Oleh: Chaerul Mundzir |
Historiografi berasal dari bahasa latin history, historia, yang berarti sejarah, bukti, bijaksana dan graaf. Sedangkan pengertian harafiah dari historiografi adalah tulisan tentang sejarah. Namun, sebagai sebuah ilmu, historiografi merupakan bagian dari ilmu sejarah yang mempelajari hasil-hasil dari tulisan atau karya sejarah dari generasi ke generasi, dari jaman ke jaman. Bahkan ada yang mengatakan bahwa historiografi adalah sejarah dari sejarah. Dengan ilmu historiografi akan dibahas hasil-hasil dari penulisan sejarah, dari sejak manusia menghasilkan suatu karya sejarah bagaimanapun sederhana bentuknya, seperti cerita rakyat, legenda, mitos dan sebagainya sampai pada karya sejarah modern.
Historiografi sebagai sebuah kajian dalam ilmu sejarah merupakan salah satu metode yang digunakan oleh para sejarawan dalam merealisasikan data dan fakta sejarah yang ada menjadi sebuah produk sejarah yang sempurna. Dalam memformulasikan sebuah peristiwa sejarah, seorang sejarawan akan menggunakan beberapa ilmu bantu yang ia gunakan sebagai katalisator dalam rekonstruksi peristiwa sejarah.
Dalam lintasan waktu, Islam sebagai sebuah entitas religius dalam komunitas insani telah meninggalkan warisan panjang berupa historiografi. Islam sangat menghargai sejarah, bahkan ayat-ayat al-Quran yang merupakan kitab suci dan komponen introduksi fundamental bagi doktrin agama, mayoritas berisi kisah-kisah masa lalu, baik tentang para nabi, umat-umat beriman, kaum yang ingkar, bahkan penentang agama macam Fir’aun, Hamman dan Jaluth.
Wacana keilmuan sejarah ini kemudian berkembang pesat pasca kenabian dan menyebarnya Islam ke negeri ‘Ajam (non-Arab). Ditambah lagi ketika Islam bersentuhan dengan budaya intelektual dari warisan Yunani, Byzantium dan Persia.
Saat Islam lahir dan bangkit, terdapat empat peradaban yang eksis saat itu, yaitu Byzantium di Eropa Timur dengan agama Cristio-Hellenistic, Persia di lembah Mesopotamia yang menganut Zoroaster (Majusi), India di Asia Tengah dengan Hiduisme-nya dan negeri Tiongkok di Asia Timur dengan filsafat Confusius. Gesekan-gesekan intelektual ini merupakan salah satu pemantik berkembangnya peradaban Islam di kemudian hari.
Historiografi Islam adalah penulisan sejarah yang dilakukan oleh orang Islam baik kelompok maupun perorangan dari berbagai aliran dan didalam masa tertentu. Tujuannya adalah untuk menunjukkan perkembangan konsep sejarah baik di dalam pemikiran maupun di dalam pendekatan ilmiah yang dilakukannya disertai dengan uraian mengenai pertumbuhan, perkembangan dan kemunduran bentuk-bentuk ekspresi yang dipergunakan dalam penyajian bahan-bahan sejarah. Kebanyakan karya-karya banyak ditulis dalam bahasa Arab, namun banyak pula yang berbahasa lain seperti Persia dan Turki.
Dalam Historiografi Islam terdapat bentuk-bentuk historiografi Islam seperti Maghazi (Perang), Sirah, Akhbar, Tarikh, Ansab, Tarajum al Rijal dan Thabaqat. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai Tarajum al Rijal dan Thabaqat, adalah salah satu bentuk corak historiografi Islam yang mana Tarajum al-Rijal adalah ilmu sejarah yang mengkaji pribadi seorang tokoh dan Thabaqat adalah pengelompokan tokoh yang menjadi subyek sejarah baik dari tingkatan, keahlian dan hal lainnya.
A. Pengertian Tarajum al-Rijal dan Thabaqat
Tarajum berasal dari kata tarjum atau tarjama yang berarti menerjemahkan. Secara terminologi kata Tarajum al Rijal berarti menerjemahkan sesuatu ke sesuatu yang lain. Jadi, kata Tarjum al-Rijal adalah ilmu sejarah yang mengkaji suatu tokoh atau ulama atau lainnya, dengan menggunakan metode kritis terhadap pribadi seorang tokoh, dalam artian meriwayatkan hidup seorang tokoh sejarah. Dalam ilmu hadits, ilmu Tarajum al-Rijal menempatkan dirinya sebagai sebuah ilmu yang penting, ilmu ini berguna bagi para periwayat hadits untuk mengetahui pribadi seorang tokoh sejarah yang pada akhirnya berguna untuk pengkodifikasian dalam hadits (maksudnya disini untuk mengetahui apakah hadits tersebut shahih, hasan maupun dhaif melalui kajian riwayat tokoh).
Tarajum al-Rijal lahir setelah munculnya perintah oleh Khalifah Bani Umayyah yaitu Umar bin Abdul Aziz yang memerintahkan wali madinah pada saat itu yaitu Abu Bakar bin Muhammad al-Anshariy. Pada akhirnya perintah ini, menyebar menjadi sesuatu yang membangkitkan gairah para ilmuwan muslim untuk menelusuri hadits, bukan hanya fokus pada matan-nya atau riwayat dari hadits tersebut melainkan, menelusuri juga sanad atau isnad dari sebuah hadits tersebut yang mana memelurkan ilmu Tarajum al-Rijal.
Jika dikembalikan kepada sejarah, jelas sekali bahwa ilmu ini memiliki posisi yang sangat penting dalam penulisan sejarah bagi para sejarawan muslim. Dan historiografi Tarajum al-Rijal ini menjadi lahirnya buku-buku sejarah bercorak Thabaqat.
Thabaqat berarti keadaan atau tingkatan. Secara terminologi Thabaqat berarti pengelompokan sesuai tingkatan dan keadaan. Dalam istilah ilmu hadis, thabaqat ialah kelompok orang yang semasa, sepantaran usianya, sama dalam periwayatan hadis atau dalam menerima hadis dari guru-gurunya. Thabaqah adalah kelompok beberapa orang yang hidup dalam satu generasi atau masa dan dalam periwayatan atau isnad yang sama atau sama dalam periwayatannya saja. Maksud berdekatan dalam isnad adalah satu perguruan atau satu guru atau diartikan berdekatan dalam berguru. Jadi para gurunya sebagian periwayat juga para gurunya sebagai perawi lain.
Dalam ilmu historiografi, Thabaqat menempatkan posisinya sebagai ilmu yang membuat kajian tentang tokoh sejarah semakin sistematis karena adanya pengelompokan subjek kajian sejarah. Jadi, historiografi thabaqat adalah pengelompokan para tokoh yang menjadi subyek kajian sejarah sesuai kedudukannya atau bidang keahliannya atau kota tempat tinggalnya.
Pengelompokannya dalam bidang sejarah dalam hal ini tokoh sejarah, dibuat sesuai dengan kedudukannya lahirlah thabaqat sahabat, thabaqat tabi’in, thabaqat tabi-tabi’in. Sedangkan yang dibuat berdasarkan bidang keahliannya, lahirlah thabaqat ulama fikih, thabaqat ulama tafsir, thabaqat ahli kedokteran, dan lain sebagainya. Terdapat juga pengelompokan sesuai berdasarkan daerah atau kota tmpat tinggalnya seperti thabaqat ulama Madinah, thabaqat ulama Makkah, ulama Kuffah, ulama Basrah, dan lain-lain.
B. Perkembangan Tarajum al-Rijal dan Thabaqat
Kemunculan Thabaqat berkaitan erat dengan gerakan awal pengumpulan hadits. Pada masa Abu Bakar, pengumpulan hadits tidak dapat dilakukan karena selain Abu Bakar yang masih memegang erat sunnah Rasulullah yaitu janganlah ada yang membukukan hadits setelah Rasulullah tiada. Kahlifah Abu Bakar juga disibukkan dengan persoalan-persoalan umat sepeninggal Rasulullah dari masalah aqidah hingga persoalan muamalah. Dalam hal aqidah, pada masa Abu Bakar disibukkan dengan banyaknya orang yang murtad karena menganggap Rasulullah telah tiada, sehingga pemeberantasan murtaddin pun lebih banyak dilakukan.
Berbeda pada masa Amirul Mukminin Umar bin Khattab, pada masanya perluasaan territorial/ wilayah kaum muslim dan peng-Islaman diluar wilayah kaum muslim dari Damaskus, Persia, hingga Romawi, lebih banyak dilakukan. Pada masanya pula muncul istilah ijtihad, yang mana hal ini dilakukan jika terjadi persoalan dalam umat yang tidak tercantum dalam al-Qur’an dan tidak terdapat dalam Sunnah Rasulullah sehingga diperlukan ijtihad dari para sahabt demi kemaslahatan ummat.
Lalu pada masa Utsman bin Affan yang memiliki kebijkan penyatuan al-Qur’an dalam satu bahasa yaitu Arab Quraisy. Dan terdapat banyak persoalan dalam pemerintahan yang perlu diselesaikan. Hingga berakhir dengan terbunuhnya Utsman bin Affan.
Pada masa Ali bin Abi Thalib sendiri lebih disibukkan pada persoalan pemerintahan, banyaknya pembelotan dari pemerintahan pusat. Hingga perselisihan antara Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abi Sofyan dan Ali bin Abi Thalib dengan Aisyah istri Rasulullah. Berakhir dengan terbunuhnya Ali bin Abi Thalib oleh kaumnya sendiri dikarenakan tidak diterimanya arbitrase oleh pengikut Ali, yang pada akhirnya pengikut Ali ini dinamakan Khawarij.
Dari sekilas sejarah mengenai Khulafaur Rasyidin ini, dapat dilihat hadits memang tidak berkembang pada masa itu. Akan tetapi, awal perkembangan hadits dimulai pada masa Bani Umayyah tepatnya kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz yang memerintahkan pengumpulan dan pengkodifikasian hadits. Sejalan dengan pengumpulan hadits maka ilmu tentang pengkajian riwayat tokoh meliputi asal-usul mereka, nasab mereka, tempat tinggal, tempat mereka belajar/ guru mereka, peristiwa-peristiwa yang pernah dialami dan kelahiran juga tanggal kematianmereka, hingga pengelompokan dari para tokoh ini berdasarkan kedudukan, bidang, hingga kota/ tempat tinggalnya.
Para sejarawan dalam menelusuri Tarajum al-Rijal memulainya dari sahabt utama dari para Khulafaur Rasyidin hingga sahabt Abdurrahman bin Auf, Zaid bin Tsabit dan lain-lain. Mengikuti metode thabaqat al-Muhadditsin (tingkatan perawi hadits), ibn Salam melahirkan buku Tarajum al-Syuara’ wa Tahabaqatuhum. Al-Waqidy melahirkan historigrafi dalam bidang thabaqat dan menghasilkan buku Thabaqat al-Sahabah dan Thabaqat al-Tabi’in. Lalu sejarawan yang awalnya juga juru tulis al-Waqidy yang menghasilkan salah satu karya yang membahas thabaqat secara komprehensif adalah al-Tabaqat al-Kubra karya Muhammad bin Sa’ad. Sebagai salah satu karya awal yang masih ada, setelah sebelumnya mengulas beberapa riwayat tentang para Nabi dan Rasul sampai Rasulullah . Kitab ini memberikan informasi biografi periwayat hadis dari tingkat sampai masa pengarang.
Dalam menyusun karyanya al-Tabaqat al-Kubra, Ibn Sa’ad banyak menyandarkan kepada karya-karya al-Waqidi. Namun ia tidak lupa menyaring riwayat yang datang dari gurunya tersebut dan menguatkan dengan riwayat gurunya yang lain, semisal dari Hisyam bin Muhammad bin al-Saib al-Kalbi, seorang sejarawan dan ahli dalam nasab. Sehingga ia tidak menelan mentah-mentah riwayat yang berasal dari al-Waqidi. Ibn Sa’ad dengan karyanya al-Tabaqat al-Kubra dimasukkan dalam kategori masa gerakan penelitian keshahihan hadis, dengan titik fokus pada kritik periwayat hadis, yang meliputi meneliti kredibilitas dan kapasitas intelektual periwayat hadis, kemudian memilah mereka kedalam berbagai kategori.
Kalau dalam bidang sastra Arab, lahirlah tarajum al-Syuara’ yaitu tokoh-tokoh penyair atau pengelompokan penyair. Dalam hal ini, penulis al-Syuara’ memberikan penilaian terhadap penyair dan dari segi indah-atau tidaknya syair-syair mereka. Dalam bidang fikih lahirlah Thabaqat al-Syafi’iyah, karya Tajal-Din al-Subkhy, berisi tema sejarah ulam pengikut Syafi’i juga Tahabat al-Kubra karya al-Sya’Raniy bertemakan ulam-ulama fikihdari berbagai mazhab. Dalam bidang Tasawwuf, ada Thabaqat al-Suffiiyyah karya al-Salamiy, bertemakan sejarah ulam sufi. Dalam bidang keilmuan umum seperti kedokteran ada Thabaqat al-Atthiba’ karya Ibn Abi Utsabiah berisi tema-tema sejarah para dokter. Dan lain-lain.
Dalam perkembangannya muncul jugalah metode dalam penulisan Thabaqat, seperti:
a) Metode alphabetis yaitu nama-nama diurut susunannya berdasarkan abjad;
b) Metode Kronologis waktu (Hawliyat) yaitu nama-nama diurut berdasarkan usia ulama. Hal ini dilakukan demi terciptanya sistematika dalam penulisan sejarah yang terdapat tokoh-tokoh pada masa berbeda-beda. Jadi, hitoriografi thabaqat dituliskan mulai pada masa Nabi, hingga pada masa tokoh-tokoh penting dalam pada masa si penulis (jika periwayatan Hadits). Kalau dalam periwayatan tokoh-tokoh lain dalam bidang yang berbeda, atau kota yang berbeda bisa/ tetap menggunakan hawliyat agar sistematika penulisan sejarah tetap terjaga. Menurut orientalis F. Roshental, hal ini bermula dari pengaruh historigrafi Yunani.
Demikianlah Tarajum al-Rijal dan Thabaqat menunjukkan betapa pentingnya kedua ilmu ini dalam penulisan sejarah. Yang mana dari kedua ilmu ini saling mendukung karena Thabaqat tanpa Tarajum al-Rijal pengelompokan tokoh-tokoh tersebut hanya seperti sebuah khabar. Sehingga Tarajum al-Rijal dibutuhkan demi mengkaji kepribadian, kehidupan atau riwayat hidup tokoh subyek sejarah.
KESIMPULAN
Tarajum berasal dari kata tarjum atau tarjama yang berarti menerjemahkan. Secara terminologi kata Tarajum al Rijal berarti menerjemahkan sesuatu ke sesuatu yang lain. Jadi, kata Tarjum al-Rijal adalah ilmu sejarah yang mengkaji suatu tokoh atau ulama atau lainnya, dengan menggunakan metode kritis terhadap pribadi seorang tokoh, dalam artian meriwayatkan hidup seorang tokoh sejarah.
Thabaqat berarti keadaan atau tingkatan. Secara terminologi Thabaqat berarti pengelompokan sesuai tingkatan dan keadaan. Jadi, historiografi thabaqat adalah pengelompokan para tokoh yang menjadi subyek kajian sejarah sesuai kedudukannya atau bidang keahliannya atau kota tempat tinggalnya. Dalam perkembangannya muncul jugalah metode dalam penulisan Thabaqat, seperti: Metode alphabetis dan Metode Halwatiyyah.
Adapun karya-karya dalam bidang Tarajum al-Rijal dan Thabaqat ini yaitu ibn Salam yang melahirkan buku Tarajum al-Syuara’ wa Tahabaqatuhum. Al-Waqidy melahirkan historigrafi dalam bidang thabaqat dan menghasilkan buku Thabaqat al-Sahabah dan Thabaqat al-Tabi’in. Karya Muhammad bin Sa’ad berjudul Thabat al-Kubra (dalam bidang hadits). Kalau dalam bidang sastra Arab, lahirlah tarajum al-Syuara’ yaitu tokoh-tokoh penyair atau pengelompokan penyair. Dalam hal ini, penulis al-Syuara’ memberikan penilaian terhadap penyair dan dari segi indah-atau tidaknya syair-syair mereka. Dalam bidang fikih lahirlah Thabaqat al-Syafi’iyah, karya Tajal-Din al-Subkhy, berisi tema sejarah ulam pengikut Syafi’i juga Tahabat al-Kubra karya al-Sya’Raniy bertemakan ulam-ulama fikihdari berbagai mazhab. Dalam bidang Tasawwuf, ada Thabaqat al-Suffiiyyah karya al-Salamiy, bertemakan sejarah ulam sufi. Dalam bidang keilmuan umum seperti kedokteran ada Thabaqat al-Atthiba’ karya Ibn Abi Utsabiah berisi tema-tema sejarah para dokter. Dan lain-lain.
Demikian Tarajum al-Rijal dan Thabaqat menunjukkan betapa pentingnya kedua ilmu ini dalam penulisan sejarah. Yang mana dari kedua ilmu ini saling mendukung karena Thabaqat tanpa Tarajum al-Rijal pengelompokan tokoh-tokoh tersebut hanya seperti sebuah khabar. Sehingga Tarajum al-Rijal dibutuhkan demi mengkaji kepribadian, kehidupan atau riwayat hidup tokoh subyek sejarah.
DAFTAR PUSTAKA
Hitti, Philip K. History of Arabs. Cet 1 : Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010
Prof. Dr.Abd. Rahim Yunus. ., Kajian Historigrafi Islam (dalam Sejarah Periode Klasik), Cet I: Makassar, Alauddin Universty Press, 2011
Yatim. Badri., Historigrafi Islam, Cet I: Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1997
0 komentar:
Post a Comment