Sunday, 13 October 2013

Paradigma Pendidikan Islam

Latar Belakang

Kemunduran drastis yang telah menimpa kaum Muslimin dewasa ini sebagaimana dikemukakan para cendikiawan Muslim tidak diragukan lagi bersumber dari kegagalan mereka dalam memahami dan menerapkan metode intelektual

Keadaan ini akan membawa dampak yang sangat buruk bagi kaum Muslimin, sebagaimana yang dialaminya dewasa ini. Kaum Muslimin menjadi kaum yang terbelakang peradabannya, terbelakang pengetahuan-tekno-loginya, terbelakang ekonominya, menjadi mainan empuk musuhnya, dipecah belah, di adu domba, dikeluarkan dari warisan dan tradisi pendahulunya dan mereka akhirnya menjadi manusia-manusia lemah yang siap didekte dan diperintah orang lain. Karena kegagalan inilah kaum Muslimin telah berusaha mengadopsi metode dan sistem pendidikan yang lain, yang bukan bersumber dari akar sejarah dan tradisi generasi Islam terdahulu, bahkan bertentangan dengan yang dikehendaki Islam. 

Diterapkannya sistem ini mengakibatkan kaum Muslimin bertambah lemah dalam kelemahannya, bertambah bingung dalam kebingungannya dan bertambah mundur dalam kemundurannya. Eksperimen-eksperimanpara cendikiawan Muslim yang telah gagal ini sepatutnya tidak diulangi lagi oleh generasiberikutnya, karena akan menambah parahnya penderitaan dan kesengsaraan ummat. Maka itulah sebabnya, jika kaum Muslimin yang sedang mundur ini hendak dibangkitkan kembali menjadi kaum yang memimpin peradaban dunia, hal pertama yang harus dilakukan adalah merombak sistem pendidikan yang diterapkan selama ini kemudian dibangun dan dikembangkan sebuah bentuk sistem dan metode pendidikan yang akan mengangkat harkat dan martabat mereka sebagaimana yang telah dibuktikan oleh generasi Islam terdahulu yang telah berhasil dengan gemilangnya memahami dan menerapkan sistem dan metode pembinaan manusia unggul yang diajarkan Allah SWT melalui bimbingan Rasulullah SAW. 

Demikian pula dengan sistem generasi sesudahnya yang telah melahirkan peradaban baru dalam sejarah kemanusia dan menjadi mercusuar dunia masa itu. Sejarah kegemilangan Islam terdahulu dapat dicapai karena generasi-generasi Islam benar-benar memahami sistem dan metode pembinaan yang akan mengantarkan mereka menuju kemenangan. Maka untuk mengetahui lebih jauh kegagalan ummah dalam memahami dan menerapkan metode intelektualnya, khususnya dalam sistem pendidikan perlu diadakan studi kritis terhadap sistem yang mereka terapkan dewasa ini. Mengadakan studi terhadap sistem dan metode pendidikan secara lurus dan jujur, mau tidak mau harus pula diadakan kritik terhadap segala bentuk kelemahan dan kegagalannya, baik secara teori atapun praktiknya, disamping menunjukkan di mana letak keutamaannya agar dapat dibangun

Untuk menghindari kerancuan, terlebih dahulu adalah sangat penting untuk memahami pengertian metode intelektual dalam kontek ini. Secara harfiahnya, metode-metodologi diartikan sebagai cara/tatacara/kaedah yang akan digunakan dalam memahami atau menerapkan sesuatu pemikiran, yang dalam bahasa Arabnya sinonim dengan manhaj yang biasanya diartikan sebagai thariqon wadhihan-Sabilan, jalan (cara) yang terang-benderang atau kaedah. Intelektual, dari bahasa Inggris (Intellectual) adalah segala bentuk yang berkaitan dengan kecendikiaan, pemikiran dan sejenisnya, dalam hal ini yang dimaksudkan adalah pengertian Intelektual sebagai kata sifat, bukan sebagai kata benda yang menujukpada orang/cendikiawan. Maka yang dimaksud dengan metode-metodologi intelektual di sini adalah tata cara/kaedah yang digunakan dalam memahami dan menerapkan sesuatu bentuk pemikiran, ajaran, nilai-nilai, amalan-amalan dan segala yang berkaitan dengan kecendikiaan.

Yang terkemuka diantara mereka adalah Ismail R. Faruqi dalam Isalamization of Knowledge dan lain-lainnya sebuah formula yang lebih mendekati warisan dan tradisi yang telah diajarkan Rasulullah SAW dan diikuti para shahabatnya yang telah membuktikan keunggulannya. Inilah salahsatu jalan selamat dan akan mendekatkan mereka menuju puncak kegemilangannya dimasa depan.Setelah mengalami masa kegemilangan dan kemun-duran silih berganti selamabeberapa abad dengan dinamika intelektualitasnya, para cendikiawan Muslim, yang terutama diantara mereka seperti Iqbal, Sayyid Hoseyn Nashr, Syed Naquib al-Attas, IsmailFaruqi dan Fazlur Rahman, membagi sistem pendidikan kaum Muslimin masa kini berjadibeberapa bentuk umum. yaitu :
1. Sistem Pendidikan Tradisional

2. Sistem Pendidikan Sekuler

3. Sistem Pendidikan Gabungan Tradisional dan Sekuler4. Sistem Pendidikan Islamisasi Pengetahuan

Kristalisasi ini terjadi tidak terlepas dari latar belakang historis yang dialami kaumMuslimin dari awal kebangkitan Islam sampai terjadinya penjajahan Barat atas mereka. Berawal dari pergolakan-pergolakan politik dan pemikiran beberapa tahun setelah wafatnya Rasulullah saw, khususnya pada masa Khalifah Ali RA yang melahirkan beberapa aliran pemikiran besar seperti Syi’ah, Sunni, Khawarij, Murjiah dan lainnya yang akhirnya melahirkan cabang-cabang pemikiran baru lagi. Aliran-aliran ini kemudian membentuk sistem dan metode intelektual mereka sendiri-sendiri yang tidak ada titik temu satu dengan lainnya, bahkan tumbuh semacam fanatisme mazhab yang memakan korban besar di kalangan kaum Muslimin sendiri. 

Demikian pula halnya dengan interaksi-interaksi mereka dengan peradaban-peradaban besar seperti peradaban Yunani, Romawi, Persia,Mesir dan lainnya yang telah melahirkan mazhab filsafat-rasional yang menjadi polemikpanjang sejarah intelektual kaum Muslimin. Pertentangan-pertentangan pemikiran yangkurang sehat di antara para ulama konservatif dan cendikiawan reformer yang melibat kanrezim-rezim penguasa diktator yang kurang berpengetahuan sehingga memihak satu alirandan melarang aliran lainnya, sangat mempengaruhi perkembangan intelektualitas kaum Muslimin dan metodologinya. Demikian pula halnya ketika ditutupnya pintu ijtihad sertatumbuhnya semangat taqlid sangat merugikan ummah dengan hilangnya pemikir-pemikirkreatif ummah. Akibat perdebatan panjang antara tokoh-tokoh mazhab yang tak kunjungberakhir, dan dominasi aliran tashawwuf al-Ghazaly yang sangat luas, ummah menolakaliran-aliran filsafat-rasional dengan segala keutamaannya secara membabi buta. 

Dan akhirnya sampai abad pertengahan hijriah, mazhab tashawwuf sangat dominan dan sangatmempengaruhi metode intelektual kaum Muslimin, di samping mazhab fiqh dan kalam.

A. Paradigma Pendidikan Islam di Masa Kejayaan

Masa kejayaan pendidikan Islam merupakan satu periode dimana pendidikan Islam berkembang pesat yang ditandai dengan berkembangnya lembaga pendidikan Islam dan madrasah (sekolah-sekolah) formal serta universitas-universitas dalam berbagai pusat kebudayaan Islam. Lembaga-lembaga pendidikan sangat dominan pengaruhnya dalam membentuk pola kehidupan dan pola budaya umat Islam. berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang melalui lembaga pendidikan itu menghasilkan pembentukan dan pengembangan berbagai macam aspek budaya umat Islam.

Pada masa kejayaan ini, pendidikan Islam merupakan jawaban terhadap tantangan perkembangan dan kemajuan kebudayaan Islam. kebudayaan Islam telah berkembang dengan cepat sehingga mengungguli dan bahkan menjadi puncak budaya umat manusia pada masa itu.

Dalam perkembangan kebudayaan Islam, ada dua faktor yang mempengaruhi yaitu faktor intern atau pembawaan dari ajaran Islam itu sendiri dan faktor ekstern yaitu berupa tantangan dan rangsangan dari luar[1].

Pendidikan Islam mencapai puncak kejayaan pada masa dinasti Abbasiyah, yaitu pada masa pemerintahan Harun al Rasyid (170-193 H). Karena beliau adalah ahli ilmu pengetahuan dan mempunyai kecerdasan serta didukung negara dalam kondisi aman, tenang dan dalam masa pembangunan sehingga dunia Islam pada saat itu diwarnai dengan perkembangan ilmu pengetahuan[2]

Tujuan pendidikan pada masa Abbasiyah yaitu[3];

1. Tujuan Keagamaan dan Ahlak

Anak didik diajarkan membaca dan menghafal al Qur`an karena hal itu merupakan suatu kewajiban dalam agama agar mereka mengikuti ajaran agama dan berahlak menurut agama.

2. Tujuan Kemasyarakatan

Pemuda-pemuda yang belajar dan menuntut ilmu agar mereka dapat mengubah dan memperbaiki masyarakat menjadi masyarakat yang bersinar ilmu pengetahuan.

3. Cinta akan Ilmu Pengetahuan

Belajar demi memperdalam ilmu pengetahuan.

4. Tujuan Kebendaan

Menuntut ilmu supaya mendapat penghidupan yang layak, pangkat yang tinggi, bahkan kekuasaan dan kemegahan di dunia ini.

B. Kurikulum

Menurut Ahmad Tafsir, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari oleh siswa. Pada masa kejayaan Islam, mata pelajaran bagi kurikulum sekolah tingkat rendah adalah al Qur`an, agama, membaca, menulis, dan syair. Di istana-istana biasanya ditegaskan pentingnya pengajaran khittabah, ilmu sejarah, cerita perang, cara-cara pergaulan, ilmu-ilmu pokok seperti al Qur`an, syair dan fiqh.

Di lembaga-lembaga pendidikan formal, seperti masjid, kurikulumnya adalah ilmu agama dengan al Qur`an sebagai intinya. Selain itu hadits dan tafsir. Hadits merupakan materi penting di masjid-masjid, karena kedudukannya sebagai sumber agama Islam yang kedua, setelah al Qur`an. Sedangkan tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan al -Qur`an dengan penafsirannya.

Pelajaran fiqh, merupakan materi kurikulum yang paling populer karena bagi mereka yang ingin mencapai jabatan-jabatan dalam pengadilan harus mendalami bidang studi tersebut. Banyaknya muslim yang tertarik pada ilmu fiqh karena besarnya penghasilan yang diperoleh ahli-ahli fiqh dalam memecahkan masalah fiqhiyah seperti masalah warisan menyebabkan berkembangnya kebiasaan buruk sebagaimana yang dikritik oleh al Ghazali yaitu munculnya ahli fiqh yang memberikan fatwa-fatwa demi mengharap imbalan harta.

Seni berdakwah (retorika) juga membentuk bagian penting dalam pengajaran ilmu-ilmu agama, karena kemampuan menyampaikan dakwah dengan meyakinkan dan pelajaran yang ilmiah serta memainkan peranan penting dalam kehidupan keagamaan dan pendidikan Islam di kalangan masyarakat muslim. Mata pelajaran retorika teridiri dari tiga cabang yaitu al Ma`ani yang membahas perbedaan kalimat dan bagaimana melafalkannya dengan jelas, al Bayan, yang mengajarkan seni mengekspresikan ide-ide dengan fasih dan tidak mengandung arti ganda, dal al Badi yang membahas kata-kata indah dan hiasan kata dalam pidato[4].

C. Metode Pengajaran

Metode pemngajaran merupakan salah satu aspek yang penting dalam proses belajar mengajar untuk mentransfer pengetahuan atau kebudayaan dari seorang guru kepada anak didiknya. Melalui metode pengajaran terjadi proses internalisasi dan pemilihan ilmu oleh murid, sehingga murid dapat menyerap apa yang disampaikan gurunya.

Metode pengajaran yang diterapkan pada masa dinasti Abbasiyah dapat dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu[5] :

1. Metode lisan

Metode ini dapat berupa dikte, ceramah, qira`ah, dan dapat berupa diskusi. Dikte (imla) adalah metode untuk menyampaikan pengetahuan yang dianggap baik dan aman sehingga pelajar mempunyai catatan yang dapat membantunya terutama bagi yang daya ingatnya tidak kuat. Metode ceramah (al asma`), yaitu guru membacakan bukunya atau menjelaskan isi buku dengan hafalan, sedangkan murid mendengarkannya. Pada saat tertentu guru memberi kesempatan kepada murid untuk menulis dan bertanya. Metode qira`ah (membaca) biasanya digunakan untuk membaca. Sedangkan diskusi merupakan metode pengajaran dalam pendidikan Islam dengan cara perdebatan.

2. Metode hafalan

Metide ini dilakukan oleh murid dengan cara membaca berulang-ulang sehingga pelajaran melekat di benak mereka. Dalam proses selanjutnya, murid mengeluarkan kembali pelajaran yang dihafalnya sehingga dalam suatu diskusi dia dapat merespon, mematahkan lawan, atau memunculkan ide baru.

3. Metode tulisan

Metode ini merupkan metode pengkopian karya-karya ulama. Metod ini di samping bermanfaat bagi proses penguasaan pengetahuan juga sangat besar artinya bagi penggandaan jumlah buku karena pada masa itu belum ada mesin cetak.

D. Kehidupan Murid

Ciri utama kehidupan murid dalam pendidikan tingkat dasar adalah :

1. Diharuskannya belajar membaca dan menulis.

2. Bahan pengajarannya menggunakan syair-syair dan bukan al Qur`an karena dikhawatirkan mereka membuat kesalahan yang akan menodai al Qur`an.

3. Murid-murid diajarkan membaca dan menghafalkan al Qur`an.

4. Pada sekolah dasar tidak ditentukan lamanya belajar dan tergantung pada kemampuan anak-anak.

5. Hubungan guru dan murid sebagai hubungan orang tua dan anak.

Pada pendidikan tingkat tinggi murid-murid bebas memilih guru yang mereka sukai yang dianggapnya paling baik.

Di antara ciri khas pendidikan di masa dinasti Abbasiyah adalah teacher oriented , yaitu kualitas suatu pendidikan tergantung pada guru. Pelajar bebas mengikuti suatu pelajaran yang dikehendaki dan bisa belajar dimana saja, misalnya di perpustakaan, toko buku, rumah ulama atau tempat terbuka. 

Pelajar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pelajar tidak tetap, yang terdiri dari para pekerja yang mengikuti pelajaran untuk menunjang profesi dan pelajar tetap, yaitu pelajar yang mempunyai tujuan utama untuk belajar dan menghabiskan sebagian hidupnya untuk belajar.

Setiap pelajar membuat daftar guru-guru yang mengajar yang disebut Mu`jam al Masyakhah[6]. Daftar tersebut digunakan sebagi bukti bahwa mereka telah belajar kepada guru-guru yang terkenal dan dapat mengetahui kualitas hadits yang mereka terima dari seorang guru.

KESIMPULAN

Pendidikan Islam mencapai puncak kejayaan pada masa dinasti Abbasiyah, yaitu pada masa pemerintahan Harun al Rasyid. Pendidikan pada masa ini memiliki tujuan keagamaan dan ahlak, tujuan kemasyarakatan, cinta ilmu pengetahuan dan tujuan kebendaan.

Kehidupan murid pada pendidikan tingkat dasar memiliki ciri-ciri yaitu diharuskannya belajar membaca dan menulis, diajarkan membaca dan menghafalkan al Qur`an, serta hubungan yang baik antara guru dan murid layaknya orang tua dan anak. Pada pendidikan tingkat tinggi kehidupan murid berbeda karena mereka diberi kebebasan untuk memilih guru yang mereka kehendaki dan diberi kebebasan untuk berpindah dari guru yang satu ke guru yang lain apabila guru itu dianggap lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Asrohah, Hanun, Sejarah pendidikan Islam, Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu. 1999

Langgulung, Hasan, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke 21, Jakarta : Pustaka al- Husna, 1998.

Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Hidakarya Agung, 1992.

Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Proyek Pembinaan Prasarana dan sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta. 1996.

[1] Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu. 1999), h.77 

[2] Zuhairini, dkk, Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta,1986, h. 95 

[3] Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : PT. Hida Karya Agung, 1992), h. 46-47 
[4] Hanun Asrohah, M.Ag,, Op.cit, h.76. 

[5] Ibid, h. 77-79. 

[6] Prof. Dr. Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke 21, (Jakarta : Pustaka al Husna, 1988), h. 22

0 komentar:

HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html