Islam Di Domba Hitamkan

Ditengah kekacauan,Fitnah, teror dan kekerasan,umat Islam tetap tabah berdiri mempertahankan keyakinannya, dengan memperkenalkan agamanya dengan cara-cara damai dan menyejukkan.

Akhirnya Sunni dan Syiah Bersatu

Bukankah mereka mengimani tuhan yang sama, Mencintai Nabi dan Rosul yang sama, memiliki Kitab suci yang sama, Mempunyai Syahadah yang sama ?, Kemudian mereka saling fitnah dan menumpahkan darah.

Pengaruh Peradaban Islam Terhadap dunia Modern

Pada masa lampau, peradaba Islam memberikan sumbangan besar terhadap kemajuan dunia Barat, kini Islam dan Barat saling menghunus pedang, Islam sebagai Tokoh Kegelapan, sedangkan Barat sebagai Tokoh Peradaban.

Jihad Dan Terorisme dalam Prespektif Islam

Siapa mereka yang mengatakan terorisme merupakan bagian dari jihad fi sabilillah ?? sedangkan teror sangat ditentang oleh teks rujukan utama umat Islam.

Lagenda Assasin "Penebar Maut Lembah Alamut"

Asyhasin(assassin) Antara Lagenda dan Mitos, Siapa Sangka Assassin yang terkenal sebagai Game, adalah Kisah Nyata Pasukan Khusus sekte pecahan Syiah Ismailiyah.

Tuesday 17 March 2015

Perkembangan Pemikiran Islam di Perancis



Sumber Gambar http: static.inilah.com
Islam merupakan agama wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia. Sebagai sebuah agama yang berasal dari Allah, ia merupakan agama universal yang kandungan ajarannya mencakup semua aspek kehidupan, kebangsaan dan ras dengan kawasan yang meliputi hampir semua ide klimatologi dan geografi.[1]

Karena ia merupakan agama wahyu yang diperuntukkan bagi manusia, maka Nabi diutus untuk berdakwah menyampaikan ajaran Islam ini. Islam akhirnya berkembang begitu pesat, bukan saja ke wilayah Timur, tetapi sampai ke Barat. Untuk wilayah Timur, Islam menyebar sampai ke Suria, Palestina, Persia, Iraq, Mesir dan Tripoli bagian selatan.[2] Kota-kota penting yang berhasil di kuasai Islam di Barat terbentang luas dari Damaskus , Uta, Pulau Rhodus, Sicilia sampai ke Konstantenopel, dari Qairawan, Tunis, Ceuta, Granada, Cordova, Andalusia sampai ke tepi lautan Atlantik dan pegunungan Pyrenia.[3]

Lalu kapan Islam masuk ke Prancis dan bagaimana perkembangannya? Tulisan ini menjawab pertanyaan tersebut dengan menyajikan data masuk dan perkembangan Islam di Prancis.

II. Sejarah Masuknya Islam di Prancis

Sebenarnya Pancis sudah lama mengadakan kontak dengan Islam, tepatnya sejak Islam masuk pad abad ke VII di bagian selatan Prancis. Islam berkuasa lebih kurang 40 tahun. Demikian pula pad abad X, Islam mencoba memperluas daerah kekuasannya, tetapi gagal sebab di abad pertengahan ini, Islam sibuk menghadapi Perang Salib dan akhirnya mereka meninggalkan Prancis.[4] Demikian pula bangsa Prancis pernah menginjakkan kakinya di Mesir di saat Napoleon menaklukkan Meir pada tahun 1789.[5] Penaklukan ini sudah lama diinginkan oleh Raja Louis XIV untuk memudahkan jalur perdagangan melalui Laut Merah dan Laut Tengah menuju ke Timur dan India.[6]

Kehadiran Islam di Prancis ini menjadi signifikan bersamaan dengan colonialisasi Prancis di Afrika Utara yang dimulai pada tahun 1830. Para pedagang yang dikenal dengan istilah Turcos datang dari Aljazair setelah tahun 1850, menyusul kemudian imigran Maroko yang bekerja di Darmaga Marselles, kontruksi bangunan kota Paris dan di sektor pertambangan di Prancis bagian selatan. Selama perang dunia I, para imigran yang berjumlah lebih dari 132.000 orang Afrika Utara berdomisili di Prancis sebagai pekerja sawah dan buruh di pabrik senjata dan lebih dari 15.000 orang diminta untuk terlibat dalam peperangan memanggul senjata.[7]

Meski sejumlah besar orang Islam dikembalikam ke posisi semula setelah perang dunia I, namun di awal bad XX, gelombang pekerja berdatangan lagi ke Prancis, utamanya setelah Aljazair merdeka tahun 1962.[8] Pekerja itu terdiri atas warga Aljazair, Maroko dan Tunisia. Pada tahun 1974, Pemerintah Prancis mengeluarkan deregulasi tentang bolehnya membawa Istri dan keluarga bagi pekerja tersebut.

Seiring dengan perjalanan waktu, jumlah orang-orang Islam bertambah dan semakin plural. Hal ini ditandai dengan hadirnya pendatang Turki, Afrika (Senegal, Mali dan Mauritania), Timur Tengah (Mesir, Syiria, Iraq, Lebanon), Asia Barat dan Tengah (Iran, Afganistan dan Pakistan). Di samping pekerja, masuk pula para pelajar, intelektual dan profesional muslim di Prancis yang menyebabkan Islam secara perlahan namun pasti mengalami perkembangan dan pertambahan hingga Islam menjadi agama kedua di Prancis setelah Kristen.

III. Perkembangan Islam di Prancis

A. Jumlah Komunitas Muslim

Menghitung secara pasti jumlah kaum muslim Prancis memang agak sulit, tetapi memperkirakannya sesuai dengan sensus tahun 1968 boleh jadi dapat membantu kita memprediksi jumlah masyarakat muslim.

Secara umum komunitas muslim di Prancis terdiri atas empat unsur:
Orang asing yang berasal dari negara muslim yang sudah lama menetap di Prancis. Pada sensus 1990, dilaporkan berjumlah 614.207 (Aljazair), 575,652 (Maroko), 206.336 (Tunisia) dan 197.712 (Turki)
Orang Aljazair yang berkebangsaan Prancis. Sejak Aljazair merdeka, sebagian mereka ada yang pindah ke Prancis dan memilih menjadi warga negara Prancis. Menurut data yang ada, mereka berjumlah kurang lebih 500.000 orang.
”Prancis Baru” yaitu muslim yang mendapatkan hak kewarganegaraan akibat kelahiran atau melalui naturalisasi. Mereka ini memiliki akses yang cukup luas untuk berkiprah di masyarakat Prancis.
Komunitas Prancis yang memeluk Islam. Komunitas ini memiliki peran penting dalam memberikan mediasi antara masyarakat muslim dengan pemerintahan Prancis pada umumnya.[9] Mereka inilah yang secara nasional dan natural dianggap sebagai penduduk asli Prancis yang mengetahui seluk-beluk budaya dan peradaban masyarakat Prancis. Oleh karena itu, sangat wajar jika mereka menjadi penghubung utama antara masyarkat musli dari berbagai etnis dengan masyarakat Prancis pada umumnya.

Sekarang ini, secara umum jumlah masyarakat muslim Prancis (Muslim of France Nationality)seimbang dengan muslim Prancis keturunan (WNA) dengan perkiraan kasar lebih dari 7 persen dari jumlah penduduk Prancis. Dengan demikian, dewasa ini Prancis tampaknya menjadi negara Eropa yang memiliki persentasi dan jumlah terbesar populasi masyarakat muslim.

Wilayah-wilayah yang dihuni muslim tidaklah homogen di seluruh daerah-daerah utama Prancis. Mereka menyebar ke berbagai pelosok dan membaur dengan masyarakat Prancis. Pada umumnya, mereka sebagai pedagang kasar yang tinggal di daerah pusat industri Paris dan di daerah selatan, lembah Rhone serta bagian timur dan barat.

Meski ada juga yang terdidik, tetapi secara umum, para pekerja ini tidak memiliki keterampilan yang memadai atau hany dikategorikan semi terampil yang mendapat upah rendah. Warga muslim Prancis termasuk polulasi yang masih muda, termasuk usia di bawah 30 tahun adalah populasi terbanyak.

Menurut sensus tahun 1990, jumlah laki-laki muslim 60 % dibanding muslim perempuan yang mencapai 40 %. Akan tetapi, menurut J. L. Esposito, angka ini kemungkinan besar akan berubah mengingat banyaknya imigran-imigran Turki yang masuk ke Prancis.[10]

Di samping itu, perkembangan Islam secara kuantitas ini akan terus meningkat, mengingat Islam akan terus dianut oleh mereka yang terlahir dari keturunan muslim yang secara konsisten memegang teguh ajaran agamanya. Ajaran Islam yang begitu dikenal di permkaan antara lain sholat, perayaan Idul Fitri, puasa, khitan dan penguburan jenazah.

B. Akitivitas Sosial

Pada awalnya, Islam di Prancis begitu identik dengan tempat kerja seperti pabrik dan asrama serta tampak menjadi komumitas tidak menetap (berpindah-pindah) sesuai dengan situasi dan kondisi. Akan tetapi, sejak tahun 1974, ketika kebijaka reunifikasi famili dikeluarkan pemerintah, mereka tampak stabil dan eksitensi mereka begitu signifikan di berbagai sektor real seperti poyek perumahan, sekolah dan penataan kota. Terlebih kagi sebagi pekerja imigran, keberadaan suami/istri dan anak-anak membuang ide mereka jauh-jauh untuk kembali ke tanah kelahiran.

Hanya saja, irama dan ritme kehidupan sehari-hari tampak semakin kompetitif dan terkadang diisi dengan konflik di dalam masyarakat yang kurang begitu ramah menyambut kedatangan mereka. Norma dan nilai kehidupan begitu musykil (sulit dimengerti) di dalam populasi yang begitu plural semacam ini. Identitas muslim sebagai sebuah arana identitas budaya merupakan salah satu di antara tumbuhnya sintemen tersebut.[11]

Kondisi semacam ini berakhir pada tahun 1970-an dengan dibukanya sarana ibadah di berbagai tempat seperti pabrik di Renaul Bilancourt, ditambah pula dengan adanya mogok kerja pekerja yang dilakukan pada tahun 1982-1983, Islam kembali menjadi faktor utama yang diperhitungkan sebab mayoritas pekerja tersebut adalah muslim.

Selama proses mediasi tersebut, masyarakat Prancis menjadi pahlam dan sadar akan eksistensi komunitas muslim. Pada saat yang bersamaan,kaum muslimin juga berperan aktif dalam berbagai kegiatan di berbagai sektor termasuk perdagangan. Komoditi berlabel halal tidak sulit ditemukan di toko-toko, sementara sarana ibadah (mushalla) semakin bertambah. Penelitian resmi menyebutkan, terdapat 1.035 sarana ibadah menjelang tahun 1989, sementara di tahun 1983 hanya mencapai 255 buah. Ini berarti ada penambahan sebanyak 780 buah sarana ibadah dalam rentang waktu enam tahun. Di samping itu, bukan pemandangan asing lagi jika di jalan-jalan raya, tampak perempuan sudah mengenakan jilbab.

C. Perkembangan Pemikiran Keislaman

Bahasa Arab sebagai bahasa al-Quran juga berkembang seirama dengan perkembangan Islam. Lembaga yang bernama Guillaume Postel di College de France, didirikan tahun 1539 merupakan sebuah lembaga yang begitu concern dengan pembelajaran bahasa Arab, budaya dan sastra Timur.[12] Professor pertama yang dinominasikan mengajar bahasa Arab di Universitas ini adalah Sylvestre De Sacy. Pakar lainnya adalah William Marcais.

Levi Provencal (1894-1956) adalah seorang yang mempelajari bahasa, sejarah dan sastra Arab di Prancis. Ia memulai karirnya di lembaga Des Heutes d’Eutudes dan menghabiskan waktunya di Universitas Aljazair. Ia kembali ke Prancis setelah perang dunia II dan mendirikan Institut d’Etudes Islamiques yang masih tetap eksis di Sorbonne. Lembaga lainnya di Sorbonne ini adalah lembaga Filologi dan sastra Arab yang didirikan oleh R. Blachere.[13] Lembaga ketiga yang memfokuskan pada kajian yang sama adalah di Bordeaux, dipimpin oleh Henri Laoust dan lembaga terakhir ada di Strasbourg (1967) dipimpin oleh Professor T. Fahd Claude Cahen.

Perlunya bahasa Arab diajarkan di Prancis sebagai bahasa asing ini mengingat banyaknya migran asing terutama dari Afrika Utara, Tunisia, Marokko dan Aljazair datang ke Prancis. Sekarang bahasa Arab di Prancis setara dan diajarkan bersamaan dengan bahasa Inggris, Jerman dan bahasa duna lainnya di jenjang pendidikan formal.

Di samping lembaga-lembaga pendidikan di atas, terdapat pula di Prancis sejumlah universitas yang mengkaji ilmu-ilmu keislaman (Islamic Studies). Universitas tersebut adalah Nancy University, Clermont-Ferrand, Toulose, Rannes dan Lille, bahkan menteri Pendidikan Prancis Alain Savary resmi pada tahun 1983 memutuskan bahwa kajian-kajian bahasa Arab dianggap prioritas nasional di Prancis. Hanya saja kendala utama yang dihadapi masyarakat Prancis adalah minimnya sumber daya manusia yang sanggup mengajarkan studi-studi keislaman.

Perkembangan lain di bidang akademika adalah terbitnya artikel ”Perspektiva” oleh Robert Brunsving berbentuk jurnal Studia Islamica yang menguraikan beberapa pendekatan baru bagi para Islamolog. Ia juga menerbitkan karya ”Etudes d’Islamologie” berisi tentang studi keislaman yang berkaitan dengan isu-isu sosial dan kultural.

Prancis juga melahirkan pemikir-pemikir muslim ternama seperti Muhammad Arkoun.[14]
ia tidak saja terkenal, tetapi pemikiran keislamannya begitu mengglobal dan memberikan pengaruh yan cukup signifikan dalam kajian-kajian studi keislaman dunia terutama di bidang Islamologi, filsafat, bahasa, ilmu sosial, filologi dan lain-lain. Dialah guru besar dan mantan direktur Insitute of Arab and Islam di Universitas Sorbonne serta editor jurnal Arabica.

Cendikiawan lainnya adalah Dr. Bruno Guiderdoni, ahli astrofisika dari Universitas Paris. Ia pernah menjadi salah satu bintang dalam Konferensi Riset Sains dan Spiritual II (Science and Spiritual Quest/ SSQ). Bruno satu-satunya ilmuan muslim yang berbicara dalam perhelatan ilmuwan dunia di Gereja Memorial Universitas Harvard, Amerika Serikat. Ia secara fasih berbicara tentang teori kosmologi mutakhir, misalnya pengembangan kaotik (chaotic inflation) yang dihubungkan dengan konsep Islam. Bruno menggondol gelar doktor bidang itu pada tahun 1986 di Universitas Paris. Setelah menjadi guru fisika di SMU Prancis di Maroko selama dua tahun, Bruno memeluk agama Islam pada tahun 1987 dan mengubah namanya menjadi Abd. Al-Haqq.

Sejak tahun 1988, Bruno bekerja di The Paris Institute of Astrophysics, yang diduking oleh The French National Center for Scientific Research. Bidang riset utamanya adalah kosmologi observasi dan lebih khusus pembantukan galaksi dan evolusi. Dalam bidang ini Bruno menerbitkan 80 buah makalah dan mengorganisir berbagai konferensi internasional. Bruno kini menjadi anggota Dewan Penasehat Yayasan John Templetion (AS) dan Dewan Penasehat Sains pada program SSQ II tersebut.

D. Program Organisasi Keagaman

Lahirnya undang-undang 3 oktober 1981 tentang hak berserikat dan berumpul memberi angin segar bagi masyarakat muslim. Negara menjamin kebebasan memeluk dan menjalankan syariat agama masing-masing. Kehidupan beragama dipisahkan dengan administrasi negara, karena Prancis menerapkan konsep sekularisme.[15] Efeknya adalah munculnya organisasi/perkumpulan muslim yang mencapai 1.300 buah pada tahun 1992 di seluruh Prancis, setelah pemberlakuan regulasi tahun 1982 tersebut.

Organisasi masyarakat muslim dibagi menjadi dua yait keagamaan dan budaya. Organisasi keagamaan bercirikan visi dan misi keagamaan dengan jargon ”seiman dan seagama”. Selain itu, kelompok lain juga membentuk organisasi yang menitikberatkan pada sosial-budaya berskala nasional seperti France Plus, Generation Egalite danGeneration Beur.

Menghadapi perkembangan zaman yang begitu cepat, langkah-langkah koordinasi tingkat nasional dilakukan. Mesjid Paris yang sering mengadakan diskusi keislaman di Prancis, menggagas berbagai macam diskusi. Demikian pula organisasi keislaman lainnya dengan berbagai visi dan misinya seperti NFMF (National Federation of Muslim Prance), UIOF (Union of Islamic Organization of Prance), IUF (Islamic Union of France) berusaha memperebutkan pengaruh di dalam komunitas muslim.

Konsekuensinya adalah munculnya persoalan tertenu di tengah komunitas kaum muslimin untuk menentukan;
pegawai yang bertanggungjawab terhadap penyembelihan binatang yang mendapatkan sertifikasi dari pemerintah;
koordinasi penetapan awal dan akhir ramadhan;
bentuk dan ukuran kuburan muslim;
pegawai rohaniawan yang bertugas di rumah sakit, penjara dan barak tentara.

Problematika ini muncul karena organisasi keagamaan tersebut masing-masing memiliki paham/mazhab yang tidak sama dalam praktik keagamaan.

IV. Problematika Islam di Prancis

Meski Islam berkembang pesat di Prancis, bukan berarti Islam tidak memiliki hambatan. Pluralitas masyarakat, faktor sintemen ekonomi, sosial, ras dan juga agama, memicu terjadinya kecemburuan konflik di tengah-tengah masyarakat.

Jauh sebelum Black September, 11, 2001 terjadi, Islam di Prancis sudah mulai banyak mendapat tantangan. Kasus serangan terori tahun 1986, kasus kerudung 1989 yang dilarang dipakai di sekolah umum dan provokasi buku karya Jean Claude Barreu ”De I’Islam en General et de le Laicite en Particuler (1991) contojh dari persoalan tersebut.[16]

Kondisi ini diperparah lagi setelah terjadinya serangan 11 September yang menghancurkan gedung World Trade Center (WTC) di Amerika. Islam tertuduh sebagai ”agama teroris”. Menurut laporan kepolisian Prancis, pada 17 April 2004, mesjid agung di Strasburg dibakar dan dindingnya digambari dengan salib. Polisi mensinyalir kelompok Kristen yang menjadi aktor intelektualnya.

Pada April 2003, Muslim Prancis membentuk sebuah lembaga bernama French Council for the Muslim Relegion atau Dewan Nasional Muslim Prancis yang dipimpin Imam Mesjid Paris, Dalil Boubakuer, asal Aljazair yang bermukim di Paris. Kalangan politisi dan pejabat Prancis sudah lama merasa cemas akan perkembangan Islam yang kian hari kian banyak jumlah pemeluknya. Ditambah keberanian berekspresi seperti memakai jilbab, perkembangan itu menimbulkan kekhawatiran, Prancis akan menjadi ”koloni Islam” atau negara imigran muslim.

Mendagri Prancis sebelum Sarkozy, Charles Pasqua, pernah bersumpah akan menyapu bersih kaum fundamentalus Islam dari negerinya. Menurutnya, Prancis adalah negara sekuler, karenanya, semua muslim Prancis harus menyesuaikan diri dengan keadaan, misalnya berpakaian ala Eropa. Pasqua juga membeberkan kecurigaannya terhadap Islam sebagai ancaman atas kepentingan tradisi dan budaya Prancis.

Selain itu Pasqua juga tidam menghendaki pelajaran agama Islam diajarkan di sekolah. Beberapa buku Islam yang selama ini dipakai dinyatakan terlarang. Dengan dalih melanggar hukum, Pasqua juga melarang dibukanya beberapa madrasah yang mempelajari al-Quran. Kepada warga muslim, ia menyerukan agar waspada akan hal yang berbau Islam seperti jilbab.

V. Penutup

Di tengah isu global, ternyata Islam semakin mampu mengukuhkan dirinya sebagai agama dan kekuatan ideologi yang patut diperhitungkan. Besarnya jumlah umat Islam di Prancis merupakan bukti nyata bahwa Islam merupakan agama universal yang dapat diterima oleh siapapun, tidak dibatasi oleh suku dan ras. Meski demikian, tantangan utama Islam di Prancis juga tidak kalah dahsyatnya, terutama datang dari mereka yang merasa terancam, baik dari aspek politik, ekonomi maupun budaya.

Endnotes:

[1]Lihat Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban (Bandung: Yayasan Paramadina, 1992), h. 426.

[2]C. E. Bosworth, The Islamic Dynasties, diterjemahkan oleh Ilyas Hasan dengan judul Dinasti Islam (Bandung: Mizan, 1993), h. 23.

[3]Ahmad Salabi,Tarikh al-Islam wa al-Hadarat al-Islamiyah, Jilid II (Cairo: Maktabat al-Nahdat al-Misriyah, t.th.), h. 142.

[4]J. L. Esposito, The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World. Vol. 2 (Newyork: Oxford University, 1995), h. 28.

[5]Sayyed Hosen Nasr, A Young Moslem’s Guide to Modern World, diterjemahkan oleh Hasti Tarikat dengan judul, Menjelajah Dunia Modern (Bandung: Mizan, 1994), h. 126.

[6]Lihat Hasan Ibrahim Hasan, Islamic History and Culture, diterjemahkan oleh Djahdan Humam dengan judul Sejarah dan Kebudayaan Islam (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), h. 351.

[7]Lihat J. L. Esposito, loc. cit.

[8]Prancis menaklukkan dan menguasai Aljazair tahun 1830, Tunisia tahun 1881, Chad tahun 1900, Maroko tahun 1919, Sisilia wilayah Turki tahun 1919 dan syiria beserta Lebanon tahun 1920. Lihat Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), h. 181-3.

[9]J. L. Esposito, op. cit., h. 29

[10]Lihat Ibid.

[11]Ibid.

[12]Muhammad Arkoun, Studi Islam di Prancis, dalam Azim Nanji (ed.) Mapping Islam,diterjemahkan oleh Muamiratun dengan judul Peta Studi Islm, Orientalisme dan Arab Baru Kajian Islam di Barat (Yogyakarta: Pustaka Baru,2003), h. 44.

[13]Ibid., h. 51.

[14]Muhammad Arkoun lahir di Aljazair 1 Februari 1928. Tahun 1950-1954, ia belajar bahasa Arab di Aljazair dan melanjutkan studinya ke Sarbonne University Paris hingga meraih gelar doktor sastra pada tahun 1962 dan mengajar di universitas yang sama. Arkoun juga menjadi direktur majalah studi Islam ”Arabica” dan menduduki jabatan penting seperti Panitia Nasional Prancis dan Anggota Majelis Nasional untuk AIDS. Lihat J. Hendrik (ed.) Muhammad Arkoun, Nalar Islami dan Nalar Modern (Jakarta: INIS, 1994), h. 1

[15]Sekularisme Prancis berbeda dengan dengan sekularisme yang berlaku di negara Barat lainnya. Sohieb Benkheikh, Mufti Agung Marseille Prancis menyatakan bahwa sekularisme tidak mesti berarti laknat bagi agama-agama. Dalam hal tertentu, sekularisme justeru menjadi penyelamat bagi agama yang dianut golongan minoritas. Di Prancis contohnya, berkat sekularisme, Islam dan umat Islam justeru mendapat oksigen untuk bernafas lega dan berkembang secara lebih sehat. Karena prinsip sekularisme yang menjunjung tinggi netralitas dalam pengelolaan sosial-politik kenegaraan, agama dan umat dari agama manapun diperkenankan mengekspresikan keberagaman mereka secara wajar. Dengan begitu, identitas keberagamaan justeru mendapatkan tempat yang cukup layak dan mereka tidak merasa terancam. Lihat http://www.lib.com.

[16]J. L. Esposito, op. cit., h. 31


DAFTAR PUSTAKA


E. Bosworth, The Islamic Dynasties, diterjemahkan oleh Ilyas Hasan dengan judul Dinasti Islam (Bandung: Mizan, 1993)

Ahmad Salabi,Tarikh al-Islam wa al-Hadarat al-Islamiyah, Jilid II (Cairo: Maktabat al-Nahdat al-Misriyah, t.th.)

J. L. Esposito, The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World. Vol. 2 (Newyork: Oxford University, 1995)

Sayyed Hosen Nasr, A Young Moslem’s Guide to Modern World, diterjemahkan oleh Hasti Tarikat dengan judul, Menjelajah Dunia Modern (Bandung: Mizan, 1994 )

Hasan Ibrahim Hasan, Islamic History and Culture, diterjemahkan oleh Djahdan Humam dengan judul Sejarah dan Kebudayaan Islam (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989)

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994)

Muhammad Arkoun, Studi Islam di Prancis, dalam Azim Nanji (ed.) Mapping Islam, diterjemahkan oleh Muamiratun dengan judul Peta Studi Islm, Orientalisme dan Arab Baru Kajian Islam di Barat(Yogyakarta: Pustaka Baru,2003)

Hendrik (ed.) Muhammad Arkoun, Nalar Islami dan Nalar Modern (Jakarta: INIS, 1994)

SUMBER

Oleh: Dr. H. Barsihannor, M.Ag.

Monday 16 March 2015

Kajian Aliran Syiah

Pada dewasa ini aliran syiah merupakan salah stu aliran yang actual di bicarakan dalam berbagai media, baik media elektronik maupun cetak. Aliran syiah telah dikecam sebagai aliran yang sesat dan menyesatkan karena ajarnnya yang dianggap telah melanggar kaidah dalam agama islam.

A. Pengertian syiah

Menurut Abdul Mun’eim al-Nemrdalam bukunya yang berjudul Sejarah dan Dokumen-dokumen Syi’ah mengatakan bahwa kata Syi’ah menurut pengertian bahasa secara umum berarti kekasih, penolong, pengikut, dan lain-lainnya, yang mempunyai makna membela suatu ide atau membela seseorang, seperti kata hizb (partai) dalam pengertian yang modern. Kata Syi’ah digunakan untuk menjuluki sekelompok umat Islam yang mencintai ‘Ali bin Abi Thalib .[1]

Menurut Sukamah Perkataan Syi’ah secara harfiah berarti pengikut, partai, kelompok, atau dalam arti yang lebih umum “pendukung”. Sedangkan secara khusus, perkataan “Syi’ah” mengandung pengertian syî’atu ‘Aliyyîn, pengikut atau pendukung ‘Ali bin Abi Thalib.[2]

Syi’ah secara harfiah berarti kelompok atau pengikut. Kata tersebut dimaksudkan untuk menunjuk para pengikut ‘Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin pertama ahlulbait. Ketokohan ‘Ali bin Abi Thalib dalam pandangan Syi’ah sejalan dengan isyarat-isyarat yang telah diberikan Nabi Muhammad sendiri, ketika dia (Nabi Muhammad.) masih hidup.[3]

Menurut Teungku Muhammad Habsi Ash-Shiddieqy disebutkan dalam bukunya yang berjudul Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhi atau Kalam bahwa syiah berarti pengikut (pendukung paham). Dipakai kata ini untuk satu orang, dua orang atau banyak orang, baik laki-laki maupun perempuan. Kemudian kata ini dipakai secara khusus buat orang yang mengangkat Ali dan keluarganyalah yang berhak menjadi khalifah.[4]

Kemudian lebih tegasnya lagi Muhammad Amin Suma dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Jilid 3 menegaskan Syi’ah adalah salah satu aliran dalam Islam yang berkeyakinan bahwa yang paling berhak menjadi imam umat Islam sepeninggal Nabi Muhammad saw ialah keluarga Nabi saw sendiri (Ahlulbait). Dalam hal ini, ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib (paman Nabi saw) dan ‘Ali bin Abi Thalib (saudara sepupu sekaligus menantu Nabi saw) beserta keturunannya.[5]

B. Sejarah syiah

Para penulis sejarah Islam berbeda pendapat mengenai awal mula lahirnya Syi’ah. Sebagian menganggap Syi’ah lahir langsung setelah wafatnya Nabi Muhammad saw, yaitu pada saat perebutan kekuasaan antara golongan Muhajirin dan Anshar di Balai Pertemuan Saqifah Bani Sa’idah. Pada saat itu muncul suara dari Bani Hasyim dan sejumlah kecil Muhajirin yang menuntut kekhalifahan bagi ‘Ali bin Abi Thalib.

Sebagian yang lain menganggap Syi’ah lahir pada masa akhir kekhalifahan ‘Utsman bin ‘Affan atau pada masa awal kepemimpinan ‘Ali bin Abi Thalib.

Pendapat yang paling populer adalah bahwa Syi’ah lahir setelah gagalnya perundingan antara pihak pasukan Khalifah ‘Ali dengan pihak pemberontak Mu’awiyah bin Abu Sufyan di Shiffin, yang lazim disebut sebagai peristiwa tahkîm atau arbitrasi.[6]

Pendirian kalangan Syi’ah bahwa ‘Ali bin Abi Thalib adalah imam atau khalifah yang seharusnya berkuasa setelah wafatnya Nabi Muhammad telah tumbuh sejak Nabi Muhammad masih hidup, dalam arti bahwa Nabi Muhammad sendirilah yang menetapkannya. Dengan demikian, menurut Syi’ah, inti dari ajaran Syi’ah itu sendiri telah ada sejak zaman Nabi Muhammad saw.[7]

Namun demikian, terlepas dari semua pendapat tersebut, yang jelas adalah bahwa Syi’ah baru muncul ke permukaan setelah dalam kemelut antara pasukan Mu’awiyah terjadi pula kemelut antara sesama pasukan ‘Ali. Di antara pasukan ‘Ali pun terjadi pertentangan antara yang tetap setia dan yang membangkang.[8]

C. Tokoh-tokoh Syi’ah

Dalam pertimbangan Syi’ah, selain terdapat tokoh-tokoh populer seperti ‘Ali bin Abi Thalib, Hasan bin ‘Ali, Husain bin ‘Ali, terdapat pula dua tokoh Ahlulbait yang mempunyai pengaruh dan andil yang besar dalam pengembangan paham Syi’ah, yaitu Zaid bin ‘Ali bin Husain Zainal ‘Abidin dan Ja’far al-Shadiq. Kedua tokoh ini dikenal sebagai orang-orang besar pada zamannya. Pemikiran Ja’far al-Shadiq bahkan dianggap sebagai cikal bakal ilmu fiqh dan ushul fiqh, karena keempat tokoh utama fiqh Islam, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal, secara langsung atau tidak langsung pernah menimba ilmu darinya. Oleh karena itu, tidak heran bila kemudian Syaikh Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas al-Azhar, Mesir, mengeluarkan fatwa yang kontroversial di kalangan pengikut Sunnah (Ahlussunnah—pen.). Mahmud Syaltut memfatwakan bolehnya setiap orang menganut fiqh Zaidi atau fiqh Ja’fari Itsna ‘Asyariyah.[9]

Adapun Zaid bin ‘Ali bin Husain Zainal ‘Abidin terkenal ahli di bidang tafsir dan fiqh. Pada usia yang relatif muda, Zaid bin ‘Ali telah dikenal sebagai salah seorang tokoh Ahlulbait yang menonjol. Salah satu karya yang ia hasilkan adalah kitab al-Majmû’ (Himpunan/Kumpulan) dalam bidang fiqh. Juga karya lainnya mengenai tafsir, fiqh, imamah, dan haji.[10]

Selain dua tokoh di atas, terdapat pula beberapa tokoh Syi’ah, di antaranya:

1. Nashr bin Muhazim

2. Ahmad bin Muhammad bin ‘Isa al-Asy’ari

3. Ahmad bin Abi ‘Abdillah al-Barqi

4. Ibrahim bin Hilal al-Tsaqafi

5. Muhammad bin Hasan bin Furukh al-Shaffar

6. Muhammad bin Mas’ud al-‘Ayasyi al-Samarqandi

7. Ali bin Babawaeh al-Qomi

8. Syaikhul Masyayikh, Muhammad al-Kulaini

9. Ibn ‘Aqil al-‘Ummani

10. Muhammad bin Hamam al-Iskafi

11. Muhammad bin ‘Umar al-Kasyi

12. Ibn Qawlawaeh al-Qomi

13. Ayatullah Ruhullah Khomeini

14. Al-‘Allamah Sayyid Muhammad Husain al-Thabathaba’i

15. Sayyid Husseyn Fadhlullah

16. Murtadha Muthahhari

17. ‘Ali Syari’ati

18. Jalaluddin Rakhmat[11]

19. Hasan Abu Ammar

D. Ajaran-Ajaran pokok Syiah

 Ahlulbait. Secara harfiah ahlulbait berarti keluarga atau kerabat dekat. Dalam sejarah Islam, istilah itu secara khusus dimaksudkan kepada keluarga atau kerabat Nabi Muhammad saw. Ada tiga bentuk pengertian Ahlulbait. Pertama, mencakup istri-istri Nabi Muhammad saw dan seluruh Bani Hasyim. Kedua, hanya Bani Hasyim. Ketiga, terbatas hanya pada Nabi sendiri, ‘Ali, Fathimah, Hasan, Husain, dan imam-imam dari keturunan ‘Ali bin Abi Thalib. Dalam Syi’ah bentuk terakhirlah yang lebih populer.

Al-Badâ’. Dari segi bahasa, badâ’ berarti tampak. Doktrin al-badâ’ adalah keyakinan bahwa Allah swt mampu mengubah suatu peraturan atau keputusan yang telah ditetapkan-Nya dengan peraturan atau keputusan baru. Menurut Syi’ah, perubahan keputusan Allah itu bukan karena Allah baru mengetahui suatu maslahat, yang sebelumnya tidak diketahui oleh-Nya (seperti yang sering dianggap oleh berbagai pihak). Dalam Syi’ah keyakinan semacam ini termasuk kufur. Imam Ja’far al-Shadiq menyatakan, “Barangsiapa yang mengatakan Allah swt baru mengetahui sesuatu yang tidak diketahui-Nya, dan karenanya Ia menyesal, maka orang itu bagi kami telah kafir kepada Allah swt.” Menurut Syi’ah, perubahan itu karena adanya maslahat tertentu yang menyebabkan Allah swt memutuskan suatu perkara sesuai dengan situasi dan kondisi pada zamannya. Misalnya, keputusan Allah mengganti Isma’il as dengan domba, padahal sebelumnya Ia memerintahkan Nabi Ibrahim as untuk menyembelih Isma’il as.

Asyura. Asyura berasal dari kata ‘asyarah, yang berarti sepuluh. Maksudnya adalah hari kesepuluh dalam bulan Muharram yang diperingati kaum Syi’ah sebagai hari berkabung umum untuk memperingati wafatnya Imam Husain bin ‘Ali dan keluarganya di tangan pasukan Yazid bin Mu’awiyah bin Abu Sufyan pada tahun 61 H di Karbala, Irak. Pada upacara peringatan asyura tersebut, selain mengenang perjuangan Husain bin ‘Ali dalam menegakkan kebenaran, orang-orang Syi’ah juga membaca salawat bagi Nabi saw dan keluarganya, mengutuk pelaku pembunuhan terhadap Husain dan keluarganya, serta memperagakan berbagai aksi (seperti memukul-mukul dada dan mengusung-usung peti mayat) sebagai lambang kesedihan terhadap wafatnya Husain bin ‘Ali. Di Indonesia, upacara asyura juga dilakukan di berbagai daerah seperti di Bengkulu dan Padang Pariaman, Sumatera Barat, dalam bentuk arak-arakan tabut.

Imamah (kepemimpinan). Imamah adalah keyakinan bahwa setelah Nabi saw wafat harus ada pemimpin-pemimpin Islam yang melanjutkan misi atau risalah Nabi. Atau, dalam pengertian Ali Syari’ati, adalah kepemimpinan progresif dan revolusioner yang bertentangan dengan rezim-rezim politik lainnya guna membimbing manusia serta membangun masyarakat di atas fondasi yang benar dan kuat, yang bakal mengarahkan menuju kesadaran, pertumbuhan, dan kemandirian dalam mengambil keputusan. Dalam Syi’ah, kepemimpinan itu mencakup persoalan-persoalan keagamaan dan kemasyarakatan. Imam bagi mereka adalah pemimpin agama sekaligus pemimpin masyarakat. Pada umumnya, dalam Syi’ah, kecuali Syi’ah Zaidiyah, penentuan imam bukan berdasarkan kesepakatan atau pilihan umat, tetapi berdasarkan wasiat atau penunjukan oleh imam sebelumnya atau oleh Rasulullah langsung, yang lazim disebutnash.

‘Ishmah. Dari segi bahasa, ‘ishmah adalah bentuk mashdar dari kata ‘ashama yang berarti memelihara atau menjaga.‘Ishmah ialah kepercayaan bahwa para imam itu, termasuk Nabi Muhammad, telah dijamin oleh Allah dari segala bentuk perbuatan salah atau lupa. Ali Syari’ati mendefinisikan ‘ishmah sebagai prinsip yang menyatakan bahwa pemimpin suatu komunitas atau masyarakat—yakni, orang yang memegang kendali nasib di tangannya, orang yang diberi amanat kepemimpinan oleh orang banyak—mestilah bebas dari kejahatan dan kelemahan.

Mahdawiyah. Berasal dari kata mahdi, yang berarti keyakinan akan datangnya seorang juru selamat pada akhir zaman yang akan menyelamatkan kehidupan manusia di muka bumi ini. Juru selamat itu disebut Imam Mahdi. Dalam Syi’ah, figur Imam Mahdi jelas sekali. Ia adalah salah seorang dari imam-imam yang mereka yakini. Syi’ah Itsna ‘Asyariyah, misalnya, memiliki keyakinan bahwa Muhammad bin Hasan al-Askari (Muhammad al-Muntazhar) adalah Imam Mahdi. Di samping itu, Imam Mahdi ini diyakini masih hidup sampai sekarang, hanya saja manusia biasa tidak dapat menjangkaunya, dan nanti di akhir zaman ia akan muncul kembali dengan membawa keadilan bagi seluruh masyarakat dunia.

Marja’iyyah atau Wilâyah al-Faqîh. Kata marja’iyyah berasal dari kata marja’ yang artinya tempat kembalinya sesuatu. Sedangkan kata wilâyah al-faqîh terdiri dari dua kata: wilâyah berarti kekuasaan atau kepemimpinan; danfaqîh berarti ahli fiqh atau ahli hukum Islam. Wilâyah al-faqîh mempunyai arti kekuasaan atau kepemimpinan para fuqaha. 

Raj’ah. Kata raj’ah berasal dari kata raja’a yang artinya pulang atau kembali. Raj’ah adalah keyakinan akan dihidupkannya kembali sejumlah hamba Allah swt yang paling saleh dan sejumlah hamba Allah yang paling durhaka untuk membuktikan kebesaran dan kekuasaan Allah swt di muka bumi, bersamaan dengan munculnya Imam Mahdi. Sementara Syaikh Abdul Mun’eim al-Nemr mendefinisikan raj’ah sebagai suatu prinsip atau akidah Syi’ah, yang maksudnya ialah bahwa sebagian manusiaakan dihidupkan kembali setelah mati karena itulah kehendak dan hikmat Allah, setelah itu dimatikan kembali. Kemudian di hari kebangkitan kembali bersama makhluk lain seluruhnya. Tujuan dari prinsip Syi’ah seperti ini adalah untuk memenuhi selera dan keinginan memerintah. Lalu kemudian untuk membalas dendam kepada orang-orang yang merebut kepemimpinan ‘Ali.

Taqiyah. Dari segi bahasa, taqiyah berasal dari kata taqiya atau ittaqâ yang artinya takut. Taqiyah adalah sikap berhati-hati demi menjaga keselamatan jiwa karena khawatir akan bahaya yang dapat menimpa dirinya. Dalam kehati-hatian ini terkandung sikap penyembunyian identitas dan ketidakterusterangan.Perilaku taqiyah ini boleh dilakukan, bahkan hukumnya wajib dan merupakan salah satu dasar mazhab Syi’ah.

Tawassul. Adalah memohon sesuatu kepada Allah dengan menyebut pribadi atau kedudukan seorang Nabi, imam atau bahkan seorang wali suaya doanya tersebut cepat dikabulkan Allah swt. Dalam Syi’ah, tawassul merupakan salah satu tradisi keagamaan yang sulit dipisahkan. Dapat dikatakan bahwa hampir setiap doa mereka selalu terselip unsurtawassul, tetapi biasanya tawassul dalam Syi’ah terbatas pada pribadi Nabi saw atau imam-imam dari Ahlulbait. Dalam doa-doa mereka selalu dijumpai ungkapan-ungkapan seperti “Yâ Fâthimah isyfa’î ‘indallâh” (wahai Fathimah, mohonkanlah syafaat bagiku kepada Allah), dsb.

Tawallî dan tabarrî. Kata tawallî berasal dari kata tawallâ fulânan yang artinya mengangkat seseorang sebagai pemimpinnya. Adapun tabarrî berasal dari kata tabarra’a ‘an fulân yang artinya melepaskan diri atau menjauhkan diri dari seseorang. Kedua sikap ini dianut pemeluk-pemeluk Syi’ah berdasarkan beberapa ayat dan hadis yang mereka pahami sebagai perintah untuk tawallî kepada Ahlulbait dan tabarrî dari musuh-musuhnya. Misalnya, hadis Nabi mengenai ‘Ali bin Abi Thalib yang berbunyi: “Barangsiapa yang menganggap aku ini adalah pemimpinnya maka hendaklah ia menjadikan ‘Ali sebagai pemimpinnya. Ya Allah belalah orang yang membela Ali, binasakanlah orang yang menghina ‘Ali dan lindungilah orang yang melindungi ‘Ali.” (H.R. Ahmad bin Hanbal)[12]

E. Sekte-sekte Syi’ah

Para ahli umumnya membagi sekte Syi’ah ke dalam empat golongan besar, yaitu Kaisaniyah, Zaidiyah, Imamiyah, dan Kaum Ghulat. Golongan Imamiyah pecah menjadi beberapa golongan. Yang terbesar adalah golongan Itsna ‘Asyariyah atau Syi’ah Duabelas. Golongan lainnya adalah golongan Isma’iliyah.

Selain itu terdapat juga pendapat lain. Misalnya dari al-Syahrastani. Beliau membagi Syi’ah ke dalam lima kelompok, yaitu Kaisaniyah, Zaidiyah, Imamiyah, Ghulat (Syi’ah sesat), dan Isma’iliyah.[13]Sedangkan al-Asy’ari membagi Syi’ah menjadi tiga kelompok besar, yaitu: Syi’ah Ghaliyah, yang terbagi lagi menjadi 15 kelompok; Syi’ah Imamiyah (Rafidhah), yang terbagi menjadi 14 kelompok; dan Syi’ah Zaidiyah, yang terbagi menjadi 6 kelompok.[14]

Joesoef So’uyb dalam bukunya Pertumbuhan dan Perkembangan Aliran-aliran Sekta Syi’ah membagi Syi’ah ke dalam beberapa sekte, yaitu Sekte Imamiyah (yang kemudian pecah menjadi Imamiyyah Sittah dan Itsna ‘Asyariyah), Zaidiyah, Kaisaniyah, Isma’iliyah, Qaramithah, Hasyasyin, dan Fathimiyah.[15]

Sementara itu, Abdul Mun’im al-Hafni dalam Ensiklopedia Golongan, Kelompok, Aliran, Mazhab, Partai, dan Gerakan Islam, mengklasifikasikan Syi’ah secara rinci sebagai berikut:

  1. Al-Ghaliyah: Bayaniyah, Janahiyah, Harbiyah, Mughiriyah, Manshuriyah, Khithabiyah, Mu’ammariyah, Bazighiyah, ‘Umairiyah, Mufadhaliyah, Hululiyah, Syar’iyah, Namiriyah, Saba’iyah, Mufawwidhah, Dzamiyah, Gharabiyah, Hilmaniyah, Muqanna’iyah, Halajiyah, Isma’iliyah.
  2. Imamiyah: Qath’iyah, Kaisaniyah, Karbiyah, Rawandiyah, Abu Muslimiyah, Rizamiyah, Harbiyah, Bailaqiyah, Mughiriyah, Husainiyah, Kamiliyah, Muhammadiyah, Baqiriyah, Nawisiyah, Qaramithah, Mubarakiyah, Syamithiyah, ‘Ammar Syamithiyah, ‘Ammariyah (Futhahiyah), Zirariyah (Taimiyah), Waqifiyah (Mamthurah-Musa’iyah-Mufadhdhaliyah), ‘Udzairah, Musawiyah, Hasyimiyah, Yunusiah, Setaniyah.
  3. Zaidiyah: Jarudiyah, Sulaimaniyah, Shalihiyah, Batriyah, Na’imiyah, Ya’qubiyah.[16]
F. Doktin-doktrin syiah yang dianggap menyesatkan 

Hasan Bishri, Lc. Pimpinan Klinik Ghoib Senen Jak-Pus mengatakan bahwa syiah merupakan aliran yang sesat dan menyesatkan. Adapun doktrin-doktrin yang menyesatkan tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama: Dunia dengan seluruh isinya adalah milik para imam Syi’ah. Mereka akan memberikan dunia ini kepada siapa yang dikehendaki dan mencabutnya dari siapa yang dikehendaki. (Kitab Ushulul Kaafi, hal.259, Al-Kulaini).

Doktrin itu untuk menandingi firman Allah SWT, “Sesungguhnya bumi adalah milik Allah, Dia dikaruniakan kepada siapa yang Dia kehendaki”. (QS. Al-A’raf: 128). Mereka menyetarakan kekuasaan para Imam Syi’ah dengan Allah, bukankah itu inti kesyirikan?

Kedua: Ali bin Abi Thalib mereka klaim sebagai imam Syi’ah yang pertama dinyatakan sebagai dzat yang pertama dan terakhir, yang dhahir dan yang bathin. (Kitab Rijalul Kashi: hal. 138). Mereka menyamakan sifat Ali dengan sifat Allah seperti dalam surat Al-Hadid, ayat 3. Bukankan itu inti kesyirikan dan kekufuran?

Ketiga: Para Imam Syi’ah merupakan wajah Allah, mata Allah dan tangan-tangan Allah yang membawa rahmat bagi para hamba Allah. (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 83).

Keempat: Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib oleh Syi’ah dikatakan menjadi wakil Allah dalam menentukan surga dan neraka, memperoleh sesuatu yang tidak diperoleh oleh manusia sebelumnya, mengetahui yang baik dan yang buruk, mengetahui segala sesuatu secara rinci yang pernah terjadi dahulu maupun yang ghaib. (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 84).

Kelima: Keinginan para Imam Syi’ah adalah keinginan Allah juga. (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 278).

Keenam: Para Imam Syi’ah mengetahui kapan datang ajalnya dan mereka sendiri yang menentukan saat kematiannya, karena bila imam tidak mengetahui hal-hal semacam itu maka ia tidak berhak menjadi imam. (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 158).

Ketujuh: Para Imam Syi’ah mengetahui apapun yang tersembunyi dan dapat mengetahui dan menjawab apa saja bila kita bertanya kepada mereka, karena mereka mengetahui hal ghaib sebagaimana yang Allah ketahui. (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 193).

Kedelapan: Allah itu bersifat Bada’ (yaitu baru mengetahui sesuatu bila sudah terjadi). Akan tetapi para Imam Syi’ah telah mengetahui lebih dahulu hal yang belum terjadi. (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 40).

Menurut Al-Kulaini (ulama besar ahli hadits Syi’ah), Bahwa Allah tidak mengetahui bahwa Husein bin Ali akan mati terbunuh. Menurut mereka Tuhan pada mulanya tidak tahu karena itu Tuhan membuat ketetapan baru sesuai dengan kondisi yang ada. Akan tetapi Imam Syi’ah telah mengetahui apa yang akan terjadi. Oleh sebab itu menurut doktrin Syi’ah Allah bersifat bada’. (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 232).

Kesembilan: Para imam Syi’ah merupakan gudang ilmu Allah dan juga penerjemah ilmu Allah. Para imam Syi’ah bersifat Ma’sum (bersih dari kesalahan dan tidak pernah lupa apalagi berbuat Dosa). Allah menyuruh manusia untuk mentaati Imam Syi’ah, tidak boleh mengingkarinya dan mereka menjadi hujjah (Argument Kebenaran). (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 165).

Kesepuluh: Para imam Syi’ah sama dengan Rasulullah Saw (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 165). Yang mereka maksud para Imam Syi’ah adalah Ali bin Abi Thalib, Husein bin Ali, Ali bin Husein, Hassan bin Ali dan Muhammad bin Ali. (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 109).

Kesebelas: Al-Qur’an yang ada sekarang telah berubah, dikurangi dan ditambah (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 670). Salah satu contoh ayat Al-Qur’an yang dikurangi dari aslinya (versi mereka, red.) yaitu ayat Al-Qur’an An-Nisa’: 47, menurut versi Syi’ah berbunyi: “Ya ayyuhalladziina uutul kitaaba aaminuu bimaa nazzalnaa fie ‘Aliyyin nuuron mubiinan”. (Kitab Fashlul Khitab: hal. 180). Menurut Syi’ah, Al-Qur’an yang dibawa Jibril kepada Nabi Muhammad ada 17 ribu ayat, namun yang tersisa sekarang hanya 6660 ayat. (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 671).

Keduabelas: Menyatakan bahwa Abu Bakar, Umar, Utsman bin Affan, Muawiyah, Aisyah, Hafshah, Hindun, dan Ummul Hakam adalah makhluk yang paling jelek di muka bumi, mereka ini adalah musuh-musuh Allah. Siapa yang tidak memusuhi mereka, maka tidaklah sempurna imannya kepada Allah, Rasul-Nya dan Imam-Imam Syi’ah. (Kitab Haqqul Yaqin: hal. 519, oleh Muhammad Baqir Al-Majlisi).

Ketigabelas: Menghalalkan nikah Mut’ah, bahkan menurut doktrin Syi’ah orang yang melakukan kawin mut’ah 4 kali derajatnya lebih tinggi dari Nabi Muhammad Saw. (Kitab Tafsir Minhajush Shadiqin, hal. 356, oleh Mullah Fathullah Kassani).

Keempatbelas: Menghalalkan saling tukar-menukar budak perempuan untuk disetubuhi kepada sesama temannya. Kata mereka, Imam Ja’far berkata kepada temannya: “Wahai Muhammad, kumpulilah budakku ini sesuka hatimu. Jika engkau sudah tidak suka kembalikan lagi kepadaku.” (Kitab Al-Istibshar III: hal. 136, oleh Abu Ja’far Muhammad Hasan At-Thusi).

Kelimabelas: Rasulullah dan para sahabat akan dibangkitkan sebelum hari kiamat. Imam Mahdi sebelum hari kiamat akan datang dan dia membongkar kuburan Abu Bakar dan Umar yang ada didekat kuburan Rasulullah. Setelah dihidupkan maka kedua orang ini akan disalib (Kitab Haqqul Yaqin, hal. 360, oleh Mullah Muhammad Baqir al-Majlisi).

Semua kitab tersebut di atas adalah kitab-kitab induk atau rujukan pokok kaum Syi’ah yang posisinya seperti halnya kitab-kitab hadits Imam Bukhari, Muslim, Ahmad bin Hambal, Nasa’i, Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah bagi kaum Muslimin. Oleh karena itu, upaya-upaya Syi’ah untuk menanamkan kesan bahwa Syi’ah adalah bagian dari kaum Muslimin, hanya berbeda dalam beberapa hal yang tidak prinsip, adalah dusta dan harus ditolak tegas

Adakah orang masih percaya bahwa Syi’ah itu bagian dari umat Islam? Atau Anda masih ragu bahwa ajaran Syi’ah itu sesat menyesatkan? Menurut Imam Malik dan Imam Ahmad, barangsiapa yang tidak MENGKAFIRKAN aqidah Syi’ah ini, maka dia termasuk Kafir.(dari berbagai sumber).

Kesimpulan

Setelah membahas berbagai hal berkenaan dengan kajian syiah, maka dapat disimpulkan bahwa:

  1. Syi’ah adalah salah satu aliran dalam Islam yang berkeyakinan bahwa yang paling berhak menjadi imam umat Islam sepeninggal Nabi Muhammad saw ialah keluarga Nabi saw sendiri (Ahlulbait). Dalam hal ini, ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib (paman Nabi saw) dan ‘Ali bin Abi Thalib (saudara sepupu sekaligus menantu Nabi saw) beserta keturunannya.
  2. Syi’ah baru muncul ke permukaan setelah dalam kemelut antara pasukan Mu’awiyah terjadi pula kemelut antara sesama pasukan ‘Ali. Di antara pasukan ‘Ali pun terjadi pertentangan antara yang tetap setia dan yang membangkang.
  3. Adapun tokoh-tokoh syiah adalah Nashr bin Muhazim, Ahmad bin Muhammad bin ‘Isa al-Asy’ari, Ahmad bin Abi ‘Abdillah al-Barqi, Ibrahim bin Hilal al-Tsaqafi , Muhammad bin Hasan bin Furukh al-Shaffar, Muhammad bin Mas’ud al-‘Ayasyi al-Samarqandi, Ali bin Babawaeh al-Qomi, Syaikhul Masyayikh, Muhammad al-Kulaini, Ibn ‘Aqil al-‘Ummani, Muhammad bin Hamam al-Iskafi, Muhammad bin ‘Umar al-Kasyi, Ibn Qawlawaeh al-Qomi, Ayatullah Ruhullah Khomeini, Al-‘Allamah Sayyid Muhammad Husain al-Thabathaba’I,Sayyid Husseyn Fadhlullah, Murtadha Muthahhari , ‘Ali Syari’ati , Jalaluddin Rakhmat,Hasan Abu Ammar.
  4. Ajaran syiah adalah antara lain ahlul bait, Ahlulbait, Al-Badâ’, Asyura,Imamah, Ishmah, Mahdawiyah,Marja’iyyah,Raj’ah, Taqiyah, Tawassul, Tawallî dan tabarrî.

DAFTAR PUSTAKA

Aceh, Abubakar. Perbandingan Mazhab Syi’ah: Rasionalisme dalam Islam. Solo: Ramadhani, t.t.

Al-Hafni, Abdul Mun’im. Ensiklopedia Golongan, Kelompok, Aliran, Mazhab, Partai, dan Gerakan Islam, terj. Muchtarom. Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2006, cet. ke-1.

Al-Nemr, Abdul Mun’eim. Sejarah dan Dokumen-dokumen Syi’ah. T.tp.: Yayasan Alumni Timur Tengah, 1988.

Sou’yb, Joesoef. Pertumbuhan dan Perkembangan Aliran-aliran Sekta Syi’ah. Jakarta: Pustaka Alhusna, 1982, cet. ke-1.

Syari’ati, Ali. Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi, terj. M.S. Nasrulloh dan Afif Muhammad. Bandung: Mizan Pustaka, 1995, cet. ke-2.

Syirazi, Nashir Makarim. Inilah Aqidah Syi’ah, terj. Umar Shahab. Jakarta: Penerbit Al-Huda, 1423 H, cet. ke-2.

Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad. Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid atau Kalam.Semarang: Pustaka Rizki Putra.2009. 

[1] Abdul Mun’eim al-Nemr, Sejarah dan Dokumen-dokumen Syi’ah (T.tp.: Yayasan Alumni Timur Tengah, 1988), hlm. 34-35.

[2] Soekama Karya, dkk., Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1996), cet. ke-1, hlm. 125.

[3] Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992), hlm. 904.

[4] Teungku Muhammad Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid atau Kalam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra,2009), hlm.109.

[5] Muhammad Amin Suma, dalam Taufik Abdullah, ed., Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Jilid 3 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003), cet. ke-3, hlm. 343.

[6] Joesoef Sou’yb, Pertumbuhan dan Perkembangan Aliran-aliran Sekta Syi’ah (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1982), cet. ke-1, hlm. 11.

[7] Abubakar Aceh, Perbandingan Mazhab Syi’ah: Rasionalisme dalam Islam (Solo: Ramadhani, t.t.), hlm. 17-21

[8] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Jilid 5 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), cet. ke-4, hlm. 5.

[9] Ibid, hlm.13-15.

[10] Ibid, hlm. 15.

[11] Beliau adalah salah seorang tokoh Ahlulbait/Syi’ah Indonesia. Karya tulisnya dalam bidang keislaman antara lainIslam Alternatif (1988), Membuka Tirai Kegaiban: Renungan-renungan Sufistik (1995), Rintihan Suci Ahli Bait Nabi(1997), Catatan Kang Jalal (1998), Islam Aktual (1998), dan Islam dan Pluralisme (2006). Pakar komunikasi yang juga pengasuh SMA Plus Muthahhari, Bandung, ini adalah Ketua Dewan Syuro Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (Ijabi). Periode 2004-2008. Ijabi sendiri adalah organisasi kemasyarakatan yang berbasiskan pada kaum Ahlulbait/Syi’ah Indonesia

[12] Ali Syari’ati, Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi, terj. M.S. Nasrulloh dan Afif Muhammad (Bandung: Mizan Pustaka, 1995), cet. ke-2, hlm. 65.

[13] Abdul Mun’im al-Hafni, Ensiklopedi Golongan, Kelompok, Aliran, Mazhab, Partai, dan Gerakan Islam, terj. Muchtarom (Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2006), cet. ke-1, hlm. 572.

[14] Al-Hafni, Ensiklopedia Gerakan Islam, terj,Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2006hlm. 572

[15] Sou’yb Joesoef,Pertumbuhan Sekta Syi’ah, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1982),hlm. 21.

[16] Al-Hafni, Ensiklopedi Golongan…, h. 575-576.



HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html