untuk merebutnya dari orang-orang jahat serta menyerahkannya kembali kepada mereka[6].

Menurut penulis, mungkin inilah salah satu bentuk pidato paling berpengaruh yang pernah disampaikan oleh Paus Urbanus II sepanjang catatan sejarah. Orang-orang yang hadir di sana dengan penuh semangat yang tinggi meneriakkan slogan Deus Vull (Tuhan menghendaki) sambil mengancung-acungkan tangan[7]. Sehingga pada musim semi tahun 1097, sekitar 150.000 manusia umat Kristiani, sebagian besar yang merupakan orang Franka, Norman dan sebagian lagi merupakan rakyat biasa menyambut seruan tersebut untuk berkumpul di Konstatinnopel. Pada saat itulah genderang Perang Salib, dengan himpunan umat Kristiani yang dirasakan sudah cukup untuk menyerang Islam mulai dilancarkan.

Penyebab Perang Salib yang kedua adalah faktor sosial ekonomi[8]. Pada waktu itu, para pedagang besar yang berada di sekitar pantai timur Laut Tengah, terutama yang berada di kota-kota penting, seperti Venezia, Ganoua, dan Pisa, berambisi dengan penuh emosi untuk menguasai sejumlah kota perdagangan di sepanjang pantai timur dan selatan Laut Tengah tersebut[9]. Hal ini dilakukan salah satunya untuk memperluas jaringan perdagangan mereka. Untuk itu, hampir seluruhnya mereka rela menanggung sebagian dana Perang Salib dengan maksud menjadikan kawasan itu sebagai pusat perdagangan mereka apabila seandainya umat Kristen Eropa memperoleh kemenangan.

Ketika Perang Salib Pertama didengungkan pada tanggal 27 November 1095, para pangeran Kristen dari Iberia sedang bertempur untuk keluar dari pegunungan Galicia dan Asturia, yaitu wilayah Basque dan Navarre, dengan tingkat keberhasilan yang tinggi, selama kurang lebih seratus tahun. Ketidakbersatuan penguasa-penguasa Muslim merupakan salah satu faktor yang penting bagi kelancaran kaum Kristen untuk melakukan ekspedisinya. Mereka tidak mengenal hal lain selain bertempur. Ahli sejarah Spanyol melihat bahwa faktor ini merupakan kekuatan besar bagi kaum Kristiani, dengan menelan dogma Kristen bahwa kebaikan yang tertinggi adalah mati dalam pertempuran mempertahankan kekristenan suatu negara. Sehingga, menurut mereka Perang Salib bagi orang-orang Kristen merupakan jaminan untuk masuk surga. Sebab mati dalam pertempuran Perang Salib, menurut mereka, adalah mati sebagai pahlawan agama dan akan langsung dimasukan ke dalam surga walaupun mempunyai dosa-dosa pada masa lalunya[10].

2. Periodisasi Perang Salib

http://daulahislam.com/

Para sejarawan menyatakan, sebenarnya periode meletusnya Perang Salib ini selama kurun waktu dua abad sulit di klasifikasikan. Ada yang menyatakan bahwa Perang Salib itu terjadi selama enam periode, ada juga yang menyatakan terjadi selama delapan periode bahkan lebih. Akan tetapi, kebanyakan dari sejarawan berpendapat Perang Salib ini terjadi selama tiga periode. Mereka mengutip dari seorang tokoh sejarawan terkemuka bernama Philip K. Hitti dalam bukunya yang berjudul History of The Arabs[11]. Ketiga periodisasi tersebut adalah sebagai berikut:

a) Masa periode pertama (periode penaklukan)

Pada masa penaklukan, jalinan kerja sama Kaisar Alexius I dan Paus Urbanus II berhasil membangkitkan semangat umat Kristen, terutama akibat pidato Puas Urbanus II di Clermont (Perancis Selatan), pada tanggal 26 November 1095. Konsili di Clermont ini, ia menyampaikan kotbahnya yang bertujuan untuk menggerakkan dan membuat umat Kristiani mendapat suntikan semangat baru untuk mengunjungi kuburan Suci. Gerakan awal ini dipimpin oleh Pierre I’ ermite[12]. Dari sepanjang perjalanan menuju Konstatinopel, mereka membuat keonaran-keonaran seperti, melakukan perampokan, dan bahkan terjadi bentrokan dengan penduduk Hongaria dan Bizinatum. Akan tetapi, pada khirnya dengan mudah pasukan Salib ini dapat ditaklukkan oleh dinasti Saljuk, yang dipimpin oleh Killij Arslan dan Alp Arslan. Mereka kaum Kristiani terkocar-kacir dan kembali ke Clermont.

Masih dalam periode ini, Pasukan Salib berikutnya dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond[13]. Gerakan ini lebih merupakan ekspedisi militer yang sangat terorganisir dan tersusun dengan rapi. Sehingga, mereka bisa berhasil menaklukkan dan menduduki kota suci Palestina (Yerusalem) pada tanggal 7 Juli 1099. Inilah ekspedisi yang menghasilkan kemenangan besar. Selain itu, kekejaman yang dipimpin oleh pasukan Godfrey ini melakukan pembantaian besar-besaran terhadap umat Islam tanpa membedakan laki-laki dan perempuan, baik anak-anak maupun orang tua. Banjir darah dan pembantaian terhadap kaum muslim mengikuti kemenangan mereka di Kota Suci itu. Taktik para tentara Perang Salib ialah tidak membawa tawanan serta sebab berhasilnya perang salib pertama ini adalah ketidaktahuan para umat baik itu muslim, kristen dan yahudi di yerusalem bahwa mereka datang untuk menyerang. Karena itulah para muslim tidak menyiagakan pasukannya dan memang yang pada waktu itu Yerusalem bukan daerah kekuasaan atau jajahan kekaisaran muslim, biadabnya lagi yang mereka bantai adalah para penduduk dan pedagang muslim yang sudah menyerah, inilah yang menyebabkan kebencian umat Islam. Seorang pengamat yang merestui tindakan biadab tersebut menulis bahwa para prajurit menunggang kuda mereka dalam darah yang tingginya mencapai tali kekang kuda, dan memang kaum Kristiani Eropa cenderung menutupi kejadian ini dan yang semacam ini, demi nama baik mereka, tidak seperti pembantaian kaum Yahudi yang selalu mereka gembar-gemborkan. Sebelum mereka menduduki Baitulmakdis, pasukan ini terlebih dahulu merebut Anatalia Selatan, Tarsus Artiolia, Allepo, dan Ar-Ruba, Tripoli, Syam dan Arce.

Kemenangan yang diperoleh pasukan Salib pada periode ini telah mengubah peta dunia Islam. Adapun bukti kemenangan tersebut adalah berdirinya kerajaan-kerajaan Latin-Kristen di wilayah bagian timur, seperti Kerajaan Baitulmakdis yang berdiri pada tanggal 15 Juli 1099 di bawah pemerintahan raja Godfrey, kemudian di Edessa pada tahun 1099 di bawah kekuasaan Raja Baldwin, serta di wilayah Tripoli masih pada tahun 1099 di bawah kekuasaan Raja Reymond[14]. Akibatnya, wilayah-wilayah kekuasaan Islam masa ini hamper sebagian besar di duduki oleh tentara Kristiani.

b) Masa periode kedua (reaksi umat Islam)
www.al-mukminun.com


Pada masa ini beberapa wilayah kekuasan Islam jatuh ke tangan tentara Salib, sehingga menyebabkan bangkitnya kembali kaum muslimin untuk menghimpun kekuatan besar yang diprioritaskan khusus menghadapi mereka. Di bawah komando sang panglima Imanduddin Zangi, yang merupakan Gubernur Mosul, kaum musilimin serempak menyatukan langkah besar bergerak maju untuk membendung serangan dari pasukan Salib. Alhasil, pada tahun 1144 M atas jerih payah dan semangat juang yang tinggi, tentara muslim berhasil merebut kembali tiga wilayah penting, yaitu Allepo, Hamimah dan Edessa. Hal ini merupakan salah satu kemengan besar tentara muslim.

Akan tetapi, setelah Imaduddin Zangi (Imaduddin Zanki)[15] wafat pada tahun 1146 M, posisinya digantikan oleh putranya, Nuruddin Zangi. Ia meneruskan cita-cita ayahnya yang ingin membebaskan negara-negara Islam di timur dari cengkraman kaum Salib. Kota-kota yang berhasil dibebaskan masa putranya ini, antara lain Damaskus, Antiolia dan Mesir pada tahun 1149 M, dan pada tahun 1151 M, kemenangan yang sangat mengagumkan seluruh wilayah Edessa dapat direbut kembali dan dikuasai oleh tentara Islam[16].

Kejatuhan wilayah Edessa ini, menyebabkan kaum Kristiani mengobarkan Perang Salib kedua yang sesungguhnya[17]. Kali ini, Paus Eugenius III menyerukan perang suci yang disambut sangat baik oleh Raja Perancis bernama Louis VII dan Raja Jerman bernama Condrad II. Kedua raja ini memimpin pasukan tentara Salib dengan rencana untuk merebut wilayah Kristen di Syiria. Akan tetapi, hal demikian sangatlah mudah bagi Nuruddin Zangi, kedua pasukan ini bisa dihalau dan mereka melarikan diri pulang ke negerinya.

Pasca wafatnya Nuruddin Zangi pada tahun 1174 M[18], panglima perang selanjutnya berada dalam kekuasaan Shalahuddin Al-Ayyubi (saladin) yang berhasil mendidrikan Dinasti Ayyubiyah di Mesir pada tahun 1175 M serta berhasil membebaskan Baitulmakdis pada tanggal 2 Oktober 1187. Bahkan, pada tahun 1187 M[19], peperangan yang di pimpin oleh panglima Shalahuddin Al-Ayyubi ini mengalami kemenangan besar dengan direbutnya kembali wilayah Yerussalem yang sebelumnya dikuasai oleh tentara Kristiani yang mendirikan kerajaan latin selama 88 tahun. Keberhasilan umat Islam ini, sangat menyedihkan dan memukul perasaan tentara Salib. Akhirnya mereka kembali membangkitkan kaumnya untuk mengirim ekspedisi militer besar-besaran dan yang lebih kuat. Mereka menyusun rencana sebaik mungkin untuk menyerang sebagai balasannya. Ekspedisi ini diluncurkan pada tahun 1189 M yang dipimpin oleh raja besar Eropa, seperti Frederick I ( Frederick Barbarossa, Kaisar Jerman), Richard I (The Lion Hearted, Raja Inggris), serta Philip II ( Philip Agustus, Raja Perancis)[20]. Ekspedisi ini dilakukan pada tahun 1189 M[21].

Ekspedisi perang Salib ini dibagi beberapa divisi, sebagian menempuh jalur jalan darat dan sebagian lagi menempuh jalur laut. Frederick yang memimpin divisi jalur darat ini tewas ketika menyerangi sungai Armenia, dekat kota Ruba (Edessa). Sebagian tentaranya kembali, kecuali beberapa orang yang masih hidup melanjutkan perjalannya. Dua divisi lainnya yang menempuh jalur laut bertemu di Sisilia. Mereka berada di Sisilia hingga musim dingin berlalu. Richard menuju Ciprus dan mendudukinya di sana. Sedangkan Philip langsung ke Arce, dan pasukannya berhadapan dengan pasukan Saladin, sehingga terjadi pertempuran sengit. Namun, dengan pasukan Saladin memilih mundur dan mengambil langkah untuk mempertahankan Mesir. Dalam keadaan demikian, pihak Richard dan pihak Saladin sepakat untuk melakukan genjatan senjata dan membuat perjanjian. Perjanjian ini disebut denganShulh al-Ramlah[22]. Inti dari perjanjian damai itu adalah bahwa umat Kristen yang akan berziarah ke Baitulmakdis akan terjamin keamanannya. Begitu juga dengan daerah pesisir utara, Arce dan Jaita berada di bawah kekuasaan tentara Salib.

c) Masa periode ketiga (perang saudara kecil-kecilan/periode kehancuran)

Pada periode ini, peperangan disebabkan oleh ambisi politik untuk memperoleh kekuasaan dari sesuatu yang bersifat materialisti daripada motivasi agama. Dalam periode ini, muncul pahlawan wanita dari kalangan kaum muslimin yang terkenal gagah berani yaitu Syajar Ad-Durr. Ia beerhasil menghancurkan pasukan Raja Louis IX dari Perancis sekaligus menangkap raja tersebut. Pada tahun 1219 M, meleteus kembali peperangan, pada waktu itu tentara Kristen berada di bawah kekuasaan Raja Jerman, Frederick II, mereka berusaha merebut Mesir terlebih dahulu sebelum merebut ke wilayah Palestina, dengan harapan mereka mendapatkan bantuan dari orang-orang Kristen Qibthi[23].

Dalam serangan tersebut, mereka berhasil menduduki Dimyat, Raja Mesir dari Dinasti Ayyubiyah waktu itu, al-Malik al-Kamil, membuat penjanjian dengan Raja Frederick. Isinya antara lain Frederick bersedia melepaskan Dimyat, sementara al-Malik al-Kamil harus bersedia melepaskan Palestina. Raja Frederick menjamin keamanan kaum muslimin di sana, dan begitu pun Frederick tidak diperbolehkan mengirim bantuan kepada Kristen yang berada di wilayahSyria.

Dalam perkembangan berikutnya, wilayah Palestina yang tadinya diserahkan kepada Raja Frederick kini dapat direbut kembali oleh kaum muslimin pada tahun 1247 M, yakni pada masa pemerintahan al-Malik al-Shalih, penguasa Mesir pengganti al-Malik al-Kamil. Ketika Mesir dikuasai oleh dinasti Mamalik, yang menggantikan posisi Daulah Ayyubiyyah, pimpinan perang dipegang oleh Baybars dan Qalawun[24]. Pada masa merekalah Akka dapat direbut kembali oleh kaum muslimin pada tahun 1291 M. Demikianlah Perang Salib yang berkobar di Timur. Perang ini tidak berhenti di Barat, termasuk di wilayah Spanyol, sampai umat Islam habis terkikis dan terusir dari sana[25].

Akan tetapi, walaupun umat Islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari pasukan tentara Salib, namun berbagai kerugian yang mereka derita begitu banyak. Sebab, peperangan semuanya itu terjadi diwilayah kekuasaan Islam. Diantara kerugian yang diderita oleh kaum muslimin adalah lemahnya kekuatan politik umat Islam serta banyak dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dari pemerintahan pusat Abbasiyah di Baghdad.

3. Akibat, Kondisi dan Peninggalan dari Perang Salib

http://daulahislam.com
a) Akibat Perang Salib

Perang Salib menimbulkan beberapa akibat penting dalam sejarah dunia. Perang Salib membawa Eropa ke dalam kontak langsung dengan dunia muslim dan terjadinya hubunngan antara timur dan barat. Kontak ini menimbulkan saling tukar pikiran antara kedua belah pihak. Pengetahuan orang timur yang progresif dan maju memberi daya dorong besar bagi pertumbuhaan intelektual Eropa barat. Hal ini melahirkan suatu bagian penting dalam menumbuhkan reanisance di Eropa[26].

Keuntungan Perang Salib bagi Eropa adalah menambah lapangan perdagangan, mempelajari kesenian dan penemuan penting seperti kompas pelaut, kincir angin dan sebagian dari orang islam mereka juga dapat mengetahui cara bertani yang maju dan mempelajari kehidupan industri timur yang lebih berkembang. Ketika kembali ke Eropa, mereka mendirikan pasar khusus barang-barang timur. Orang barat mulai menyadari kebutuhan akan barang-barang timur dan karena kepentingan ini perdagangan antara menjadi lebih berkembang. Kegiatan perdagangan tersebut lebih mengarahkan pada perkembangan kegitan maritim di Laut Tengah[27].

b) Kondisi Pasca Perang Salib

Perang Salib Pertama melepaskan gelombang semangat perasaan paling suci sendiri yang diekspresikan dengan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi yang menyertai pergerakan tentara Salib melintasi Eropa dan juga perlakuan kasar terhadap pemeluk Kristen OrthodoxTimur. Kekerasan terhadap Kristen Orthodox ini berpuncak pada penjarahan kota Konstantinopel pada tahun 1024, dimana seluruh kekuatan tentara Salib ikut serta. Selama terjadinya serangan-serangan terhadap orang Yahudi, pendeta lokal dan orang Kristen berupaya melindungi orang Yahudi dari pasukan Salib yang melintas. Orang Yahudi seringkali diberikan perlindungan di dalam gereja atau bangunan Kristen lainnya, akan tetapi, massa yang beringas selalu menerobos masuk dan membunuh mereka tanpa pandang bulu.

Pada abad ke-13, Perang Salib tidak pernah mencapai tingkat kepopuleran yang tinggi di masyarakat. Sesudah kota Acra jatuh untuk terakhir kalinya pada tahun 1291 M dan sesudah penghancuran bangsa Occitan (Perancis Selatan) yang berpaham Catharisme pada Perang Salib Albigensian, ide perang Salib mengalami kemerosotan nilai yang diakibatkan oleh pembenaran lembaga kepausan terhadap agresi politik dan wilayah yang terjadi di Katolik Eropa. Orde ksatria Salib mempertahankan wilayah adalah orde Knights Hospitaller. Sesudah kejatuhan Acra yang terakhir, orde ini menguasai Pulau Rhodes dan pada abad ke-16 dibuang ke Malta. Tentara-tentara Salib yang terakhir ini akhirnya dibubarkan oleh Napoleon Bonaparte pada tahun 1798 M.

c) Peninggalan dari Perang Salib

Diantara beberapa peninggalan dari hasil pertempuran ini adalah[28]:

· Politik dan Budaya

Perang Salib amat memengaruhi Eropa pada Abad Pertengahan Pada masa itu, sebagian besar benua dipersatukan oleh kekuasaan Kepausan, akan tetapi pada abad ke-14, perkembangan birokrasi yang terpusat (dasar dari negara-bangsa modern) sedang pesat di Perancis, Inggris,Burgundi, Portugal, Castilia dan Aragon. Hal ini sebagian didorong oleh dominasi gereja pada masa awal perang salib. Meski benua Eropa telah bersinggungan dengan budaya Islam selama berabad-abad melalui hubungan antara Semenanjung Iberia dengan Sisilia, banyak ilmu pengetahuan di bidang-bidang sains, pengobatan dan arsitektur diserap dari dunia Islam ke dunia Barat selama masa Perang Salib[29]. Pengalaman militer Perang Salib juga memiliki pengaruh di Eropa, seperti misalnya, kastil-kastil di Eropa mulai menggunakan bahan dari batu-batuan yang tebal dan besar seperti yang dibuat di Timur, tidak lagi menggunakan bahan kayu seperti sebelumnya. Sebagai tambahan, tentara Salib dianggap sebagai pembawa budaya Eropa ke dunia, terutama Asia[30].

Bersama perdagangan, penemuan-penemuan dan penciptaan-penciptaan sains baru mencapai timur atau barat. Kemajuan bangsa Arab termasuk perkembangan aljabar, lensa dan lain lain mencapai barat dan menambah laju perkembangan di universitas-universitas Eropa yang kemudian mengarahkan kepada masa Renaissance pada abad-abad berikutnya.

· Perdagangan

Kebutuhan untuk memuat, mengirimkan dan menyediakan balatentara yang besar menumbuhkan perdagangan di seluruh Eropa. Jalan-jalan yang sebagian besar tidak pernah digunakan sejak masa pendudukan Romawi, terlihat mengalami peningkatan disebabkan oleh para pedagang yang berniat mengembangkan usahanya. Ini bukan saja karena Perang Salib mempersiapkan Eropa untuk bepergian akan tetapi lebih karena banyak orang ingin bepergian setelah diperkenalkan dengan produk-produk dari timur[31]. Hal ini juga membantu pada masa-masa awal Renaissance di Itali karena banyak negara-kota di Itali yang sejak awal memiliki hubungan perdagangan yang penting dan menguntungkan dengan negara-negara Salib, baik di Tanah Suci maupun kemudian di daerah-daerah bekas Byzantium.

Pertumbuhan perdagangan membawa banyak barang ke Eropa yang sebelumnya tidak mereka kenal atau amat jarang ditemukan dan sangat mahal. Barang-barang ini termasuk berbagai macam rempah-rempah, gading, batu-batu mulia, teknik pembuatan barang kaca yang maju, bentuk awal dari mesin, jeruk, apel, hasil-hasil tanaman Asia lainnya dan banyak lagi. Keberhasilan untuk melestarikan Katolik Eropa, bagaimanapun, tidak dapat mengabaikan kejatuhan Kekaisaran Kristen Byzantium. Tanah Byzantium adalah negara Kristen yang stabil sejak abad ke-4. Sesudah tentara Salib mengambil alih Konstantinopel pada tahun 1204 M, Byzantium tidak pernah lagi menjadi sebesar atau sekuat sebelumnya dan akhirnya jatuh pada tahun 1453 M.

Melihat apa yang terjadi terhadap Byzantium, Perang Salib lebih dapat digambarkan sebagai perlawanan Katolik Roma terhadap ekspansi Islam, ketimbang perlawanan Kristen secara utuh terhadap ekspansi Islam. Di lain pihak, Perang Salib Keempat dapat disebut sebuah anomali. Kita juga dapat mengambil suatu kompromi atas kedua pendapat di atas, khususnya bahwa Perang Salib adalah cara Katolik Roma utama dalam menyelamatkan katolikisme, yaitu tujuan yang utama adalah memerangi Islam dan tujuan yang kedua adalah mencoba menyelamatkan kekristenan[32].

Perang salib memiliki efek yang buruk tetapi terlokalisir pada dunia Islam. Dimana persamaan antara bangsa Frank dengan Tentara Salib meninggalkan bekas yang amat dalam. Muslim secara tradisional mengelu-elukan Saladin, seorang ksatria Kurdi, sebagai pahlawan Perang Salib. Pada abad ke-21, sebagian dunia Arab, seperti gerakan kemerdekaan Arab dan gerakan Pan-Islamisme masih terus menyebut keterlibatan dunia Barat di Timur Tengah sebagai perang salib. Perang Salib dianggap oleh dunia Islam sebagai pembantaian yang kejam dan keji oleh kaum Kristen Eropa.

Konsekuensi yang secara jangka panjang menghancurkan tentang Perang Salib. Menurut ahli sejarah, Peter Mansfield, adalah pembentukan mental dunia Islam yang cenderung menarik diri. Ilustrasi dalam Injil Perancis dari tahun 1250 M yang menggambarkan pembantaian orang Yahudi (dikenali dari topinya yakni Judenhut) oleh tentara Salib.Terjadi kekerasan tentara Salib terhadap bangsa Yahudi di kota-kota di Jerman dan Hongaria, belakangan juga terjadi diPerancis dan Inggris, dan pembantaian Yahudi di Palestina dan Syria menjadi bagian yang penting dalam sejarah Anti-Semit. Meski tidak ada satu Perang Salib pun yang pernah dikumandangkan melawan Yahudi. Serangan-serangan ini meninggalkan bekas yang mendalam dan kesan yang buruk pada kedua belah pihak selama berabad-abad. Kebencian kepada bangsa Yahudi meningkat. Posisi sosial bangsa Yahudi di Eropa Barat semakin merosot dan pembatasan meningkat selama dan sesudah Perang Salib. Hal ini memuluskan jalan bagi legalisasi Anti-Yahudi oleh Paus Innocentius III dan membentuk titik balik bagi Anti-Semit abad pertengahan[33].

· Pegunungan Kaukasus

Orang Armenia merupakan pendukung setia Tentara Salib. Di pegunungan Kaukasus di Georgia, di dataran tinggi Khevsureti yang terpencil, ada sebuah suku yang disebut Khevsurs yang dianggap merupakan keturunan langsung dari sebuah kelompok tentara Salib yang terpisah dari induk pasukannya dan tetap dalam keadaan terisolasi dengan sebagian budaya Perang Salib yang masih utuh. Memasuki abad ke-20, peninggalan dari baju perang, persenjataan dan baju rantai masih digunakan dan terus diturunkan dalam komunitas tersebut. Ahli ethnografi Rusia, Arnold Zisserman, yang menghabiskan 25 tahun (1842 – 1862) di pegunungan Kaukasus, percaya bahwa kelompok dari dataran tinggi Georgia ini adalah keturunan dari tentara Salib yang terakhir berdasarkan dari kebiasaan, bahasa, kesenian dan bukti-bukti yang lain. Penjelajah Amerika Richard Halliburton melihat dan mencatat kebiasaan suku ini pada tahun 1935 M[34].

Simpulan

Dari pembahasan diatas, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut:

  1. Perang Salib merupakan peperangan antara tentara Islam dengan Kristen. Hal ini terjadi bermula kebencian umat Kristiani terhadap masa pemerintahan Dinasti Seljuk yang dapat menguasai kota suci mereka. Terlebih dinasti menguasai Baitulmakdis. Dalam peperangan ini tentara Salib memakai tanda salib di pakaiannya sebagai tanda pemersatu umat Kristiani dan menunjukkan peperangan suci.
  2. Menurut Philip K. Hitti, sebagaimana yang dikutip oleh banyak sejarawan, bahwa Perang Salib dibagi ke dalam tiga periode, yaitu periode pertama yang disebut sebagai periode penaklukkan. Kemudian periode kedua yang disebut dengan periode reaksi umat Islam dan yang terakhir adalah periode ketiga atau yang disebut dengan periode kehancuran.
  3. Ada beberapa peninggalan dan dampak yang diakibatkan hasil dari Perang Salib ini. Diantaranya adalah sebagai berikut:
  4. Politik dan budaya yang sangat berpengaruh pada masa abad pertengahan Eropa yang dikenal dengan istilah Renaissance.
[1] Badri Yatim, 2008. Sejarah Peradapan Islam (Dirasah Islamiah II). Jakarta: PT Raja Grafinda Persada. hlm. 76.

[2] Ibid., hlm. 77.

[3] Maslani dan Ratu Suntiah, 2010. Sejarah Peradapan Islam. Bandung: CV. Insan Mandiri. hlm. 133.

[4] Dedi Supriyadi, 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia, hlm. 171.

[5] Ibid.

[6] Dedi Supriyadi, Op. Cit., hlm.71-72.

[7] Ibid., hlm. 72.

[8] Maslani dan Ratu Suntiah, Op. Cit. hlm. 135.

[9] Dedi Supriyadi, Op.Cit. hlm. 172-173.

[10] Ibid.

[11] Badri Yatim, Op. Cit., hlm. 77. Lihat juga Maslani dan Ratu Suntiah, Op. Cit. hlm. 135-137 dan Dedi Supriyadi, Op. Cit., hlm. 172-174.

[12] Dedi Supriyadi, Op. Cit., hlm. 172.

[13] Badri Yatim, Op. Cit. hlm. 76.

[14] Ibid., hlm. 77.

[15] Ibid., hlm. 77-78.

[16] Maslani dan Ratu Suntiah, Op. Cit. hlm. 136.

[17] Badri Yatim, Op. Cit. hlm. 78.

[18] Ibid.

[19] Ibid.

[20] Maslani dan Ratu Suntiah, Op. Cit. hlm. 136-137. Lihat juga Dedi Supriyadi, Op. Cit. hlm. 173.

[21] Badri Yatim, Op. Cit., hlm. 78.

[22] Ibid.

[23] Ibid., hlm. 79.

[24] Maslani dan Ratu Suntiah, Op. Cit. hlm. 136-137

[25] Badri Yatim, Op. Cit., hlm. 79.

[26] Dedi Supriyadi, Op. Cit., hlm. 175.

[27] Maslani dan Ratu Suntiah, Op. Cit. hlm. 137-138.

[28] Ibid.

[29] Ibid.

[30] Dedi Supriyadi, Op. Cit., hlm. 175.

[31] Ibid.

[32] Badri Yatim, Ibid.

[33] Ibid.

[34] Dikutip dari berbagai sumber.

DAFTAR PUSTAKA

Maslani dan Ratu Suntiah. 2010. Sejarah Peradapan Islam. Bandung: CV. Insan Mandiri.

Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradapan Islam (Dirasah Islamiah II). Jakarta: PT Raja Grafinda Persada.



0 komentar:

HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html