Pada dewasa ini aliran syiah merupakan salah stu aliran yang actual di bicarakan dalam berbagai media, baik media elektronik maupun cetak. Aliran syiah telah dikecam sebagai aliran yang sesat dan menyesatkan karena ajarnnya yang dianggap telah melanggar kaidah dalam agama islam.
A. Pengertian syiah
Menurut Abdul Mun’eim al-Nemrdalam bukunya yang berjudul Sejarah dan Dokumen-dokumen Syi’ah mengatakan bahwa kata Syi’ah menurut pengertian bahasa secara umum berarti kekasih, penolong, pengikut, dan lain-lainnya, yang mempunyai makna membela suatu ide atau membela seseorang, seperti kata hizb (partai) dalam pengertian yang modern. Kata Syi’ah digunakan untuk menjuluki sekelompok umat Islam yang mencintai ‘Ali bin Abi Thalib .[1]
Menurut Sukamah Perkataan Syi’ah secara harfiah berarti pengikut, partai, kelompok, atau dalam arti yang lebih umum “pendukung”. Sedangkan secara khusus, perkataan “Syi’ah” mengandung pengertian syî’atu ‘Aliyyîn, pengikut atau pendukung ‘Ali bin Abi Thalib.[2]
Syi’ah secara harfiah berarti kelompok atau pengikut. Kata tersebut dimaksudkan untuk menunjuk para pengikut ‘Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin pertama ahlulbait. Ketokohan ‘Ali bin Abi Thalib dalam pandangan Syi’ah sejalan dengan isyarat-isyarat yang telah diberikan Nabi Muhammad sendiri, ketika dia (Nabi Muhammad.) masih hidup.[3]
Menurut Teungku Muhammad Habsi Ash-Shiddieqy disebutkan dalam bukunya yang berjudul Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhi atau Kalam bahwa syiah berarti pengikut (pendukung paham). Dipakai kata ini untuk satu orang, dua orang atau banyak orang, baik laki-laki maupun perempuan. Kemudian kata ini dipakai secara khusus buat orang yang mengangkat Ali dan keluarganyalah yang berhak menjadi khalifah.[4]
Kemudian lebih tegasnya lagi Muhammad Amin Suma dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Jilid 3 menegaskan Syi’ah adalah salah satu aliran dalam Islam yang berkeyakinan bahwa yang paling berhak menjadi imam umat Islam sepeninggal Nabi Muhammad saw ialah keluarga Nabi saw sendiri (Ahlulbait). Dalam hal ini, ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib (paman Nabi saw) dan ‘Ali bin Abi Thalib (saudara sepupu sekaligus menantu Nabi saw) beserta keturunannya.[5]
B. Sejarah syiah
Para penulis sejarah Islam berbeda pendapat mengenai awal mula lahirnya Syi’ah. Sebagian menganggap Syi’ah lahir langsung setelah wafatnya Nabi Muhammad saw, yaitu pada saat perebutan kekuasaan antara golongan Muhajirin dan Anshar di Balai Pertemuan Saqifah Bani Sa’idah. Pada saat itu muncul suara dari Bani Hasyim dan sejumlah kecil Muhajirin yang menuntut kekhalifahan bagi ‘Ali bin Abi Thalib.
Sebagian yang lain menganggap Syi’ah lahir pada masa akhir kekhalifahan ‘Utsman bin ‘Affan atau pada masa awal kepemimpinan ‘Ali bin Abi Thalib.
Pendapat yang paling populer adalah bahwa Syi’ah lahir setelah gagalnya perundingan antara pihak pasukan Khalifah ‘Ali dengan pihak pemberontak Mu’awiyah bin Abu Sufyan di Shiffin, yang lazim disebut sebagai peristiwa tahkîm atau arbitrasi.[6]
Pendirian kalangan Syi’ah bahwa ‘Ali bin Abi Thalib adalah imam atau khalifah yang seharusnya berkuasa setelah wafatnya Nabi Muhammad telah tumbuh sejak Nabi Muhammad masih hidup, dalam arti bahwa Nabi Muhammad sendirilah yang menetapkannya. Dengan demikian, menurut Syi’ah, inti dari ajaran Syi’ah itu sendiri telah ada sejak zaman Nabi Muhammad saw.[7]
Namun demikian, terlepas dari semua pendapat tersebut, yang jelas adalah bahwa Syi’ah baru muncul ke permukaan setelah dalam kemelut antara pasukan Mu’awiyah terjadi pula kemelut antara sesama pasukan ‘Ali. Di antara pasukan ‘Ali pun terjadi pertentangan antara yang tetap setia dan yang membangkang.[8]
C. Tokoh-tokoh Syi’ah
Dalam pertimbangan Syi’ah, selain terdapat tokoh-tokoh populer seperti ‘Ali bin Abi Thalib, Hasan bin ‘Ali, Husain bin ‘Ali, terdapat pula dua tokoh Ahlulbait yang mempunyai pengaruh dan andil yang besar dalam pengembangan paham Syi’ah, yaitu Zaid bin ‘Ali bin Husain Zainal ‘Abidin dan Ja’far al-Shadiq. Kedua tokoh ini dikenal sebagai orang-orang besar pada zamannya. Pemikiran Ja’far al-Shadiq bahkan dianggap sebagai cikal bakal ilmu fiqh dan ushul fiqh, karena keempat tokoh utama fiqh Islam, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal, secara langsung atau tidak langsung pernah menimba ilmu darinya. Oleh karena itu, tidak heran bila kemudian Syaikh Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas al-Azhar, Mesir, mengeluarkan fatwa yang kontroversial di kalangan pengikut Sunnah (Ahlussunnah—pen.). Mahmud Syaltut memfatwakan bolehnya setiap orang menganut fiqh Zaidi atau fiqh Ja’fari Itsna ‘Asyariyah.[9]
Adapun Zaid bin ‘Ali bin Husain Zainal ‘Abidin terkenal ahli di bidang tafsir dan fiqh. Pada usia yang relatif muda, Zaid bin ‘Ali telah dikenal sebagai salah seorang tokoh Ahlulbait yang menonjol. Salah satu karya yang ia hasilkan adalah kitab al-Majmû’ (Himpunan/Kumpulan) dalam bidang fiqh. Juga karya lainnya mengenai tafsir, fiqh, imamah, dan haji.[10]
Selain dua tokoh di atas, terdapat pula beberapa tokoh Syi’ah, di antaranya:
1. Nashr bin Muhazim
2. Ahmad bin Muhammad bin ‘Isa al-Asy’ari
3. Ahmad bin Abi ‘Abdillah al-Barqi
4. Ibrahim bin Hilal al-Tsaqafi
5. Muhammad bin Hasan bin Furukh al-Shaffar
6. Muhammad bin Mas’ud al-‘Ayasyi al-Samarqandi
7. Ali bin Babawaeh al-Qomi
8. Syaikhul Masyayikh, Muhammad al-Kulaini
9. Ibn ‘Aqil al-‘Ummani
10. Muhammad bin Hamam al-Iskafi
11. Muhammad bin ‘Umar al-Kasyi
12. Ibn Qawlawaeh al-Qomi
13. Ayatullah Ruhullah Khomeini
14. Al-‘Allamah Sayyid Muhammad Husain al-Thabathaba’i
15. Sayyid Husseyn Fadhlullah
16. Murtadha Muthahhari
17. ‘Ali Syari’ati
18. Jalaluddin Rakhmat[11]
19. Hasan Abu Ammar
D. Ajaran-Ajaran pokok Syiah
Ahlulbait. Secara harfiah ahlulbait berarti keluarga atau kerabat dekat. Dalam sejarah Islam, istilah itu secara khusus dimaksudkan kepada keluarga atau kerabat Nabi Muhammad saw. Ada tiga bentuk pengertian Ahlulbait. Pertama, mencakup istri-istri Nabi Muhammad saw dan seluruh Bani Hasyim. Kedua, hanya Bani Hasyim. Ketiga, terbatas hanya pada Nabi sendiri, ‘Ali, Fathimah, Hasan, Husain, dan imam-imam dari keturunan ‘Ali bin Abi Thalib. Dalam Syi’ah bentuk terakhirlah yang lebih populer.
Al-Badâ’. Dari segi bahasa, badâ’ berarti tampak. Doktrin al-badâ’ adalah keyakinan bahwa Allah swt mampu mengubah suatu peraturan atau keputusan yang telah ditetapkan-Nya dengan peraturan atau keputusan baru. Menurut Syi’ah, perubahan keputusan Allah itu bukan karena Allah baru mengetahui suatu maslahat, yang sebelumnya tidak diketahui oleh-Nya (seperti yang sering dianggap oleh berbagai pihak). Dalam Syi’ah keyakinan semacam ini termasuk kufur. Imam Ja’far al-Shadiq menyatakan, “Barangsiapa yang mengatakan Allah swt baru mengetahui sesuatu yang tidak diketahui-Nya, dan karenanya Ia menyesal, maka orang itu bagi kami telah kafir kepada Allah swt.” Menurut Syi’ah, perubahan itu karena adanya maslahat tertentu yang menyebabkan Allah swt memutuskan suatu perkara sesuai dengan situasi dan kondisi pada zamannya. Misalnya, keputusan Allah mengganti Isma’il as dengan domba, padahal sebelumnya Ia memerintahkan Nabi Ibrahim as untuk menyembelih Isma’il as.
Asyura. Asyura berasal dari kata ‘asyarah, yang berarti sepuluh. Maksudnya adalah hari kesepuluh dalam bulan Muharram yang diperingati kaum Syi’ah sebagai hari berkabung umum untuk memperingati wafatnya Imam Husain bin ‘Ali dan keluarganya di tangan pasukan Yazid bin Mu’awiyah bin Abu Sufyan pada tahun 61 H di Karbala, Irak. Pada upacara peringatan asyura tersebut, selain mengenang perjuangan Husain bin ‘Ali dalam menegakkan kebenaran, orang-orang Syi’ah juga membaca salawat bagi Nabi saw dan keluarganya, mengutuk pelaku pembunuhan terhadap Husain dan keluarganya, serta memperagakan berbagai aksi (seperti memukul-mukul dada dan mengusung-usung peti mayat) sebagai lambang kesedihan terhadap wafatnya Husain bin ‘Ali. Di Indonesia, upacara asyura juga dilakukan di berbagai daerah seperti di Bengkulu dan Padang Pariaman, Sumatera Barat, dalam bentuk arak-arakan tabut.
Imamah (kepemimpinan). Imamah adalah keyakinan bahwa setelah Nabi saw wafat harus ada pemimpin-pemimpin Islam yang melanjutkan misi atau risalah Nabi. Atau, dalam pengertian Ali Syari’ati, adalah kepemimpinan progresif dan revolusioner yang bertentangan dengan rezim-rezim politik lainnya guna membimbing manusia serta membangun masyarakat di atas fondasi yang benar dan kuat, yang bakal mengarahkan menuju kesadaran, pertumbuhan, dan kemandirian dalam mengambil keputusan. Dalam Syi’ah, kepemimpinan itu mencakup persoalan-persoalan keagamaan dan kemasyarakatan. Imam bagi mereka adalah pemimpin agama sekaligus pemimpin masyarakat. Pada umumnya, dalam Syi’ah, kecuali Syi’ah Zaidiyah, penentuan imam bukan berdasarkan kesepakatan atau pilihan umat, tetapi berdasarkan wasiat atau penunjukan oleh imam sebelumnya atau oleh Rasulullah langsung, yang lazim disebutnash.
‘Ishmah. Dari segi bahasa, ‘ishmah adalah bentuk mashdar dari kata ‘ashama yang berarti memelihara atau menjaga.‘Ishmah ialah kepercayaan bahwa para imam itu, termasuk Nabi Muhammad, telah dijamin oleh Allah dari segala bentuk perbuatan salah atau lupa. Ali Syari’ati mendefinisikan ‘ishmah sebagai prinsip yang menyatakan bahwa pemimpin suatu komunitas atau masyarakat—yakni, orang yang memegang kendali nasib di tangannya, orang yang diberi amanat kepemimpinan oleh orang banyak—mestilah bebas dari kejahatan dan kelemahan.
Mahdawiyah. Berasal dari kata mahdi, yang berarti keyakinan akan datangnya seorang juru selamat pada akhir zaman yang akan menyelamatkan kehidupan manusia di muka bumi ini. Juru selamat itu disebut Imam Mahdi. Dalam Syi’ah, figur Imam Mahdi jelas sekali. Ia adalah salah seorang dari imam-imam yang mereka yakini. Syi’ah Itsna ‘Asyariyah, misalnya, memiliki keyakinan bahwa Muhammad bin Hasan al-Askari (Muhammad al-Muntazhar) adalah Imam Mahdi. Di samping itu, Imam Mahdi ini diyakini masih hidup sampai sekarang, hanya saja manusia biasa tidak dapat menjangkaunya, dan nanti di akhir zaman ia akan muncul kembali dengan membawa keadilan bagi seluruh masyarakat dunia.
Marja’iyyah atau Wilâyah al-Faqîh. Kata marja’iyyah berasal dari kata marja’ yang artinya tempat kembalinya sesuatu. Sedangkan kata wilâyah al-faqîh terdiri dari dua kata: wilâyah berarti kekuasaan atau kepemimpinan; danfaqîh berarti ahli fiqh atau ahli hukum Islam. Wilâyah al-faqîh mempunyai arti kekuasaan atau kepemimpinan para fuqaha.
Raj’ah. Kata raj’ah berasal dari kata raja’a yang artinya pulang atau kembali. Raj’ah adalah keyakinan akan dihidupkannya kembali sejumlah hamba Allah swt yang paling saleh dan sejumlah hamba Allah yang paling durhaka untuk membuktikan kebesaran dan kekuasaan Allah swt di muka bumi, bersamaan dengan munculnya Imam Mahdi. Sementara Syaikh Abdul Mun’eim al-Nemr mendefinisikan raj’ah sebagai suatu prinsip atau akidah Syi’ah, yang maksudnya ialah bahwa sebagian manusiaakan dihidupkan kembali setelah mati karena itulah kehendak dan hikmat Allah, setelah itu dimatikan kembali. Kemudian di hari kebangkitan kembali bersama makhluk lain seluruhnya. Tujuan dari prinsip Syi’ah seperti ini adalah untuk memenuhi selera dan keinginan memerintah. Lalu kemudian untuk membalas dendam kepada orang-orang yang merebut kepemimpinan ‘Ali.
Taqiyah. Dari segi bahasa, taqiyah berasal dari kata taqiya atau ittaqâ yang artinya takut. Taqiyah adalah sikap berhati-hati demi menjaga keselamatan jiwa karena khawatir akan bahaya yang dapat menimpa dirinya. Dalam kehati-hatian ini terkandung sikap penyembunyian identitas dan ketidakterusterangan.Perilaku taqiyah ini boleh dilakukan, bahkan hukumnya wajib dan merupakan salah satu dasar mazhab Syi’ah.
Tawassul. Adalah memohon sesuatu kepada Allah dengan menyebut pribadi atau kedudukan seorang Nabi, imam atau bahkan seorang wali suaya doanya tersebut cepat dikabulkan Allah swt. Dalam Syi’ah, tawassul merupakan salah satu tradisi keagamaan yang sulit dipisahkan. Dapat dikatakan bahwa hampir setiap doa mereka selalu terselip unsurtawassul, tetapi biasanya tawassul dalam Syi’ah terbatas pada pribadi Nabi saw atau imam-imam dari Ahlulbait. Dalam doa-doa mereka selalu dijumpai ungkapan-ungkapan seperti “Yâ Fâthimah isyfa’î ‘indallâh” (wahai Fathimah, mohonkanlah syafaat bagiku kepada Allah), dsb.
Tawallî dan tabarrî. Kata tawallî berasal dari kata tawallâ fulânan yang artinya mengangkat seseorang sebagai pemimpinnya. Adapun tabarrî berasal dari kata tabarra’a ‘an fulân yang artinya melepaskan diri atau menjauhkan diri dari seseorang. Kedua sikap ini dianut pemeluk-pemeluk Syi’ah berdasarkan beberapa ayat dan hadis yang mereka pahami sebagai perintah untuk tawallî kepada Ahlulbait dan tabarrî dari musuh-musuhnya. Misalnya, hadis Nabi mengenai ‘Ali bin Abi Thalib yang berbunyi: “Barangsiapa yang menganggap aku ini adalah pemimpinnya maka hendaklah ia menjadikan ‘Ali sebagai pemimpinnya. Ya Allah belalah orang yang membela Ali, binasakanlah orang yang menghina ‘Ali dan lindungilah orang yang melindungi ‘Ali.” (H.R. Ahmad bin Hanbal)[12]
E. Sekte-sekte Syi’ah
Para ahli umumnya membagi sekte Syi’ah ke dalam empat golongan besar, yaitu Kaisaniyah, Zaidiyah, Imamiyah, dan Kaum Ghulat. Golongan Imamiyah pecah menjadi beberapa golongan. Yang terbesar adalah golongan Itsna ‘Asyariyah atau Syi’ah Duabelas. Golongan lainnya adalah golongan Isma’iliyah.
Selain itu terdapat juga pendapat lain. Misalnya dari al-Syahrastani. Beliau membagi Syi’ah ke dalam lima kelompok, yaitu Kaisaniyah, Zaidiyah, Imamiyah, Ghulat (Syi’ah sesat), dan Isma’iliyah.[13]Sedangkan al-Asy’ari membagi Syi’ah menjadi tiga kelompok besar, yaitu: Syi’ah Ghaliyah, yang terbagi lagi menjadi 15 kelompok; Syi’ah Imamiyah (Rafidhah), yang terbagi menjadi 14 kelompok; dan Syi’ah Zaidiyah, yang terbagi menjadi 6 kelompok.[14]
Joesoef So’uyb dalam bukunya Pertumbuhan dan Perkembangan Aliran-aliran Sekta Syi’ah membagi Syi’ah ke dalam beberapa sekte, yaitu Sekte Imamiyah (yang kemudian pecah menjadi Imamiyyah Sittah dan Itsna ‘Asyariyah), Zaidiyah, Kaisaniyah, Isma’iliyah, Qaramithah, Hasyasyin, dan Fathimiyah.[15]
Sementara itu, Abdul Mun’im al-Hafni dalam Ensiklopedia Golongan, Kelompok, Aliran, Mazhab, Partai, dan Gerakan Islam, mengklasifikasikan Syi’ah secara rinci sebagai berikut:
- Al-Ghaliyah: Bayaniyah, Janahiyah, Harbiyah, Mughiriyah, Manshuriyah, Khithabiyah, Mu’ammariyah, Bazighiyah, ‘Umairiyah, Mufadhaliyah, Hululiyah, Syar’iyah, Namiriyah, Saba’iyah, Mufawwidhah, Dzamiyah, Gharabiyah, Hilmaniyah, Muqanna’iyah, Halajiyah, Isma’iliyah.
- Imamiyah: Qath’iyah, Kaisaniyah, Karbiyah, Rawandiyah, Abu Muslimiyah, Rizamiyah, Harbiyah, Bailaqiyah, Mughiriyah, Husainiyah, Kamiliyah, Muhammadiyah, Baqiriyah, Nawisiyah, Qaramithah, Mubarakiyah, Syamithiyah, ‘Ammar Syamithiyah, ‘Ammariyah (Futhahiyah), Zirariyah (Taimiyah), Waqifiyah (Mamthurah-Musa’iyah-Mufadhdhaliyah), ‘Udzairah, Musawiyah, Hasyimiyah, Yunusiah, Setaniyah.
- Zaidiyah: Jarudiyah, Sulaimaniyah, Shalihiyah, Batriyah, Na’imiyah, Ya’qubiyah.[16]
F. Doktin-doktrin syiah yang dianggap menyesatkan
Hasan Bishri, Lc. Pimpinan Klinik Ghoib Senen Jak-Pus mengatakan bahwa syiah merupakan aliran yang sesat dan menyesatkan. Adapun doktrin-doktrin yang menyesatkan tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama: Dunia dengan seluruh isinya adalah milik para imam Syi’ah. Mereka akan memberikan dunia ini kepada siapa yang dikehendaki dan mencabutnya dari siapa yang dikehendaki. (Kitab Ushulul Kaafi, hal.259, Al-Kulaini).
Doktrin itu untuk menandingi firman Allah SWT, “Sesungguhnya bumi adalah milik Allah, Dia dikaruniakan kepada siapa yang Dia kehendaki”. (QS. Al-A’raf: 128). Mereka menyetarakan kekuasaan para Imam Syi’ah dengan Allah, bukankah itu inti kesyirikan?
Kedua: Ali bin Abi Thalib mereka klaim sebagai imam Syi’ah yang pertama dinyatakan sebagai dzat yang pertama dan terakhir, yang dhahir dan yang bathin. (Kitab Rijalul Kashi: hal. 138). Mereka menyamakan sifat Ali dengan sifat Allah seperti dalam surat Al-Hadid, ayat 3. Bukankan itu inti kesyirikan dan kekufuran?
Ketiga: Para Imam Syi’ah merupakan wajah Allah, mata Allah dan tangan-tangan Allah yang membawa rahmat bagi para hamba Allah. (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 83).
Keempat: Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib oleh Syi’ah dikatakan menjadi wakil Allah dalam menentukan surga dan neraka, memperoleh sesuatu yang tidak diperoleh oleh manusia sebelumnya, mengetahui yang baik dan yang buruk, mengetahui segala sesuatu secara rinci yang pernah terjadi dahulu maupun yang ghaib. (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 84).
Kelima: Keinginan para Imam Syi’ah adalah keinginan Allah juga. (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 278).
Keenam: Para Imam Syi’ah mengetahui kapan datang ajalnya dan mereka sendiri yang menentukan saat kematiannya, karena bila imam tidak mengetahui hal-hal semacam itu maka ia tidak berhak menjadi imam. (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 158).
Ketujuh: Para Imam Syi’ah mengetahui apapun yang tersembunyi dan dapat mengetahui dan menjawab apa saja bila kita bertanya kepada mereka, karena mereka mengetahui hal ghaib sebagaimana yang Allah ketahui. (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 193).
Kedelapan: Allah itu bersifat Bada’ (yaitu baru mengetahui sesuatu bila sudah terjadi). Akan tetapi para Imam Syi’ah telah mengetahui lebih dahulu hal yang belum terjadi. (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 40).
Menurut Al-Kulaini (ulama besar ahli hadits Syi’ah), Bahwa Allah tidak mengetahui bahwa Husein bin Ali akan mati terbunuh. Menurut mereka Tuhan pada mulanya tidak tahu karena itu Tuhan membuat ketetapan baru sesuai dengan kondisi yang ada. Akan tetapi Imam Syi’ah telah mengetahui apa yang akan terjadi. Oleh sebab itu menurut doktrin Syi’ah Allah bersifat bada’. (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 232).
Kesembilan: Para imam Syi’ah merupakan gudang ilmu Allah dan juga penerjemah ilmu Allah. Para imam Syi’ah bersifat Ma’sum (bersih dari kesalahan dan tidak pernah lupa apalagi berbuat Dosa). Allah menyuruh manusia untuk mentaati Imam Syi’ah, tidak boleh mengingkarinya dan mereka menjadi hujjah (Argument Kebenaran). (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 165).
Kesepuluh: Para imam Syi’ah sama dengan Rasulullah Saw (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 165). Yang mereka maksud para Imam Syi’ah adalah Ali bin Abi Thalib, Husein bin Ali, Ali bin Husein, Hassan bin Ali dan Muhammad bin Ali. (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 109).
Kesebelas: Al-Qur’an yang ada sekarang telah berubah, dikurangi dan ditambah (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 670). Salah satu contoh ayat Al-Qur’an yang dikurangi dari aslinya (versi mereka, red.) yaitu ayat Al-Qur’an An-Nisa’: 47, menurut versi Syi’ah berbunyi: “Ya ayyuhalladziina uutul kitaaba aaminuu bimaa nazzalnaa fie ‘Aliyyin nuuron mubiinan”. (Kitab Fashlul Khitab: hal. 180). Menurut Syi’ah, Al-Qur’an yang dibawa Jibril kepada Nabi Muhammad ada 17 ribu ayat, namun yang tersisa sekarang hanya 6660 ayat. (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 671).
Keduabelas: Menyatakan bahwa Abu Bakar, Umar, Utsman bin Affan, Muawiyah, Aisyah, Hafshah, Hindun, dan Ummul Hakam adalah makhluk yang paling jelek di muka bumi, mereka ini adalah musuh-musuh Allah. Siapa yang tidak memusuhi mereka, maka tidaklah sempurna imannya kepada Allah, Rasul-Nya dan Imam-Imam Syi’ah. (Kitab Haqqul Yaqin: hal. 519, oleh Muhammad Baqir Al-Majlisi).
Ketigabelas: Menghalalkan nikah Mut’ah, bahkan menurut doktrin Syi’ah orang yang melakukan kawin mut’ah 4 kali derajatnya lebih tinggi dari Nabi Muhammad Saw. (Kitab Tafsir Minhajush Shadiqin, hal. 356, oleh Mullah Fathullah Kassani).
Keempatbelas: Menghalalkan saling tukar-menukar budak perempuan untuk disetubuhi kepada sesama temannya. Kata mereka, Imam Ja’far berkata kepada temannya: “Wahai Muhammad, kumpulilah budakku ini sesuka hatimu. Jika engkau sudah tidak suka kembalikan lagi kepadaku.” (Kitab Al-Istibshar III: hal. 136, oleh Abu Ja’far Muhammad Hasan At-Thusi).
Kelimabelas: Rasulullah dan para sahabat akan dibangkitkan sebelum hari kiamat. Imam Mahdi sebelum hari kiamat akan datang dan dia membongkar kuburan Abu Bakar dan Umar yang ada didekat kuburan Rasulullah. Setelah dihidupkan maka kedua orang ini akan disalib (Kitab Haqqul Yaqin, hal. 360, oleh Mullah Muhammad Baqir al-Majlisi).
Semua kitab tersebut di atas adalah kitab-kitab induk atau rujukan pokok kaum Syi’ah yang posisinya seperti halnya kitab-kitab hadits Imam Bukhari, Muslim, Ahmad bin Hambal, Nasa’i, Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah bagi kaum Muslimin. Oleh karena itu, upaya-upaya Syi’ah untuk menanamkan kesan bahwa Syi’ah adalah bagian dari kaum Muslimin, hanya berbeda dalam beberapa hal yang tidak prinsip, adalah dusta dan harus ditolak tegas
Adakah orang masih percaya bahwa Syi’ah itu bagian dari umat Islam? Atau Anda masih ragu bahwa ajaran Syi’ah itu sesat menyesatkan? Menurut Imam Malik dan Imam Ahmad, barangsiapa yang tidak MENGKAFIRKAN aqidah Syi’ah ini, maka dia termasuk Kafir.(dari berbagai sumber).
Kesimpulan
Setelah membahas berbagai hal berkenaan dengan kajian syiah, maka dapat disimpulkan bahwa:
- Syi’ah adalah salah satu aliran dalam Islam yang berkeyakinan bahwa yang paling berhak menjadi imam umat Islam sepeninggal Nabi Muhammad saw ialah keluarga Nabi saw sendiri (Ahlulbait). Dalam hal ini, ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib (paman Nabi saw) dan ‘Ali bin Abi Thalib (saudara sepupu sekaligus menantu Nabi saw) beserta keturunannya.
- Syi’ah baru muncul ke permukaan setelah dalam kemelut antara pasukan Mu’awiyah terjadi pula kemelut antara sesama pasukan ‘Ali. Di antara pasukan ‘Ali pun terjadi pertentangan antara yang tetap setia dan yang membangkang.
- Adapun tokoh-tokoh syiah adalah Nashr bin Muhazim, Ahmad bin Muhammad bin ‘Isa al-Asy’ari, Ahmad bin Abi ‘Abdillah al-Barqi, Ibrahim bin Hilal al-Tsaqafi , Muhammad bin Hasan bin Furukh al-Shaffar, Muhammad bin Mas’ud al-‘Ayasyi al-Samarqandi, Ali bin Babawaeh al-Qomi, Syaikhul Masyayikh, Muhammad al-Kulaini, Ibn ‘Aqil al-‘Ummani, Muhammad bin Hamam al-Iskafi, Muhammad bin ‘Umar al-Kasyi, Ibn Qawlawaeh al-Qomi, Ayatullah Ruhullah Khomeini, Al-‘Allamah Sayyid Muhammad Husain al-Thabathaba’I,Sayyid Husseyn Fadhlullah, Murtadha Muthahhari , ‘Ali Syari’ati , Jalaluddin Rakhmat,Hasan Abu Ammar.
- Ajaran syiah adalah antara lain ahlul bait, Ahlulbait, Al-Badâ’, Asyura,Imamah, Ishmah, Mahdawiyah,Marja’iyyah,Raj’ah, Taqiyah, Tawassul, Tawallî dan tabarrî.
DAFTAR PUSTAKA
Aceh, Abubakar. Perbandingan Mazhab Syi’ah: Rasionalisme dalam Islam. Solo: Ramadhani, t.t.
Al-Hafni, Abdul Mun’im. Ensiklopedia Golongan, Kelompok, Aliran, Mazhab, Partai, dan Gerakan Islam, terj. Muchtarom. Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2006, cet. ke-1.
Al-Nemr, Abdul Mun’eim. Sejarah dan Dokumen-dokumen Syi’ah. T.tp.: Yayasan Alumni Timur Tengah, 1988.
Sou’yb, Joesoef. Pertumbuhan dan Perkembangan Aliran-aliran Sekta Syi’ah. Jakarta: Pustaka Alhusna, 1982, cet. ke-1.
Syari’ati, Ali. Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi, terj. M.S. Nasrulloh dan Afif Muhammad. Bandung: Mizan Pustaka, 1995, cet. ke-2.
Syirazi, Nashir Makarim. Inilah Aqidah Syi’ah, terj. Umar Shahab. Jakarta: Penerbit Al-Huda, 1423 H, cet. ke-2.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad. Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid atau Kalam.Semarang: Pustaka Rizki Putra.2009.
[1] Abdul Mun’eim al-Nemr, Sejarah dan Dokumen-dokumen Syi’ah (T.tp.: Yayasan Alumni Timur Tengah, 1988), hlm. 34-35.
[2] Soekama Karya, dkk., Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1996), cet. ke-1, hlm. 125.
[3] Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992), hlm. 904.
[4] Teungku Muhammad Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid atau Kalam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra,2009), hlm.109.
[5] Muhammad Amin Suma, dalam Taufik Abdullah, ed., Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Jilid 3 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003), cet. ke-3, hlm. 343.
[6] Joesoef Sou’yb, Pertumbuhan dan Perkembangan Aliran-aliran Sekta Syi’ah (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1982), cet. ke-1, hlm. 11.
[7] Abubakar Aceh, Perbandingan Mazhab Syi’ah: Rasionalisme dalam Islam (Solo: Ramadhani, t.t.), hlm. 17-21
[8] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Jilid 5 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), cet. ke-4, hlm. 5.
[9] Ibid, hlm.13-15.
[10] Ibid, hlm. 15.
[11] Beliau adalah salah seorang tokoh Ahlulbait/Syi’ah Indonesia. Karya tulisnya dalam bidang keislaman antara lainIslam Alternatif (1988), Membuka Tirai Kegaiban: Renungan-renungan Sufistik (1995), Rintihan Suci Ahli Bait Nabi(1997), Catatan Kang Jalal (1998), Islam Aktual (1998), dan Islam dan Pluralisme (2006). Pakar komunikasi yang juga pengasuh SMA Plus Muthahhari, Bandung, ini adalah Ketua Dewan Syuro Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (Ijabi). Periode 2004-2008. Ijabi sendiri adalah organisasi kemasyarakatan yang berbasiskan pada kaum Ahlulbait/Syi’ah Indonesia
[12] Ali Syari’ati, Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi, terj. M.S. Nasrulloh dan Afif Muhammad (Bandung: Mizan Pustaka, 1995), cet. ke-2, hlm. 65.
[13] Abdul Mun’im al-Hafni, Ensiklopedi Golongan, Kelompok, Aliran, Mazhab, Partai, dan Gerakan Islam, terj. Muchtarom (Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2006), cet. ke-1, hlm. 572.
[14] Al-Hafni, Ensiklopedia Gerakan Islam, terj,Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2006hlm. 572
[15] Sou’yb Joesoef,Pertumbuhan Sekta Syi’ah, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1982),hlm. 21.
[16] Al-Hafni, Ensiklopedi Golongan…, h. 575-576.
0 komentar:
Post a Comment