Sunday 13 October 2013

Bangsa Asing dan Masa Awal Islam di Sulewesi Selatan.

a. Orang melayu

Orang melayu di Makassar, juga sebagaimana yang tercatat dalam lontara’, mempunyai kedudukan resmidalam kerajaan Gowa kira-kira pada tahun 1561, yaitu pada saat pemerintahan raja Gowa X Tunipallangga (1546-1565), namun dapat dikatakan bahwa setengah abad sebelum itu, telah banyak orang Melayu datang ke Gowa untuk berdagang. Begitu banyaknya orang Melayu yang berdatangan, maka mereka mengutus Naakhoda Bonang untuk menghadap pada raja Gowa agar mereka dapat diberi tempat kediaman untuk menetap.

Untuk lebih meyakinkan raja Gowa dan agar mereka itu dapat diberi tempat kediaman menetap, maka ketika menghadap, mereka membawa beberapa persembahan yang terdiri dari sepucuk bedil yang bernama “Kamaleti”, 80 perangkat pinacu, satu kodi kain sakalat, satu kodi kain beludru, dan setengah kodi kain cindai (sutera berbunga). Permohonan mereka diperkenankan oleh raja Gowa dengan resmi, bahkan mereka mendapat empat jaminan dari raja Tunipallangga.

Jadi sebelum pertengahan abad XVI para pedagang Melayu tinggal di pelabuhan –pelabuhan pantai barat sulawesi. Disinilah awal munculnya koloni dagang orang Melayu yang berasal dari sebahagian daerah di semenanjung Melayu, yang sangat penting bagi perkembangan budaya dan ekonomi di tempat itu.Hubungan yang dibangun dengan orang-orang Melayu sangatakrab dengan pihak kerajaan, begitu akrabnya sehingga orang-orang Melayu turut membantu memperbaiki peraturan-peraturan di dalam istana, di antaranya mengatur tata cara berpesta, mengajarkan kepada para pemuda kesenian Melayu, permainan pencak, lenggo, dan lain-lain.

Selain itu peranan orang Melayu sejak awal kehadirannya di kerajaan Gowa, juga terlihat dalam penulisan dan penyalinan buku-buku agama islam dari bahasa Melayu ke dalam bahasa Makassar dan Bugis. Kitab-kitab yang diterjemahkan seperti: Lontara’ perkawinan sayyidina Ali dengan Fatimah Az-Zahrah, Lontara’ Nabi Yusuf, Lontara’ percintaan Qais dan Laila Majnun, Sura’ Bukkuru’ yang dalam bahasa Bugis dikenal dengan “Paupaunna Sultanul Injilai”, Budi Istihara, dan lain-lain.

Sampai dengan masa pertumbuhan abad XVII sebagian besar perdagangan dan perkapalan Makassar berada di tangan orang-orang Melayu, namun di samping itu juga orang-orang Makassar ikut terlibat. Para raja dan bangsawannya tampil sebagai penyandang dana dan melancarkan ekspedisi dagang sendiri. Selain dengan pedagang-pedagang dari Melayu, kerajaan Gowa juga mengadakan kontak dagang dengan bangsa-bangsa lain, yakni Portugis, Belanda, Inggris, dan Denmark.

b. Orang Portugis

Masuknya bangsa portugis di sulawesi selatan khususnya di kerajaan Gowa, telah banyak memberi dampak positif pada perkembanganya kemudian. Hal ini di karenakan oarang portugis dapat menjalin susana persahabatan, bukan saja dengan bangsawan-bangsawan Makassar tetapi jaga dengan banfsawa-bangsawan Bugis pada jaman itu. Hal ini dapat di lihat dari keluasan-keluasan yang di berikan oleh raja-raja di Gowa dan di beberapa daerah Bugis untuk penyebarang agama yang di bawah oleh meraka.

Sejak perkenalannya yang pertama kali (pra islam) antara orang-orang Portugis dan orang-orang Makassar. Telah terjadi kontrak perdagangan yang juga dimanfaatkan olah orang Portugis untuk menyebarkan agama. Pada tahun 1573 kapal Ortiz de Tavora mengalami kecelakaan di pantai pulau Selayar. Raja Makassar memberikan pertolongan dan mengirimnya kembali ke Maluku. Setelah Malaka jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1641. Makassar di banjiri oleh orang-orang Portugis dan tidak sedikit pula di antara mereka yang menetap.

Oleh Sultan Muhammad Said (1639-1653) oarang-orang portugis di ijinkan berdangan secara bebas di Makassar dan merekapun bebas menganut agama mereka. Seperti yang telah di laporkan oleh para pedangang Inggris yang telah mengunjungi Batavia, bahwa antara 10 dan 22 kapal Portugis di Madiun dan Makassar yang detiap tahunya datang dari Macoa, Malaka dan pelabuhan-pelabuhan Coromandel. Disana kadang-kadang ada 500 portugis, meraka diberikan jebebasan dalam menjalankan agamanya oleh pihak penguasa. Meraka tiba pada bulan November-Desember dan pada bulan Mei berikutnya, lalu menjadikan Makassar sebagai entrepot (gudang barang) bagi penjualan beberapa barang dangangan yang dibawa.

Dalam perdangan, Portugis vsebagian besar membawabbarang-baran, yakni berupa kain-kain dari daerah Benggali, bahan menta sutera, sejumlah emas, serta barang-barang dangangan lain dari Cina. Sejumlah besar kain di jual di Makassar dan kain ini di jual orang-orang Malayu. Oleh penduduk dari sana di bawa ke seluruh daerah-daerah di sekitarnya dan beberapa daerah kepulauan. Di makassar, portugis membeli barang-barang dari Maluku, Ambon, sandelwood (sandal kayu) lilin, kulit, kura-kura, dan batu bezoar dari kalimantan, bersama-sama dengan berbagai jenis barang dangangan lainnya.

Pada masa pemerintahan Karaeng Tunipalanggaya (1546-1565), di samping raja memberi ijin orang Portugis mendirika perwakila-perwakilan dangan di Makassar juga sebaliknya banyak bangsawan-bangsawan Gowa memperajari perdaban dan bahasa mereka. Selain itu dengan keadaan portugis, pihak Gowa memperoleh keuntungan dalam pengingkatan sarana-sarana fisik bagi perkembangan dalam berbagai bidang keahlian. Seperti membangun benteng dan rumah-rumah di dalam lingkungan kratong. Dengan hubungan itu pulalah mengakibatkan bandar Sombaopu menjadi semakin ramai dan besar seperti yang terlihat pada abad XVI hingga awal abad XVII.

Persahabatan antara orang-orang Portugis yang beragama Katolik dan orang-orang Makassar yang menganut agama Islam menjadi bertambah erat dengan semakin meningkatnya kekuatan Belanda di perairan Indonesia. Persahabatan itu juga tumbuh terutama karena tidak di senanginya usaha-usaha Belanda untuk mengadakan menopoli perdangangan rempah-rempah dari Maluku. Bahkan senjata yang sebenarnya tidak boleh di jual bebas, namun atas dispensasi paus, Portugis diperbolehkan menjualnya pada orang-orang Makassar

Darri sudut pandang politik praktis murni, orang Makassar memandang oarang Portugis sebagai sekutu paling terpercaya dibandingkan dengan Belanda, yang pada tahun 1630-an semakin yakin bahwa akhirnya satu-satunya cara yang bisa mereka lakukan untuk menguasai perdanganggan Makassar adalah lewat kekerasan. Orang Portugis, ketika di usir dari pangkalannya di Indonesia Timur satu persatu, memandang persekutuan dengan Makassar sebagai kebutuhan untuk mempertahankan kepentingan komersil yang ada pada kawasan itu. Oleh sebab itu tidak meragukan, bila persekutuan ini bertahan sampai kejatuhan Makassar kepada Belanda.

C. Orang belanda

Tujuan belanda datang ke indonesia, pertama-tama adalah untuk berdagang yaitu mendapatkan rempah-rempah yang harganya mahal di eropa, perseroan amsterdam mengirim armada kapal dagangnya yang pertama di bawah pimpinan Cornelis de Houtman pada tahun 1595 terdiri dari empat kapal. Melihat keuntungan yang melimpah, banyak perseroan yang tertarik untuk berlayar ke nusantara, pada tahun 1602 perseroan-perseroan tersebut bergabung kedalam satu organisasi perseroan yang di beri nama Vereenigde Oost Indische Compagnie (Voc).

Dalam perjalanan pertama ke nusantara mereka hanya menyingahi pulau jawa, serta maluku. Makassar belum memikat hati mereka untuk singgah. Nanti pada tahun 1603 orang belanda mulai tertarik setelah mereka mempelajari arti penting makasar sebagai tempat persinggahan kapal-kapal dan juga sebagai pusat perdagangan rempah-rempah. Ketertarikan ini di tandai oleh ketika orang belanda mengirim surat kepada raja gowa untuk berdagang. Permohonan itu di kabulkan dengan senan hati tetapi dengan tambahan “hanya untuk berdagang”.

Pada tahun 1607 orang-orang belanda di bawah laksamana Belanda Cornelis Matelijf berlabuh di sekitar patai Selatan Sulawesi, dekata kampung rakeka (tanakeke), akan tetapi tidak melakuna sesuatu dan terus ke maluku. Di perintahkannya dua orang pegawainya pada tahun ini, yaitu Paulus van Doldt dan jacquestl Hermite singgah di makassar guna meminta gowa untuk tidak mengirim beras ke malaka dan membukapelabuhannya[1], tetapi gowa tidak mematuhinya, selain itu juga melakukan pemeriksaan kantor perwakilan dagangnya di makassar.

Kedatangan belanda di makassar di sambut dengan baik, meskipun belum mendapat izin untuk menetap di daratan makassar lain halnya dengan orang asing lainya yang telah mendapat izin untuk menetap di makassar seperti inggris, portugis, denmark. Kepada Orang Belanda, makassar menolak izin untuk tinggal di daratan oleh karena Makassar menaruh kecurigaan kepada belanda apalagi usaha-usaha gigih VOC untuk memonopoli perdagangan, proses penebangan phon pada tahun 1625-1656 di ambon menctuskan kehkawatiran dan perhatian.

Daya tarik dan pentingnya makassar bagi belanda tercermin dari catatan belanda tertanggal 27 Oktober 1625, yang mengeluh atas persaingan orang-orang Denmark dan inggris, laporan itu mengatakan:

Sejak kita (belanda) berlayar di sekitar malaka, kota makassar telah berkembang pesat dan mengenai perdagangan di daerah timur ini, seperti kalimantan, jawa, solor, timor, ambon kepulauan maluku, dan tempat-tempat lain, lokasi makassar jauh lebih baik dari pada malaka.....(terj.)[2]

Secara garis besar antara makassar dan belanda telah menyulut terjadinya peristiwa menuju perang, di antara peristiwa itu adalah di gambarkan sebagi berikut: 

  1. peritiwa tahun 1636, tatkala belanda memblokir kota makassar, di akhiri dengan di capainya perjanjian perdamaian tahun 1637.
  2. perang terbuka pada tahun 1655, ketiak makassar berusaha mengambil buton dari tangan belanda. 
  3. peristiwa tahun 1660, ketika belanda menyerang makasar dan menduduki benteng panakukan, diakhiri dengan perjanjian perdamain tahun 1660.
  4.  perang tahun 1666 yang terkenal dengan perang makassar, diakhiri dengan perjanjian tahun 1667 dengan di tandatanganinya perjanjian bungayya.
Peristiwa pertama, kedua, ketiga tidak banyak menggoncangkan makassar, walaupun perjanjian yang dicapai mengandung tuntutan dan tekanan terhadapnya. Peristiwa terakhir yaitu perang makassar yang diakhiri dengan perjanjian bungaya, mempunyai akibat besar terhadap kedudukan makassar sebagai satu kekuatan maritim yang banyak menggantungkan kemajuannya di lautan. Perjanjian ini mengahiri posisi dominan makassar dalam perdagangan dan politik indonesia timur. 

d. Orang Inggris 

tahun 1613. John jourdain dalam perjalanannya kembali kebanten dari ekspedisi yang gagal untuk mendirikan loci di Maluku, ia singgah di makassar. Dia di etrimah dengan ramah oleh Sultan Alauddin dan dibolehkan untuk membangun loji diwilayah kerajaannya, tetapi dengan syarat dia mengakui dan menghormati adat kerajaan Gowa. Seperti yang telah dilakukan oleh orang Belanda dan oarang-orang Kristen yang lain. 

Kemudian pada tahun 1615 orang-orang inggris kembali muncul di Makassar. Tiga tahun kemudian perdagangan di buka dengan Makassar. Kesaksian dari saudagar Belanda Hendrik Kerckringh mengai keberadaan oarang-orang inggris, yang berlayar pada bulan desember, januari, februari, melalui Buton menuju Ambon denagn sasaran Makassar sambil membawa banyak pakaian, beras, peralatan porselin, tetapi kebanyakan membawa rempah-rempah. Dia mengatakan :

......kira-kira seperempat mil dari Somba Opu di sisi Selatan terletak sebuah Benten yang di sebut Garessik atau Panakukkang. Orang Inggris dan Demark juga memiliki temapat pemukiman yang layak di sisi Utara BentengSomba Opu. Orang Melayu di sana memiliki pemukiman yang baik, orang-orang melayu dalam jumlah yang besar di sana. Mereka merupakan kelas menengah rumah-rumahnya berkolompok dalam Negri diantara pemukiman orang makassar.....Pertugis tinggal di sisi utara, dekat Benteng dalam rumah yang terbuat dari bambu. Sebuah rumah untuk melakukan ibadah di sedikan oleh raja. Di sisi utara Benteng Somba Opu antara Loji Inggris dan benteng itu, raja membangun sebuah rumah bagi utusan komponi Belanda agar bisa di tampung di sana ...( terj).

kantor loji Inggris di Makassar dibuka secara resmi pada tanggal 18 september 1625 dengan pimpinannya, yakni Mr.Siort. selanjutnya mengembangkan hubungan khusus pada tahun 1630-an, sebagai pemasok senjata dan amunisi, serta kain India.

Seorang Inggris menyatakan bahwa perdangannya setiap tahun berhasil membawa 500.000 barang, perahu Macao sendiri mengambil 60.000 potong barang. Dia menambahkan seorang portugis melihat Makassar sebagai Malaka kedua yang lebih baik,dan dia merasa seolah-seolah tidak memiliki musuh di India, karena mereka tidak diserang di sini.

Bagi orang Inggris, dan para pedagang Eropa lain di khawasan ini, nilai utama Makassar terletak pada posisinya sebagai pelabuhan yang berada di jalur laut bagi kepulauan rempah-rempah. Tempat mereka dapat membeli cengkeh, fuli dan pala. Sejak awal mereka banyak bersaing dari pada bekerjasama dengan Belanda untuk ikut andil dalam perdagangan rempah-rempah. Perjanjian Inggris Belanda yang dibuat pada tahun 1619 untuk mengatur perdagangan ini tetap tidak efektif, sebagian karena Belanda tidak mampu memunkinkan penerapan monopoli yang berusaha di tegakkan. Lojo-loji Inggris terpaksa mengambil rempah- rempah sejarah tidak langsung dari Makassar, yakni ada perdagangan yang tumbuh dari rempah-rempah gelap yang berasal dari Maluku. 

Pada tahun 1627 terjadi persaingan dagang antara orang Portugis, dan Inggris sehingga para pimpinan kompeni Inggris menekankan tindakan yang lebih tegas terhadap orang-orang Portugis, namun di jawab oleh raja Gowa, yakni raja menuntut agar orang Portugis dan Inggris sama-sama saling bebas di pelabuhan Makassar.

Rupanya loji Inggris di Makassar menjadi pusat utama untuk menangani cengkeh selundupan dan dianggap oleh EIC Inggris sebagai salaha satu bangsa paling mekar di kebung mereka. Pada tahun 1632 EIC mencatat bahwa dengan menjual pantai Coramandel di pasar Makassar menanam modal dalam cengkeh, kulit penyu dan kayu cendana, para pedangan mereka bisa meraih keuntungan sampai 50%. 

Sebelum ajaran Islam berkembang, telah ada upaya di lakukan untuk mengembangkan agama Islam. Bangsa Portugis yang merupakan bangsa Barat pertama yang datang ketimur (termasuk di sulawesi selatan) didorong oleh tiga motif utama, yaitu menyebarkan agama Kristen. Mendapatkan rempah-rempah dan kemasyuran nama. 

Pada seperempat abad XVI. Di sulawesi selatan telah ada upaya-upaya terselubung untuk memasukkan ajaran Kristen. Disana dia menjumpai penduduk yang hidup dalam kondisi yang tidak beraturan dan sikap memusuhi, sehingga dia tidak dapat melakukan pembaptisan, karenanya mereka hanya tinggal sebantar dan berangkat ketempat lain mungkin ke Maluku.

Dua belas tahun kemudian pada tahun 1327 suatau uasaha di lakukan tetapi kini tidak di Sulawesi Selatan melainkan di Ternate. Antaonio Galfao saat itu menjadi panglima benteng Portugis di sana. Dua orang bangsawan muda bersama rombonganya dari salah satu daerah di kepulauan Makassar mengunjungi Ternate untuk membuka hubungan persahabatandan di sambut dengan kehormatan.

Pada tahun 1544, agama Kristen masuk ke Makassar, Namun kini dari Malaka. Tokoh utama agama itu adalah saudagar Portugis Antonio de Payva dikirim ke Sulawesi Selatan pada bulan februari 1544 untuk mengangkut kayu cendana. De Payva berlabuh di Suppa (Teluk Pare Pare di Pantai Barat Sulawesi Selatan) dan di sambut oleh penguasa setempat. Di sini de Payva sempat menyampaikan beberapa hal yang menyangkut ajaran Kristen. 

Dari Suppa iya berlayar ke siang. Pada kesempatan sebelumnya di Siang, di sambut dengan penuh keramahan dan selama sakit di rawat di istana Siang pada saat itu de Payva yang mengetahui bahasa lokal, banyak membicarakan masalh agama dan mengajak para penguasa di daerah itu untuk masuk Kristen. Dakwa Kristen yang di lakukannya menarik hati, raja dan para bangsawan, namun meminta waktu berpikir selama 10 hari ketika belum ada jawaban dari raja siang, tiba-tiba muncul raja Suppa dengan armadanya dan meminta de Payva untuk membaptisnya dan di beri nama Don Luis. Sekali pun membaptisan di tentang oleh para bissu (rohaniawan kerajaan).

Pada tahun berikutnya 1545 ekspedisi lain dikirim ke Sulawesi Selatan. Beberapa oarang Portugis disertai seorang pastor yang bernamaVicenta Viegas, tiba tiba di pelabuhan Machoquique pada tanggal 1 pebruari. Di sana ia di sambut oleh persahabatan oleh lapitou. Raja daerah ini dan juga oleh raja Suppa dan raja Linta (alitta).mereka di kumpulkan di sana dan kemudian di baptis. Mereka berdua kemudian berganti nama dengan baptis Don Juan Tubinanga untuk raja Suppa dan Don Manuel untuk raja Alitta.

Setelah peristiwa itu, hubungan Malaka portugis dan Sulawesi Selatan terganggu selama 14 tahun di sebabkan seorang pejabat Portugis telah membawa lari seorang putri bangsawan dari kerajaan Suppa, ketika hubungan dilanjutkan para penguasa Suppa, Alitta dan Bacukiki yang telah di baptis sudah meninggal dan wilayah mereka kehilangan kemerdekaan karena di jajah oleh kerajaan Gowa yang kuat. Bagaimana kondisi raja tallo yang juga menjadi mangkubumi pertama kerajaan Gowa, tidak di dapatkan informasi, namun dalam beberapa surat yang ditulis oleh orang Portugis dia masih disebut-sebut sebagai Kristen.

Ada hal yang aneh karena sejak peristiwa tersebut, beberapa kali orang-orang Kristen lokal mengirim surat agar diutus seorang paderi untuk mengajar mereka, namun selama beberapa tahun tidak seorang pun yang meresponsnya. Bahkan tidak ditemukan keterangan mengenai 4 orang pengeran muda yang dikirim pada tahun 1545 menuju sekolah tinggi Jesuit di Goa India. Dua hari pangeran tersebut manurut Lontara sukku’na ri wajo adalah bangsawan Gowa. Ketika mandengar tentang perkembangan Kristen baik di Sulawesi Selatan, Franciscus Xaverius sangat berhasrat untuk mengunjinginya, namun ia masih menunggu kabar dari pastor Vicenta Viegas yang di tugaskan ke Makassar, namun karena keterlambatan kedatangan Vicenta Viegas yang disebabkan karena menunggu bertiupnya angin Timur Laut tahun 1546, untuk mangantarnya kembali ke Malaka, maka Xaverias akhirnya mengubah rencananya dan memutuskan berlayar menuju Ambon dan tidak singgah di Makassar.

Ada sebuah surat yang menarik dari sebuah surat yang ditulis oleh seorang Portugis yakni, Manuel Pinto menyatakan bahwa raja Jawa, raja berkata, bila usaha ini berhasil, ia akan manjadi segundo turco, maksudnya menjadi Sultan Turki II, setaraf dengan suleman I (1520-1566). Ia mengira akan dapat dengan mudah menjatuhkan Malaka. Ia berkata juga bahwa sedang mempertimbangkan untuk mengirimkan ekspedisi ke Sulawesi Selatan dengan maksud menaklukkan dan mengislamkan daerah itu. Mnuel Pinto berusaha supaya raja membuang pikirantersebut karena khawatir kalau-kalau ekspedisi tentara Jawa akan merugikan PastorVicenta Viegas yang pada waktu itu juga sedang berusaha memperkenalkan agama Kristen di Sulawesi Selatan.

Yang menarik dari imformasi-informasi ini. Jika benar beberapa penguasa di Sulawesi Selatan telah masuk Kristen, apakah betul-betul mereka menjalankan ibadah seperti yang dianjurkan oleh agamanya, ataukah ini hanya merupakan siasat politik dari para penguasa untuk menarik simpati dari orang-orang portugis agar mereka tetap bisa mengadakan kontak dagang yang tentunya akan menguntungkan pihak kerajaan dan penguasa setempat. Hal ini disebabkan sampai saat ini tidak diketemukan bukti-bukti arkeologis, dan keterangan tentang “ perilaku kultural” yang dapat memberikan petunjuk akan hal tersebut, baik dari sumber asing maupun dalam bentuk naskah lokal, jauh berbeda dengan informasi yang ada ketika Islam masuk ke pulau ini.

[1] ANRI Bundel Makassar No. 359, lembar 16. 


[2] A.B. Lapian. “perebutan samudra: Laut sulawesi pada abad xvi dan xvii”. Dalam majalah prisma 11, (Jakarta: LP3ES. 1984). Hlm. 36.

0 komentar:

HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html