Saturday 12 October 2013

KERAGAMAN PRAKTEK SYARIAT ISLAM DALAM KEHIDUPAN BERNEGARA

A. Dari Satu Menjadi Banyak Negara

Selama masa kekuasaan Dinasti Bani Umayyah yang berakhir pada tahun 750 M., dunia Islam masih merupakan satu kesatuan politik yang berpusat di Damaskus (ibu kota Syria sekarang). Dunia Islam saat itu meliputi wilayah yang terbentang dari sungai Ganga (Pakistan sekarang) di Timur sampai Maroko dan Spanyol di Barat. Wilayah yang luas dibagi dalam pemerintahan wilayah daerah. Pucuk pemerintahan dipegang oleh raja yang bergelar “khalifah”. Sementara pemeintah daerah dipegang oleh wakil pemerintah pusat sebagai penguasa daerah yang bergelar “amir” atau “wali” dibantu oleh pejabat-pejabat daerah seperti “qadhi” dan “kepala baital mal”.

Setelah terjadi pergantian pemerintahan dari tangan Dinasti Umayyah ke tangan Dinasti Abbas, dunia Islam tidak menyatu lagi sebagai satu kesatuan politik. Seuruh wilayah Andalusia (Spanyol) yang dikuasai Bani Umayyah tidak tunduk kepada Bani Abbas. Pusat kekuasaan Bani Umayyah Spanyol di Cordova, sementara kekuasaan Bani Abbas berpusat di Bagdad. Pemerintah Bani Umayyah memebentuk Negara dalam menggunakan gelar khalifah bagi pucuk pemerintahannya sejak tahun 922 M. Di Afrika Utara, seorang yang mengaku keturunan Rasulullah dari Fatimah juga membangun kerajaan yang tidak tunduk pada Bni Umayyah dan Bani Abbas. Kerajaan mereka mulai dari kota Qairawa (di Tunisia sekarang) dan pindah ke Mesir dalam tahun 969 M. mereka sebut kerajaan mereka dengan Fatimiyah, dan pucuk pemerintahannya juga mereka gelari “Negara-negara Islam” periode awal.

Demikian itulah keadaan dunia Islam sampai memasuki Abad ke 14 sampai dengan 16 berdiri pula tiga kerajaan besar, disamping sejumlah kerajaan kecil. Tiga kerajaan besar itu adalah Dinasti Usmani (dari etnis Turki), Dinasti Shafawiyah di Persia dan Dinasti Mugal di India. Sementara kerajaan kecil yang tidak tunduk pada kekuasaan politik tiga kkerajaan besar ini juga jumlahnya banyak termasuk yang ada di Kepulauan Nusantara.

Sebagai akibat penetrasi bangsa-bangsa Barat terhadap wilayah kekuasaan Islam yang dimulai dengan penetrasi karena motivasi, lalu menjadi penetrasi politik, maka sejumlah Negara-negara yang dibangun umas Islam hilang lenyap berganti dengan koloni Barat. India yang tadinya adalah kerajaan Islam Mugal menjadi koloni Inggris, Indonesia terdiri atas sejumlah kerajaan lalu menjadi koloni Belanda; demikian pula semenanjung Malaka menjadi koloni Inggris. Penetrasi bangsa-bangsa Barat ini mencapai puncaknya setelah Turki Usmani terlibat dalam perang dunia I (1914-1918) berpihak Jerman meawan Sekutu, maka wilayah Usmani dibagi-bagi oleh Inggris dan Prancis.

Demikianlah keadaan Dunia Islam sampai abad ke-20, keudian muncullah pemikiran dan gerakan nasionalisme di masing-masing wilayah Negara kolonialisme Barat menuntut kemerdekaannya. Dalam wilayah yang tadinya merupakan kekuasaan kerajaan-kerajaan Islam Turki Usmani, Safawiyah, Mugal dan lain-lain kerajaan-kerajaan Islam di Asia Tenggara lahirlah sejumlah Negara yang dikategorikan Negara-negar Islam. Di bekas wilayah kerajaan Turki Usmani dibentuk Negara-ngara Turki, Syiria, Lebanon, Israel, Yordania, Mesir, Saudi Arabia, Negara-negara Teluk, dan beberapa Negara Balkan, yang berbentuk setelah runtuhnya Uni Sovyet.

Bentuk Negara dan sistem pemerintahan tidak sama untuk seluruh Negara-negara Islam. Sebagian berbentuk republik, yang lainnya berbentuk monarki. Alasan-alasan mengapa sebuah Negara dikategorikan sebagai Negara Islam, yaitu:

a. Pendududknya mayoritas muslim, meskipun tidak menjadikan agama Islam sebagai agama resmi Negara, seperti Indonesia, Turki, dan lain-lain.

b. Secara formal Islam menjadi agama resmi Negara, atau dinyatakan secara resmi sebagai Negara Islam. Masuk kategoti ini adalah Pakistan, Iran, dan Malaisya.

c. Undang-undang atau hkum yang berlaku secara resmi diyatakan bersumber dari hokum Islam atau bersumber dari al-Quran dan al-Hadis, seperti Saudi Arabiah dan Mesir.

Karena bentuk Negara dan corak pemerintahan Negara-negara tidak seragam lagi semuanya, maka pelaksanaan syariat Islam memiliki keseragaman. Sebagai dalam pelaksanaan syariat Islam terjadi karena perbedaan interpretasi dalam memahami sumber pokok Islam yaitu al-Quran dan Sunnah Rasulullah.

B. Keragaman Konsep Pelaksanaan Syariat Islam di Sulawesi Selatan

Perjuangan untuk syariat Islam di Sulawesi Selatan sebenarnya bukanlah hal yang baru. Sejak Islam diteima di daerah ini sekitar empat abad lalu, para penganjur Islam, muballigh, da’I telah berjuang agar masyarakat daerah ini melaksanakan Syariat Islam. Matulada menyebutkan bahwa ketika Syekh Yusuf mendakwakan syariat Islam beliau memohon dengan keras kepada Raja Gowa Sendiri agar segera ditegakkan kembali Syariat Islam dengan menghapus perjudian, larangan Minuman keras , pemberantasan Candu, dan pemberantasan pantasa dan saukan (Pemujaan Arwah Leluhur) selanjutnya pada abad ke 20 perjuangan menegakkan Syariat Islam melalui jalur subtansial cultural banyak dilakukan oleh lembaga dakwah dan pendidikan, Lembaga dakwah seperti, As’adiah, DDI, Ma’rif ( NU), Muhammadiah, pesantren-pesantren banyak lahir ulama-ulama, Kiai, ustaz dan guru agama Islam yang Mengajarkan Islam kepada Masyarakat, dan mendakwakan agar dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.

Diera kemerdekaan dimana Sulawesi Selatan merupakan suatu propinsi tersendiri, Masyarakatnya dikenal dengan Masyarakat religious, Religiusitas masyarakat daerah ini dilihat dari tumbuh suburnya penggunaan sarana dakwah dan pendidikan, semisal Masjid dan Pondok Pesantren, Maraknya kegiatan Keislaman misalnya MTQ yang secara Nasional digagas di daerah ini, Majlis-Majlis pengajian dan penghafalan al-Quran dan Lain-lain.

C. Penerapan Syariat Islam di Berbagai Negara Islam

a. Penerapan Hukum Islam Di Malaysia

Ajaran Islam pada hakekatya terdiri dari dua ajaran pokok. Pertama ajaran Islam yang bersifat absolut dan permanen. Kedua ajaran Islam yang bersifat relatif dan tidak permanen, dapat berubah dan diubah-ubah. Termasuk kelompok kedua ini adalah ajaran Islam yang dihasilkan melalui proses ijtihad. Hal ini menunjukkan terbukanya peluang tentang kemungkinan mengadakan perubahan dan pembaharuan ajaran Islam yang bersifat relatif, termasuk dalam bidang hukum. Hukum Islam dalam pengertian inilah yang memberi kemungkinan epistimologi bahwa setiap wilayah yang dihuni umat Islam dapat menerapkan hukum secara berbeda-beda. Kenyataan ini tercermin pada kecenderungan sistem hukum di negara-negara muslim dewasa ini. Hal ini bukan saja karena sistem politik yang dianut, melainkan juga oleh faktor sejarah, sosiologi dan kultur dari masin-masing negara tersebut.

Penerapan hukum Islam diberbagai negara yang berpenduduk muslim mempunyai corak serta sistem yang satu dengan yang lainnya saling berbeda. Di negara yang mayoritas penduduknya beragam Islam berbeda nuansanya dengan negara yang relatif berimbang antara setiap pemeluknya, misalnya negara tersebut memiliki pluralitas agama, dominasi penguasa atau”political will” juga amat berpengaruh terhadap kebijaksanaan hukum suatu negara. Karenanya implementasi hukum Islam di negara-negara muslim bukan hanya terletak pada seberapa banyak penganut Islam tetapi juga ditentukan oleh sistem yang dikembangkan oleh negara tersebut.

Malaysia merupakan salah satu negara yang mempunyai posisi cukup penting di dunia Islam karena kiprah keislamannya. Berbagai proses Islamisasi di negeri jiran ini tentu tidak terjadi begitu saja, melainkan didahului oleh pencarian dan pergulatan yang panjang, meskipun penduduknya tidak sebanyak penduduk di Indonesia, bahkan hampir separuh dari keseluruhan warganya adalah non muslim yang didominasi oleh etnik Cina dan India. Namun demikian Malaysia telah tampil di pentas dunia internasional dengan nuansa serta simbol Islam yang begitu melekat, termasuk dalam kebijakan perundang-undangan banyak diwarnai oleh jiwa keislaman.

Sebagai sesama bangsa dan negara yang amat dekat secara geografis, historis, dan kultural, umat Islam Indonesia perlu mengetahui keberadaan Malaysia lebih jauh, khususnya dalam penerapan hukum Islam di Malaysia.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dalam makalah ini penulis mengangkat permasalahan “ Sejauhmana penerapan hukum Islam di Malaysia dengan sub masalah Islam dalam peta politik Malaysia dan implementasi penerapan hukum Islam di Malaysia.

Upaya melaksanakan hukum Islam selain bidang ibadah dan kekeluargaan (perkawinan, perceraian, kewarisan) di negara-negara Asia Tenggara saat ini merupakan fenomena kultural umat yang latar belakangnya dapat dilihat dari berbagia segi. Diantaranya ialah bahwa hukum Islam telah menjadi hukum yang hidup di dalam masyarakat yang beragama Islam di Asia Tenggara, karena hukum Islam berkembang bersamaan dengan masuknya Islam di kawasan ini.

Sebagai hukum yang hidup yang inheren dalam kehidupan umat Islam, maka hukum Islam telah menjadi bagian dari kehidupan umat, sehingga hukum Islam tidak lagi dirasakan sebagai norma-norma hukum yang dipaksakan dari luar diri masing-masing pemeluknya. 

Jika diamati, maka implementasi hukum Islam di Malaysia, tampak dari kodifikasi yang dilakukan yang telah melewati tiga fase, masing-masing periode Melayu, penjajahan Inggris, serta fase kemerdekaan. Kodifikasi hukum paling awal termuat dalam prasasti Trengganu yang di tulis dalam aksara Jawi, memuat daftar singkat mengenai sepuluh aturan dan bagi siapa yang melangarnya akan mendapat hukuman. Selain kodifikasi hukum tersebut, juga terdapat buku aturan hukum yang singkat, salah satu diantaranya adalahRisalah Hukum Kanun atau buku Hukum Singkat Malaka yang memuat aturan Hukum Perdata dan Pidana Islam. Pada fase penjajahan Inggris, posisi hukum Islam sebagai dasar negara berubah. Administrasi hukum Islam dibatasi pada hukum keluarga dan beberapa masalah tentang pelanggaran agama. Pada fase awal kemerdekaan Malaysia, pengaruh serta pakar hukum Inggris masih begitu kuat, namun di beberapa negara bagian telah diundangkan undang-undang baru mengenai administrasi hukum Islam. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pendasaran konstitusi serta wewengan pada Majelis Agama Islam, Departemen Agama, dan Pengadilan Syari’ah.

Pada dekade 80-an telah diupayakan perbaikan hukum Islam di berbagai negara bagian. Untuk itu, sebuah konferensi nasionasl telah diadakan di Kedah untuk membicarakan hukum Islam, khususnya yang berkaitan dengan masalah hukum pidana. Maka dibentuklah sebuah komite yang terdiri dari ahli hukum Islam dan anggota bantuan hukum, kemudian mereka dikirim ke berbagai negara Islam untuk mempelajari hukum Islam dan penerapannya di negara-negara tersebut. Sebagai wujud perhatian pemerintah federal kepada hukum Islam, maka pada saat yang sama dibentuk beberapa komite diantaranya bertujuan untuk menelaah struktur, yuridiksi, dan wewenang Pengadilan Syari’ah dan merekomendasikan pemberian wewenang dan kedudukan yang lebih besar kepada hakim Pengadilan Syaria’ah, mempertimbangkan suatu kitab UU hukum keluarga Islam yang baru guna mengantikan yang lama sebagai penyeragaman UU di negara-negara bagian

Walaupun beberapa masalah telah diatur dalam hukum Islam di Malaysia, namun hukum Inggris tetap diberlakukan pada sebagian besar legislasi dan yudisprudensi. UU Hukum Perdata 1956 menyebutkan bahwa jika tidak didapatkan hukum tertulis di Malaysia, Pengadilan Perdata harus mengikuti hukum adat Inggris atau aturan lain yang sesuai. Dengan demikian hukum Islam hanya berlaku pada wilayah yang terbatas, yaitu yang berhubungan dengan keluarga dan pelanggaran agama. Dalam hukum keluarga, pengadilan perdata tetap memiliki yuridiksi, seperti dalam kasus hak milik, warisan, serta pemeliharan anak. Bila terdapat pertentangan antara pengadilan perdata dan syari’ah, maka kewenagan peradilan perdata lebih diutamakan. 

Melihat kenyataan tersebut di atas, eksistensi hukum Islam di Malaysia sesungguhnya belum berlaku secara menyeluruh terhadap semua penduduk negara tersebut. Hal ini karena masih adanya pengaruh hukum koloni Inggris yang pernah menjajah Malaysia.

Tampaknya hukum Islam di Malaysia masih membutuhkan penelaahan secara menyeluruh dan legislasi untuk membuat hukum Islam di Malaysia menjadi efektif.

b. Pelaksanaan Syari’at Islam di Indonesia

Sebenarnya istilah syari’at Islam dapat mengandung dua makna, yaitu dalam makna luas dan makna yang sempit. Dalam makna yang luas syari’at Islam mencakup seluruh ajaran Islam yang terkandung dalam Al Qur’an dan As Sunnah termasuk aspek aqidah, ahlak, ibadah serta hukum-hukum mua’malah. Sedangkan dalam arti sempit Syari’ah Islam adalah hukum-hukum ibadah maupun mu’amalah (termasuk hukum pidana) yang biasa disebut fiqh. Istilah syari’at Islam dalam makalah ini adalah dalam pengertian yang sempit itu dan lebih khusus lagi adalah mengenai hukum pidana Islam.

Sebelum kedatangan penjajah Belanda hukum Islam ini sudah berlaku di kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara ini. Akan tetapi setelah kedatangan penjajah Belanda penerapan syari’at Islam di persempit dalam bidang keperdataan saja khsususnya bidang hukum keluarga (pernikaran). Adapun bidang hukum pidana dan bidang hukum yang lainnya hanya dapat diterima apabila telah diresepsi ke dalam hukum adat sehingga menjadi kewenangan pengadilan Bumi Putera pada saat itu yaitu Landraad. Karena itulah Belanda mendirikan berbagai peradilan agama di Indonesia dengan nama yang berbeda-beda di berbagai daerah, antara lain : Kerapatan Qadi, Mahkamah Syariyah dan lain-lain.

Pemerintah jajahan Belanda pada saat itu menerapkan adatrechtpolitik (Lihat Daniel S. Lev, 1990) di Hindia Belanda yaitu membiarkan hukum adat tetap berlaku bagi golongan Indonesia asli sedangkan bagi golongan Eropa berlaku hukum Belanda berdasarkan asas konkordansi dari hukum yang berlaku di Negeri Belanda. Demikian juga bagi golongan Cina dan Timur Asing berlaku hukumnya masing-masing kecuali mereka menyatakan tunduk pada hukum golongan Eropa. Dengan berlakunya pluralisme hukum di Indonesia pada saat itu, pemerintah Belanda menerapakan suatu hukum untuk menjembataninya yaitu apa yang disebut dengan hukum antar golongan yang diterapkan manakala terjadi sengketa atau masalah antar orang yang tunduk pada hukum yang berbeda.

Setelah Indonesia merdeka, sumber pembentukan hukum nasional Indonesia adalah bersumber dari atau memperoleh pengaruh dari hukum Eropa warisan Belanda, hukum Islam serta hukum Adat ( baca Daniel S.Lev, 1990). Akan tetapi tetap membiarkan dan meneguhkan berlakunya hukum Islam bagi pemeluk Agama Islam pada bidang-bidang hukum keluarga (hukum perkawinan, hukum waris, waqaf, hibah dan wasiat) yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama. Usaha-usaha untuk menerapkan syariat Islam baik secara formal dengan melakukan transplantasi syari’ah ke dalam hukum nasional Indonesia maupun dengan proses resepsi nilai-nilai syari’ah Islam tetap dilakukan dan diperjuangkan oleh kalangan Islam.

Terdapat perkembangan yang semakin menarik setelah 50 tahun Indonesia merdeka. Saling pengaruh ketiga kelompok hukum ini mewarnai perdebatan politik hukum nasional Indonesia bahkan nampak terjadi gesekan-gesekan sosial dalam pembangunan hukum Indonesia, seperti dalam pembahasan mengenai undang-undang perkawinan, undang-undang pengadilan agama dan pada saat ini rancangan undang-undang hukum pidana. Walaupun harus diakui bahwa hingga saat sekarang ini pengaruh hukum Eropa bahkan hukum Anglo-Amerika mendapat kedudukan yang semakin kuat terutama dalam bidang hukum bisnis dan perdagangan, dan disusul oleh syari’at Islam terutama dalam bidang bisnis keuangan dan perbankan. Sementara hukum Adat jauh tertinggal dan hanya bertahan untuk sebahagiannya dalam hukum pertanahan.

Pada bidang ibadah pemberlakuan syariat Islam tidak mendapat halangan sedikitpun. Hal ini disebabkan oleh faham sekularisme yang memandang bahwa hal-hal yang terkait dengan ibadah adalah urusan prinadi setiap orang dan urusan internal agama masing-masing yang tidak bisa dicampuri oleh negara. Pada sisi lain, pemberlakuan hukum pidana atau hukum perdata Islam dalam negara mendapatkan tantangan perdebatan yang luas dari masyarakat karena akibat pandangan sekularisme juga, yang memandang bahwa hukum agama tidak bisa masuk dalam ranah negara atau publik.

c. Pelaksanaan syariat Islam di Mesir

Mesir meskipun pernah menjadi pusat khilafah Syi’ah Fatimiah dari tahun 969 sampai dengan 1171 M, dan Pusat khilafah Sunni Bani Abbas, ketika kerajaan Mamluk menguasai Mesir (1250-1517), dan pusat kesultanan Dinasti Ayyubiyah, namun sekarang Negara ini merupakan sebuah Negara Islam modern. Berbeda dengan Malaysia, Mesir merupakan Negara demokrasi, bukan kerajaan yang tidak lagi menggunakan sistem pemerintahan kerajaan Islam masa lalu yang pernah berdiri. Meskipun demikian, beberapa instansi yang ada pada masa lalu tetap dipertahankan seperti lembaga darul iftah yang dikepalai oleh Mufti. Sebagai Negara Islam yang penduduknya mayoritas muslim, dan memiliki UUD yang mencantumkan al-Quran dan al-Hadits sebagai sumber Dustur atau Undang-Undangnya, maka mesir memiliki lembaga atau institusi formal dalam struktur ketatanegaraannya yang mengurus umat Islam dan pelaksanaan syariat Islam.

Lembaga atau institusi Negara ini yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan syariat Islam, yaitu:

1. Kementrian Waqaf.

Diberbagai Negara Islam, khususnya di Timur Tengah, kementrian waqaf merupakan lembaga Negara yang khusus mengurus Negara Islam yang terkait dengan harta waqaf, ibadah, dan urusan keagamaan lainnya. Selain menangani wakaf dari umat Islam lembaga ini juga mengatur kepengurusan masjid serta seluruh perangkatnya seperti imam, khatib, dan perangkat masjid, dan jami’ lainnya.

2. Darul Ifta’

Lembaga darul Ifta’ dikepalai oleh seorang Mufti. Lembaga ini berfungsi menjawab masalah-masalah atau kasus-kasus keislaman yang diajukan atau ditanyakan dari masyarakat dan pemerintah. Mufti sebagai pejabat tinggi Negara setingkat perdana menteri yang merupakan penasehat pemerintah dalam soal keagamaan. Didarul ifta’ ini dikaji masalah keagamaan, dan hasilnya direkomendasikan untuk dilaksanakan oleh masyarakat dan pemerintah.



3. Jami’ah al-Azhar

Lembaga pendidikan ini dikepalai dan dijabat oleh soerang Syekh. Syekh ini diangkat langsung oleh presiden, seperti halnya perdana menteri. Lembaga ini berpusat di Kairo, dan disetiap provinsi terdapat Universitas al-Azhar.

4. Majma’ al-Buhus al-Islamiyyah

Lembaga ini beranggotakan dari semua lembaga di atas dan sejumlah ulama. Lembaga ini berfungsi melakukan kajian mengenai persoalan-persoalan keagamaan. Mufti menetapkan fatwa berdasarkan hasil kajian lembaga ini.

d. Pelaksanaan Syariat Islam di Jordania

Kerajaan Jordania merupakan bagian negeara Islam yang meneruskan tradisi masa lalu dair sistem pemerintahan Islam yakni sistek kerajaan yang dalam sejarah Islam bermula dengan berdirinya kerajaan Bani Umayyah pada tahun 661 M. penguasa negeri ini adalah keturunan keluarga Hasyimiah, serumpun dengan keluarga Ahli al-Bait (keluarga nabi Muhammad) dan keluarga Bani Abbas. Itulah sebabnya kerajaan ini bernama kerajaan Jordania al-Hasyimiah.

Sebagai kerajaan warisan kerajaan Islam masa lalu, undang-undang dasarnya dengan tegas mencantumkan Islam sebagai agama resmi Negara. Dalam urusan dan pengembangan Islam dan pelaksanaan syariatnya, dibentuk Negara atau institusi Negara, yaitu:





1. Kementrian Waqaf dan Urusan Islam (Wizaratul al-Auqaf wa al-Syu’unul Muqaddasah)

Lembaga ini didirikan untuk menangani seluruh harta waqaf dalam wilayah kerajaan yang terdiri dari masjid, sekolah ma’had, diniyah, tempat-tempat anak yatim, fakultas agama yang didanai dari angaran kementrian waqaf, perkuburan Islam, baik yang masih dipakai mengubur atau yang tidak, urusan haji, fatwa, serta mesjid yang tidak dibangun oleh kementrian waqaf.

2. Qadhil Qudhat

Qadhil Qudhad ini merupakan pejabat tertinggi di Jordania yang bertanggungjawab langsung dengan perdana menteri. Secara structural, Qadhil Qudhat membawahi dan membina adalah mahkamah syariah dan darul Ifta’.

Terhadap Mahkamah Syar’iyah, kantor atau lembaga Qadhil al-Qadhat memiliki peran dan posisis penting, baik menyangkut administrasi maupun peradilan. Perannya yang berkaitan dengan administrasi perkantoran antara lain:

a. Melakukan pengawasan terhadap jalannya administrasi/perkantoran terhadap Mahkamah Syar’iyah dan para hakimnya demi terselenggaranya proses peradilan yang berlaku.

b. Menjamin kebutuhan kantor Mahkamah Syar’iyah baik baik material maupun ketenangan untuk tercapainya tujuan Mahkamah Syar’iyah dalam pemeliharaan proses peradilan yang bersih.

c. Melaporkan ke perdana menteri keputusan-keputusan penting yang didata dari kantor Mahkamah Syar’iyah.

3. Mahkamah Syar’iyah

Mahkamah Syar’iyah di Yordania terdiri atas dua tingkat, yaitu Mahkamah Syar’iyah (ibtidaiyah) dan Mahkamah Isti’naf Asyari’ah. Yang pertama berjumlah 60 buah yang tersebar di 12 provinsi di seluruh Negara. Yang kedua hanya terdapat di kota Amman dan Palestina.

Mahkamah Syar’iyah memiliki tugas dan kewenangan dalam urusan Ahwal al-Syakhshiyyah yang meliputi:

a. Nikah, thalaq, dan rujuk

b. Nafkah istri, anak, dan ibu/bapak

c. Kehidupan rumah tangga sebagai konsekwensi terjadinya akad nikah

d. Perjanjian-perjanjian warisan, washiyat, perwalian, pemberian wakil perwalian, dan lain-lain

e. Pindah agama dari non Islam ke Islam

4. Diarrul Ifta’ (Kantor Pemberi Fatwa)

5. Muassasah Tanmiyatu Amwalul Aitam (Yayasan Pemeliharaan Harta Yatim)

6. Perguruan Tinggi
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Abdul Rahman Haji. Pemikiran Islam di Malaysia Sejarah dan Pemikiran. Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1997.

Ahmad, Amrullah et.al. Dimensi Hukum Islam dalam Sistim Hukum Nasional.Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1996.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedia Islam. Cet. III; Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1991.

Djamil, Fathurrahman. Filsafat Hukum Islam. Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.

Esposito, John L. dan John O. Volt Islam and Democracy. Diterjemahkan oleh Rahman Astuti dengan judul Demokrasi di Nagara-Negara Muslim Problem dan Prospek. Cet. I; Bandung: Mizan, 1999.

Farouk, Omar. “Penelitian Sosial dan Kebangkitan Islam di Malaysia”, Dalam Zaiful Muzani, Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara. Cet. I; Jakarta: LP3ES, 1993.

Glasse, Cyril. The Concise Encyclopedia of Islam Diterjemahkan oleh Ghuffron A. Mas’adi dengan judul Ensiklopedi Islam. Cet. II; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999.

Mu’allim, Amir dan Yusdani. Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam. Cet. I; Yogyakarta: UI Press, 1999.

Rahim Yunus Abd, Islam dalam Sejarah Keragaman Konsep dan Sistem. Cet. I Yogyakarta: Cakrawala Publishing, 2009.

Rahman, Fahim Abdullah bin Abdul. “Mahkamah Syari’ah Islam dan Permasalahannya”. Dalam Mimbar Hukum no.38 Tahun IX, Jakarta: Al-Hikmah, 1991.

Romli, Asep Syamsul M. Demonologi Islam Upaya Barat Membasmi Kekuatan Islam. Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 2000.

Tebba, Sudirman. Perkembangan Mutakhir Hukum Islam di Asia Tenggara Studi Kasus Hukum Keluarga dan Pengkodifikasiannya. Cet. I; Bandung: t.p., 1993.



0 komentar:

HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html