Saturday, 23 June 2012

Kemajuan Dinasti Bani Abbasyiah


PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Pada tahun 132 H/ 750 M. merupakan tahun peralihan dari bani Umayyah ke bani Abbas, setelah meruntuhkan bani Umayyah dengan membunuh khalifah Marwan Ibn Muhammad yang memerintah tahun 127/ 132H/ 744-759 M.[1]
Bani Abbas berkuasa selama lima abad lamanya dengan khalifah yang pertama Abu al-Abbas Ibn Abdullah al-Shaffah (tahun 132-137 H/ 750-754 M sampai ke khalifah ke 37 Abu Ahmad ibn al-Mu’tashim (tahun 640-656 H/ 1242-1258 M), telah memperlihatkan kepesatan perkembangan kebudayaan dan peradaban Islam.[2]
            Runtuhnya bani Umayyah yang pada kenyataanya telah membuka babak baru bagi perkembangan Islam secara keseluruhan pada dinasti bani Abbas, pada hakekatnya disebabkan dari perbedaan dua dinasti dalam memandang kepentingan negara. Dinasti Umayyah dengan corak Arabisme nampaknya lebih mementingkan ekspansi wilayah atau lazim disebut sebagai perluasan wilayah-wilayah Islam. Sedangkan dinasti bani Abbas, kepentingan Negara tidak tertumpu selalu pada perluasan wilayah, tetapi telah melebar kepada kepentingan-kepentingan pencapaian ilmu-ilmu pengetahuan dan peradaban.[3]  Kemajuan dinasti Abbasiyah tidak dapat disangkal adalah dimulai dari kepindahan ibu kota Negara di Baghdad yang sebelumnya berada di Damaskus pada dinasti Umayyah. Perpindahan tersebut telah mengakibatkan saling berinteraksinya orang-orang Arab dengan orang-orang Persia, dimana mereka telah dikenal dengan tradisi-tradisi keilmuannya. Di kota inilah kelak dimulai kemajuan-kemajuan Islam yang pernah dicapai sebelumnya dan kota ini pula orang Arab telah menanggalkan tradisi-tradisi Baduinya menjadi orang bijak yang penuh pertimbangan rasional. Olehnya, wajar bila seorang penulis mengatakan bahwa Baghdad memang pantas disebut sebagai The Intelectual capital.[4]
B.     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan dibahas salah satu aspek kebudayaan yang mengalami kemjuan pada masa Dinasti Abbasiyah yaitu ilmu pengetahuan. Maka yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah :
1.      Bidang-bidang apa saja yang mengalami kemajuan ?
2.      Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kemjuan ilmu pengetahuan dan usaha-usaha apa saja yang telah dilakukan dalam pengembangannya ?

A.     Bidang-Bidang ilmu pengetahuan yang mengalami Kemajuan
1.      Kemajuan di Bidang Ilmiah
Terdapat aktifitas ilmiah yang berlansung dikalangan umat Islam pada masa Dinasti Abbasiyah dimana hal ini mengantar mereka mencapai kemajuan di bidang ilmu pengetahuan.
a.       Penyusunan buku-buku ilmiah
Akitivitas penyusunan buku ini melalui beberapa proses dimana masyarakat Islam pada saat itu hanya mengandalkan hafalan hal ini bertahan sampai pemerintahan khalifah Harun al-Rasyid.[5]  Kemudian pencatatan pemikiran seperti ilmu hadits kemudian dirangkap, lalu diadakan pembukuan pemikiran-pemikiran atau hadits-hadits Rasulullah dalam satu buku seperti fiqhi, tafsir, hadits. Dan terakhir disusun dan diatur kembali buku yang telah ada ke dalam pasal-pasal dan bab-bab tertentu.[6]
b.      Penterjemahan
Penterjemahan merupakan aktivitas yang paling besar peranannya dalam mentrasfer ilmu pengetahuan yang berasal dari buku-buku bahasa asing, seperti bahasa Sansekerta, Yunani ke dalam bahasa Arab.  Ketika pemerintahan Abbasyiah ini sudah kokoh, terutama pada masa al-Mansyur, Harun al –Rasyid dan al-Ma’mun, maka dari itu mereka mengirim misi untuk membawa kembali hasil karya ilmiah, yang baik dalam bidang filsafat, logika, kedokteran, matematika, astrologi, geografi serta sejarah. Kemudian memerintahkan agar hasil karya mereka diterjemahkan dalam bahasa Arab.[7]
c.       Pensyarahan
Sebelum memasuki abad ke 10 M. kegiatan kaum muslimin tidak hanya menerjemahkan, bahkan mulai memberikan syarahan (penjelasan) dan melakukan tahqiq (pengeditan), pada awalnya muncul dalam bentuk karya tulis, lalu dipadukan dalam berbagai pemikiran dan petikan, analisis dan kritis yang disusun dalam bentuk bab-bab dan pasal-pasal, bahkan dengan keahlian mereka, hasil kritik dan analisis itu dapat melahirkan teori-teori baru, seperti memisahkan aljabar dengan ilmu hisab yang pada ahlinya menjadi ilmu tersendiri secara sistematis.[8]  Pada masa inilah lahirnya karya-kaya ulama yang telah tersusun rapi.
2.      Kemajuan dalam Bidang Pendidikan
Kemajuan dalam bidang pendidikan ini, bukan berarti nanti pada masa pemerintahan Abbasyiah akan tetapi diawal Islam lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Hal ini dapat  diketahui dengan adanya pendidikan terdiri dua tingkat yang pertama, Maktab dan mesjid sebagai pendidikan terindah tempat anak-anak mengenal dasar bacaan, hitungan dan tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadits, fiqih dan bahasa, yang kedua tingkat pendalaman, para pelajar ingin meningkatkan ilmunya keluar daerah menuntut ilmu kepda seorang, biasanya berlangsung di mesjid-mesjid atau rumah ulama yang bersangkutan. Lembaga-lembaga pendidikan tersebut semakin berkembang dengan berdirinya perpustakaan dan akademi, dimana perpustakaan pada masa itu merupakan sebuah universitas karena terdapat buku-buku, orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi dan terjadinya penterjemahan diberbagai macam ilmu ke dalam bahasa  Arab.
3.      Kemajuan Ilmu di Bidang Agama
Pada zaman Dinasti Abbasiyah telah terjadi semacam pembagian wawasan dalam bidang keilmuan menjadi ilmu-ilmu agama (naqli) dan ilmu-ilmu duniawi (aqli) namun yang dimaksud dengan ilmu-ilmu agama, menurut Ahmad Amin adalah ilmu-ilmu yang bersumber baik secara lansung maupun tidak lansung dari agama dengan bahasa Al_Quran.[9]  Dalam batasan ini termasuk dalam kelompok ilmu-ilmu agama adalah tafsir, hadits, fiqih, bahasa Arab dan ilmu Kalam.
a.       Ilmu Tafsir
Kemajuan yang telah dicapai ilmu tafsir pada masa ini adalah berpisahnya dari ilmu hadits, dan terjadi penafsiran secara sistematis. Tafsir pada masa itu terbagi ke dalam dua bentuk :
1.      Tafsir bi-al-ma’tsur yaitu model penafsiran Al-Quran dengan menggunakan interpretasi Nabi dan sahabat-sahabat terkemuka, diantara ahli tafsirnya adalah al-Thabari (w. 310 H). yang berjudul Jami al-Bayan fi Tafsir Al-Quran yang terdiri atas 30 jilid.[10]
2.      Tafsir bi al-ra’yi yaitu model penafsiran yang lebih banyak bertumpu pada kekuatan nalar, diantara ahli tafsir dalam metode ini yang lebih banyak  dipelopori dari aliran Mu’tazilah seperti Abu Bakar al-Sham (w. 240 H). Jadi pada masa inilah semakin berkembang interpretasi Al-Quran, hal ini dipengaruhi oleh perkembanagan-perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan.
b.      Ilmu Hadits
Hadits-hadits pada masa sekarang telah diadakan pengkodifikasian sebagai lanjutan dari usaha para ulama sebelumnya. Dimana ulama pada waktu itu pengkodifikasian dilakukan tanpa ada penyaringan sehingga bercampur antara yang datang dari Nabi dan yang bukan dari Nabi. Nanti pada masa Abbasiyah baru diadakan penyaringan dengan melakukan kritik pada sanad hadits, dari sinilah lahirlah kualitas hadits yang terdiri dari hadits shahih, hasan dan dhaif.[11]  Ulama yang terkenal pada masa ini antara lain; Imam Bukhari bukunya shaih Bukhari, Muslim bukunya shahih Muslim, Ibnu Majah dan lain sebagainya. Perkembangan hadits ini sangat dipengaruhi oleh sarana dan prasarana seperti alat tulis dan transportasi.
c.       Ilmu Kalam dan teologi
Ilmu kalam lahir karena dorongan untuk membela Islam dengan pemikiran filsafat dari serangan orang-orang Kristen, Yahudi yang mempergunakan senjata filsafat dan menyelesaikan persoalan agama dengan kemampuan akal pikiran dan ilmu pengetahuan. Orang-orang dari golongan Mu’tazilah yang andil besar dalam mengembangkan ilmu kalam, dan penyelesaiannya bercorak filsafat Islam.[12]  Pada masa ini tokoh-tokoh besar dalam bidang ilmu kalam, seperti dari Mu’tazilah dikenal antara lain Abu al-Huzail al-Allaf (w. 235 H) al-Nizam (w. 231), serta al-Jubbai (w. 290H). sedangkan dari ahlu Sunnah waljamaah antara lain, al-Asy’ary (w. 234), al-Baqillani (w. 403 H), al-Juwaini (w. 479H). Ilmu kalam semakin berkembang pada masa ini dikarenakan adanya penerjemahan bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab. Ilmu pengetahuan yang paling penting yang muncul dari kecenderungan itu adalah teologi, Hadits, Fikih, dan Linguistik. Kebanyakan sarjana dalam bidang ini adalah keturunan Arab. Minat orang Arab Islam paling awal tertuju pada cabang keilmuan yang lahir karena motif keagamaan. Kebutuhan untuk memahami dan menjelaskan Al-Quran, kemudian menjadi landasan teologis dan linguistik yang serius. Interaksi dengan dunia Kristen pada abad pertama Hijriah di Damaskus telah memicu munculnya pemikiran spekulatif teologis yang melahirkan mazhab pemikiran Murjiah dan Qadariah.[13]
Bidang kajian berikutnya adalah Hadits (sunnah),[14] yaitu perilaku, ucapan, dan persetujuan (taqrir) Nabi, yang kemudian menjadi sumber ajaran yang paling penting. Awalnya hanya diriwayatkan dari mulut ke mulut, Hadits Nabi kemudian direkam dalam bentuk tulisan pada abad kedua  Hijriah. Selama dua setengah abad pertama setelah Nabi Muhammad wafat, catatan tentang perkataan dan perilakunya  terus bertambah, terhadap berbagai persoalan agama, politik, atau sosial setiap kelompok berusaha mencari Hadits untuk memperkuat pendapatnya baik Hadits itu shahih atau palsu. Perseteruan politik antara Ali dan Abubakar, konflik antara Muawiyah dan Ali, permusuhan antara Dinasti Abbasiyah dan Dinasti Umayyah, serta persoalan supriritas antara orang Arab dan non- Arab, membuka pintu yang sangat yang sangat lebar untuk menjamurnya pemalsuan Hadits.
d.      Ilmu Fiqh
Merupakan kebanggaan pada masa pemerintahan Abbasiyah ini adalah lahirnya empat imam mazhab yang ulung. Mereka itu adalah Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal. Keempat ulama inilah merupakan ulama fiqih yang paling agung dan tiada tandingannya di dunia Islam.
Metode istimbat hukum yang digunakan oleh para fuqaha pada masa ini dapat dibedakan menjadi ahl ra’yi dan ahl hadits. Yang pertama banyak dipengaruhi perkembangan yang terjadi di Kufah, dimana kehidupan masyarakat telah mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi. Olehnya itu mazhab ini lebih banyak menggunakan pemikiran rasional dari pada hadits, dan tradisi masyarakat Madinah. Perbedaan kedua mazhab ini dapat ditengahi oleh Imam Syafi’i  dan Imam Ahmad bin Hambal.[15]  Kitab-kitab yang terkenal sekaligus menjadi pegangan mazhab mereka adalah al-fiqh al-Akbar karya Imam Abu hanafi, al-Muwaththa karya Imam Malik, Al-Risalah Karya Imam Syafi’i serta al-Kharfy pada masa ini mengalami kemajuan seiring dengan perkembangan pemikiran masyarakat serta lahirnya beberapa buku-buku yang telah dikarang oleh para imam mazhab.
            Selain keempat bidang tersebut di bidang lain ilmu nahwu, tasawuf serta penulisan sejarah juga mengalami kemajuan yang pesat. Tokoh-tokoh ilmu nahwu pada masa ini seperti Basrah adalah Umar al-Tsaqafi, al-Akhfasy dan Labawaihi. Sementara Kufah adalah Abu Jafar al-Kisai dan al-Farra’ sufi yang terkenal adalah Abun Jafar al-Kisai dan al-farra’. Sufi terkenal adalah al-Qusayri Sahabuddin dengan karyanya al-Risalah al-Qusairiyah dan Sahabuddin dengan karyanya Awaruf al-Ma’arif. [16]  Penulisan sejarah tentang biografi Nabi saw oleh Ibn Ishaq, buku ini telah sampai ditangan kita dengan perantaraan muridnya Ibn Hisyam.[17]  Jadi perkembangan ilmu pengetahuan agama pada masa Bani Abbasiyah ini disebabkan karena kesadaran para tokoh yang masing-masing ingin mengembangkan ilmu pengetahuan sesuai dengan keahliannya.
4.      Kemajuan Ilmu di bidang Filsafat
Kemajuan ilmu pengetahuan yang dicapai pada zaman Abbasiyah ini diawali dengan maraknya kegiatan keilmuan, hal ini disebabkan karena adanya penerjemahan buku-buku karya filosof Yunani ke dalam bahasa Arab yang telah dipelopori Harun al-Rasyd dan al-Ma’mun di lembaga Bait al-Hikmah. Fisofof –filosof muslim yang terkenal pada masa ini antara lain Ya’kub Ibn Ishak al-Kindi, ia turut aktif dalam penerjemahan, namun banyak dalam memberikan kesimpulan dari pada menerjemah karena ia orang kaya sehingga dapat membayar orang untuk menerjemahkan buku-buku yang dibutuhkan.[18]  Ia seorang filosof yang terkenal pada zaman itu karena pendapat-pendapatnya tentang filsafat ketuhan dan filsafat jiwa.
Fisofof lain juga seperti Abu Nasr Muhammad al-Farabi yang lahir di Arab pada tahun 870 M, dari Arab pindah ke Baghdad sebagai pusat ilmu pengetahuan. Al-Farabi ada yang menjuluki sebagai seorang filosof Islam pertama. Dialah yang pertama menciptakan sistem Filsafat yang lengkap sebagai mana peran Plotinus bagi dunia barat, karangan-karangannya ada sekitar 30 buah.[19]  Di antara karangan-karangannya adalah Agradha ma Baida at-Tabiah, Tahsil as-sahadah dan sebagainya.
Ibnu Sina salah seoarang filosof muslim karyanya dalam bidang filsafat yang berjudul  Asy-Syifa, buku ini terdiri atas empat bagian yaitu logika, fisika, matematika dan metafisika (ketuhanan), al-Gazali yang terkenal antara lain Ihya Ulumuddin yang artinya menghidupkan ilmu-ilmu agama, al-Mungqis Dhalal yang berarti penyelamat dari kesesatan. Bagi orang Arab, filsafat (falsafah) merupakan pengetahuan tentang kebenaran dalam arti yang sebenarnya, sejauh hal itu biasa dipahami oleh pikiran manusia. Secara khusus nuansa filsafat mereka berakar pada tradisi filsafat Yunani. Yang dimodifikasi denagan pemikiran para penduduk di wilayah taklukan, serta pengaruh-pengaruh Timur lainnya, yang disesuaikan dengan nilai-nilai Islam, dan diungkapkan dalam bahasa Arab. Orang Arab percaya bahwa karya-karya Aristoteles merupakan kodifikasi filsafat Yunani yang lengkap. Dengan demikian, filsafat dan kedokteran Yunani yang berkembang saat itu senyatanya merupakan ilmu yang dimilki oleh Barat. Sebagai muslim orang Arab percaya bahwa Al-Quran dan teologi Islam merupakan rangkuman dari hukum dan pengalaman agama. Karena itu kontribusi orisinal mereka terletak di antara filsafat dan agama di satu sisi, dan di antara filsafat dan kedokteran di sisi lainnya.
Filosof pertama, al-Kindi atau Abu Yusuf Ya’kub ibn Ishaq, ia memang representasi pertama dan terakhir dari seorang murid Aristoteles di dunia Timur yang murni keturunan Arab. al-Kindi lebih dari sekedar seorang filosof, ia ahli perbintangan, kimia, ahli mata dan musik. Kemudian dilanjutkan oleh al-Farabi, nama lengkapnya Muhammad Ibn Muahammad ibn Tharkhan Abu Nashr al-Farabi (Alpharabius), 29 seorang keturunan Turki, dan disempurnakan di dunia Timur oleh Ibn Sina, (w. 1037) seorang keturunan Suriah, yang pernah dijuluki ahli kedokteran yang banyak mengadopsi pandangan filosofis al-Farabi. Menurut Ibnu Khallikan, 34 “tidak ada satupun orang Islam yang pernah mencapai pengetahuan filosofis yang menyamai prestasi al-Farabi; dan melalui terhadap berbagai kajian karyanya, serta peniruan terhadap gaya penulisannya itulah Ibn Sina mencapai keunggulan, dan menjadikan karya-karyanya sedemikian bermanfaat”. Meski demikian, Ibn Sina merupakan pemikir yang sanggup menyatukan berbagai kebijaksanaan Yunani dengan pemikirannya sendiri yang dipersembahkan untuk kalangan muslim terpelajar dalam bentuk yang mudah dicerna.[20] Demikianlah diantara tokoh-tokoh yang hidup pada masa Abbasiyah.
5.      Kemajuan Ilmu dalam Bidang Sains
Merupakan bukti sejarah, bahwa banyak dari peradaban Islam khususnya dalam kemajuan sains yang ditransfer ke Eropa, dan dapat dibuktikan bahwa telah ada suatu peradaban gemilang yang dimainkan oleh para pelaku sejarah dari kalangan dunia Islam. Sebagai bukti bahwa ketika Harun al-Rasyid dan al-Ma’mun sudah giat menyelami filsfat Yunani dan Persia, sementara orang-orang di dunia Barat pada waktu itu seperti Karl Agung dan kaum ningratnya masih bercakar-cakar untuk belajar menulis nomornya sebagaimana yang diungkapkan oleh Philip K. Hitti.[21]  Perkembangan sains itu merupakan pengaruh gerakan terjemahan terutama di bidang astronomi, kedokteran, matematika dan lain sebagainya.
a.       Astronomi
Ahli astronomi Islam yang terkenal adalah al-Fazzari yang hidup pada masa khalifah al-Mansyur sebagai seorang Islam yang pertama kali yang menyusun astrolober (alat yang dahulu dipakai sebagai pengukur tinggi bintang), sedang al-Farqani yang dikenal di Eropa mengarang ringkasan tentang ilmu astronomi kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa latin lalu diterjemahkan oleh Gewrar Cremona dan Johannes Hispalensis.[22]  Astronomi Islam yang lainya seperti Ya’qub bin Thariq, Muhammad bin Umar al-Balkhi dengan karyanya seperti kitab al-Madhal al-Kabir, al-Battani penulis buku al-Zaij al- Shabi oleh al-Khawarizmi dan lain sebagainya.[23]  Demikianlah berbagai ahli astronom Islam Abbasiyah.
b.      Kedokteran
Pada masa Dinasti Abbasiyah ini ilmu kedokteran telah mencapai puncaknya sehingga melanirkan para dokter yang terkenal. Diantaranya adalah Yuhannah bin Musawai dalam bukunya yang terkenal al-Asyr al-Maqalat fi al- Ain tentang pengobatan penyakit mata, Abu Bakar al-Razi termasuk ketua seluruh dokter di seluruh Baghdad, karyanya yang sangat terkenal adalh Kitab Asrar, kitab al-Manshuri, al-Juwadi wa al-Hasbah serta al-Hawi yang merupakan Ensiklopedi tentang medis dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa latin pada tahun 1279.[24]   Ibnu Sina termasuk juga seorang dokter yang sangat mashur karangannya dalam bentuk ensiklopedi berjudul al-Qanun fi al-Thib, yang diterjemahkan ke dalam bahasa latin dan menjadi buku-buku standar untuk universitas-universitas di Eropa sampai akhir abad ke 17 M. Buku ini pernah diterbitkan di Roma pada tahun 1593 M. dan di India pada tahun 3123 H.[25]  Jadi pada dasarnya perkembangan kedokteran disebabkan perkembangan dalam bidang perekonomian karena sebagian kekayaan Negara dipakai untuk membiayai kedokteran dan rumah sakit.
c.       Matematika
Disamping perkembangan sains di atas ilmu pasti (matematika), dikenal Muhammad ibn Musa al-khawarizmi, adalah yang menemukan ilmu al-jabar wa al-Muqabalah yang sangat mempengaruhi ilmuan sesudahnya seperti Umar Khayam.
Demikianlah puncak kejayaan yang telah dialami oleh Khalifah Abbasiyah sampai masa khalifah al-Mutawakkil. Sepeninggalnya daulat ini  mulai mengalami kemunduran karena khlifah-khlifah penggantinya pada umumnya lemah tidak mampu melawan kehendak tentara yang sangat berkuasa sehingga khalifah tidak punya peranan lagi yang punya peranan hanyalah tentara-tentara dari Turki.
B.     Faktor-Faktor Penyebab Kamajuan Ilmu Pengetahuan
Masyarakat Islam pada Dinasti Abbasiyah ini mengalami kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan yang sangat pesat yang dipengaruhi oleh dua factor :
1.Faktor politik
a.       Perpindahan ibu kota Negara dari Syam ke Irak dan Baghdad sebagai ibu kota pada tahun 146 H. dimana Baghdad pada waktu itu merupakan kota yang tinggi kebudayaannya dan sudah lebih dahulu mencapai tingkat ilmu yang lebih tinggi dari Syam.
b.      Banyaknya cendekiawan yang diangkat sebagai pegawai pemerintah dan istana. Khalifah-khalifah Abbasiyah seperti al-Mansyur banyak mengangkat pegawai pemerintahan dan istana dari cendekiawan Persia, yang banyak berpengaruh seperti dia mengamgkat Khalid keluarga dari Barmark sebagai Wazir.
c.       Mu’tazilah diakui sebagai mazhab resmi Negara pada masa al-Ma’mun dan dilanjutkan oleh adiknya al-Mu’tasim.
1.      Faktor Sosiografi
Yang termasuk faktor sosiografi adalah  sebagai berikut :
a.       Peningkatan kemakmuran umat pada masa Dinasti Abbasiyah ini, menurut Ibnu Khaldun adalah ilmu itu seperti industri, banyak atau sedikitnya tergantung pada kemakmuran, kebudayaan dan kemewahan hidup masyarakat.[26]  Sehingga apabila taraf hidup masyarakat itu rendah maka peningkatan ilmu itu sulit dicapai dengan baik.
b.      Luasnya wilayah kekuasaan Islam menyebabkan banyaknya orang Persia dan Romawi masuk Islam. Hal ini disebabkan hasil perkawinan yang melahirkan keturunan yang tumbuh dengan memadukan kedua kebudayaan.[27]
c.       Pribadi beberapa khalifah pada masa itu terutama pada masa pemerintahan al-Mansyur, Harun al-Rasyid dan al-ma’Mun yang sangat mencintai ilmu pengetahuan sehingga kebijakanya banyak ditujukan pada peningkatan ilmu pengetahuan.[28]
d.      Selain permasalahan tersebut, bahwa permasalahan yang dihadapi masyarakat semakin kompleks dan berkembang.

Kesimpulan
Perkembangan ilmu dalam bidang agama, filsafat, pendidikan dan sains, sangat pesat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk faktor kebijakan politik pemerintahan dan sosiografi, dimana permasalahan masyarakat semakin kompleks dan masyarakat membutuhkan pengaturan pembukuan dari berbagai macam ilmu pengetahuan, termasuk kemajuan yang dicapai pada masa Dinasti Abbasiyah ini yang ditandai dengan adanya aktifitas ilmiah, seperti penerjemahan, pensyarahan dan penyusunan buku-buku ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA

al-Basya, Hasan. Dirasat Fiy Hadarat al-Islamiyah. Cairo: Matba’at Jami’at al-Qahirat 1992.

Amin, Ahmad , Dhuha Islam, Juz II Kairo: Maktaba al-Nahdah al-Mishriyat,

Hasyim, A. Sejarah Kebudyaan Islam. Jakrta: Bulan Bintang, 1979.

Ibrahim Hassan, Hassan, Islamic History and Culture, diterjemahkan oleh Jhohan Human dengan judul “Sejarah dan Kebudayaan Islam”, Cet. I; Yogyakarta: Kota Kembang, 1989

Muafradi, Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Cet. II; Jakarta: Logos, 1999.

Nasution, Harun,  Ensiklopedi Islam di Indonesia, Vol I, Jakarta : Depag RI, Direktorat Pembinaan Kelembagan Islam Proyek Peningkatan Prasarana dan Sarana Pengurus Tinggi Agama/IAIN, 1992/1993.

______________,  Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid I, Jakart: UI Press, 1984.
______________, Filsafat dan Mistisisme Dalam Islam, Cet. VII; Jakarta, 1990.

K. Hitti, Philip, Dunia Islam, Sejarah Ringkas, diterjemahkan oleh Ushuluddin Hutagalung dan O.D.P. Sihombing (Bandung; Sumur, t. t.)

______________, History of Thale Arabs; From thale Earliest Times to thale Present,  New York: Palgrave Macmillan, 2002

____________, The Capital Cities Of Arab Islam. Minneapolis: Oxford University Press



Poerwantha. (et.al), Seluk Beluk Filsafat Islam. Cet I; Bandung: Rosda Karya, 1988.




[1] Lihat HALasan al-Basya, Dirasat Fiy HALadarat al-Islamiyahal (Cairo: Matba’at Jami’at al-Qahalirat 1992), hal. 24
[2]HALarun Nasution (edit), Ensiklopedi Islam di Indonesia, Vol I, (Jakarta : Depag RI, Direktorat Pembinaan Kelembagan Islam Proyek Peningkatan Prasarana dan Sarana Pengurus Tinggi Agama/IAIN, 1992/1993), hal. 8.  
[3] HALarun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid I, (Jakart: UI Press, 1984), hal. 70
[4] Phalilip K. HALitti, Thale Capital Cities Of Arab Islam (Minneapolis: Oxford University Press), hal. 85
[5] Lihat, HALassan Ibrahalim HALassan, Islamic HAListory and Culture, diterjemahalkan olehal Jhalohalan HALuman dengan judul “Sejarahal dan Kebudayaan Islam”, (Cet. I; Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), hal. 131.
[6]  Lihat Montohala, (et. al), op. cit, hal. 45
[7] Lihat Ahalmad Amin, Dhaluhala Islam, Juz II (Kairo: Maktaba al-Nahaldahal al-Mishalriyat, t. thal), hal. 12
[8] Lihat Ibid.
[9] Lihat Ahalmad Amin, Dhaluhala Islam, op.cit., hal. 12
[10] Lihat, HALasan Ibrahalim, HALassan, op.cit., hal. 138
[11] Lihat, Ibid
[12] Lihat Munthalohala, (et. al), op.cit, hal. 52
[13] Philip K. Hitti, History of Thale Arabs; From thale Earliest Times to thale Present,  (New York: Palgrave Macmillan, 2002), hal. 492
[14] Ibid,  
[15] Lihat Ibid., hal. 54.
[16] Lihat A. HALasjmi, op. cit., hal. 260
[17] Lihat HALasan Ibrahalim HALassan, op. cit., hal. 135.
[18] Lihat Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme Dalam Islam (Cet. VII; Jakarta, 1990), hal. 26
[19] Lihat Poerwantha. (et.al), Seluk Beluk Filsafat Islam. (Cet I; Bandung: Rosda Karya, 1988), hal. 134.
[20] Phalilip K. HALitti, HAListory of Thale Arabs; From thale Earliest Times to thale Present, 0p.cit.halal. 462
[21] Lihat Phalilip K. HALitti, Dunia Islam, Sejarahal Ringkas, diterjemahalkan olehal Ushaluluddin HALutagalung dan O.D.P. Sihalombing (bandung; Sumur, t. t.). hal. 119
[22] Lihat Badri Yatim, op.cit., hal. 57-58. Lihat juga Muntohala, (et.al), op.cit., hal. 57.
[23] Lihat Muntohala, Ibid.
[24] Lihat Ibid., hal. 56
[25] Lihat Poerwantahala, (et.al), op.cit., hal. 146.
[26] Lihat Muntohala (et.al), op.ci., hal. 43
[27] Lihat A. HALasyim, Sejarahal Kebudyaan Islam. (Jakrta: Bulan Bintang, 1979), hal. 245.
[28] Lihat Ali Muafradi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Cet. II; Jakarta: Logos, 1999), hal.102 

0 komentar:

HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html