Dalam pendidikan Islam, Rasulullah SAW, adalah pendidik pertama dan terutama dalam dunia pendidikan Islam. Proses tramsformasi ilmu pengetahuan, internalisasi nilai-nilai spiritualisme dan bimbingan emosional yang dilakukannya dapat diketahui sebagi mukjizat luar biasa, yang manusia apa dan dimanapun tidak dapat melakukan hal yang sama.
Gambaran dan pola pendidikan Islam di periode Rasulullah SAW, fase Mekkah dan Madinah merupakan sejarah masa lalu yang perlu diungkapkan kembali, sebagai bahan perbandinagn, sumber gagasan, gambaran strategi menyukseskan pelaksanaan proses pendidikan Islam. Pola pendidikan di masa Rasulullah SAW, tidak lepas dari metode, evaluasi, materi, kurikulum, pendidik, peserta didik, lembaga, dasar, tujuan, dan sebagaimana yang bertalian dengan pelaksanaan pendidikan Islam, baik secra teoritis maupun praktis.
A. Pelaksanaan pendidikan di Mekkah era Rasulullah
Ilmu pendidikan Islam yang memfokuskan kajiannya pada peninggalan ajaran al-Quran dan diamalkan dan dinilai lebih unggul dibandingkan konsep pndidikan yang berasal dari sumber agama lainnya. Ajaran-ajaran tersebut telah terseleksi dalam sejarah yang amat panjang, yakni sejak Nabi Adam a.s hingga Nabi Muhammad Saw. Dengan sifatnya yang demikian, ajaran ini harus diabadikan sepanjang sejarah.
Pendidikan Islam terjadi sejak Nabi diangkat menjadi rasul di Mekkah dan beliau sendiri yang menjadi gurunya. Pendidikan masa ini merupakan prototype yang terus menerus dikembanagkan oleh umat Islam untuk kepentingan pendidikan pada zamannya. Pendidikan Islam yang dilakukan Nabi di Mekkah merupakan prototype yang bertujuan untuk membina pribadi Muslim agar menjadi kader yang berjiwa kuat dan dipersiapkan menjadi masyarakat Islam, mubalig dan pendidik yang baik.
Risalah yang diterima Nabi Muhammad disebarkan melalui dakwah atau pendidikan terhadap umat.pada awal kenabian, ia menyerukan penyempurnaan akhlak dan tauhid. Untuk misi ini, Nabi menerapkan dua pola hubungan, yaitu hubungan yang berkaitan dengan hablun min Allah dan hablun min al-nas.
Pada pola pertama, Nabi melaksanakan pendidikan terhadap umat sebagai dakwah terhadap risalah yang dibawanya yang memiliki nilai ibadah dihadapan Allah swt. Untuk itu, Dia menjalankan ibadah ini dengan ikhlas tanpa menuntut materi dari dakwah yang dilakukan. Sikap inipun Dia tanamkan pada sahabat dalam mengikuti dakwah nabi.
Pada pola kedua, Nabi langsung menjadi guru umat dan model dari akhlak yang diinginkan. Dengan demikian, umat langsung dapat melihat bentuk yang di inginkan Alquran dari sikap Rasulullah sehari-hari, karena Nabi mengemban tugasnya tidak sebatas di atas mimbar atau di dalam mesjid.
Pada hubungan sehari-hari sahabat sangat menghormati Nabi dan mendudukkan Nabi pada posisi yang tinggi, tapi nabi senantiasa bersikap tawadhu’. Di sinilah letak keseimbangan yang terjadi pada interaksi Rasulullah dan sahabat yang diikat dengan ukhuwah Islamiyah.
Pendidikan Islam pada masa awal Islam di Mekkah, seorang penulis membaginya menjadi tiga tahap, yaitu:
1. Tahap rahasia dan perorangan
Pada awal turunnya wahyu pertama (the first revelation), al-Quran surat 96, Ayat 1-5, pola pendidikan yang dilakukan adalah secara sembunyi-sembunyi, mengingat kondisi sosio-politik yang belum stabil, dimulai dari dirinya sendiri dan keluarga dekatnya. Mula-mula Rasulullah mendidik istrinya, Khadijah, untuk beriman dan menerima petunjuk-petunjuk Allah, kemudian diikuti oleh anak angkatnya Ali ibn Abi Thalib (anak pamannya) dan Zaid ibn Haritsah (seorang pembantu rumah tangganya, yang kemudian diangkat menjadi anak angkatnya). Kemudian sahabat karibnya, Abu Bakar Siddiq. Secara berangsur-angsur ajakan tersebut disampaikan secara meluas, tetapi masih terbatas di kalangan keluarga dekat dari suku Quraisy saja,[1] seperti Usman ibn Affan, Zubair ibn Awam, Sa’ad ibn Abi Waqas, Abbdurrahan ibn Auf, Thalhah ibn Ubaidilah, abu Ubaidillah, Abu Ubaidillah ibn Jahrah, Arqam ibn Arqam, Fatimmah binti Kahattab, Said ibn Zaid dan beberapa orang lainnya, mereka semua disebut tahap awal ini disebuat denagn Assabiquna al awwalun, artinya orang-orang yang mula-mula masuk Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang pertama pada era awala ini adalah, rumah Arqam ibn Arqam.[2]
2. Tahap terang-terangan
Pendidikan secara sembunyi-sembaunyi beralangsung selama tiga tahun, sampai turun awahyu berikutnya yang memerintahkan dakwah secara terbuka dan terang-terangan.[3] Ketika wahyu tersebut turun, beliau mengundang keluarga dekatnya untuk berkumpul di Bukit Shafa, menyerukan agar berhati-hati terhadap azab yang keras di hari kemudian (hari kiamat); bagi orang yang tidak mengakui Allah sebgai Tuhan Yang Maha Esa dan Muhammad sebagai utusan-Nya, seruan tersebut dijawab oleh Abu Lahab, ‘celakalah kamu Muhammad! Untuk inikah kamua mengumpulkan kami? Saat itu diturunkan wahyu yang menjelaskan perihal Abu Lahab dan Istrinya.[4]
Perintah dakwah secara terang-teranagn dilakukan oleh Rasullullah seiring dengan jumlah sahabat yang semakin banyak dan untuk meningkatkan jangkauan seruan dakwah, karena diyakini dengan dakwah tersebut banyak kaum Quraisy yang masuk Islam. Di samping itu, keberadaan rumag Arqam ibn Arqam sebagai pusat dan lembaga pendidikan Islam sudah diketahui oleh kuffar Quraisy.
3. Tahap untuk umum
Hasil seruan dakwah secara terang-terangan yang terfokus kepada keluarga dekat, sepertinya belum maksimal sesuai dengan apa yang diharapkan. Maka, Rasulullah mengubah strategi dakwahnya dari seruan yang terfokus kepada keluarga dekat beralih kepada seruan umum, umat manusia secara keseluruhan. Seruan dalam skala “internasional” tersebut, didasarka kepada perintah Allah, surat al-Hijr Ayat 94-95.[5] Sebagai tindak lanjut dari perintah tersebut, pada musim haji Rasulullah mendatangi kemah-kemah para jemaah haji. Pada awalnya tidak banya yang menerima, kecuali sekelompok ja’mah haji dari Yatsrib, kabilah Kharaj, yang memerima dakwah secara antusias. Dari sini sinar Islam memancar ke luar Mekkah.
Pada fase Mekkah, Rasulullah beserta para sahabat menghadapi sejumlah tantangan dan ancaman dari kaum Quraisy. Menuerut Ahmad Syalaby yang dikutip Soekarno, bahwa faktor-faktor yang mendorong kaum Quraisy menentang seruan Islam sebagai berikut:
a. Persaingan kekuasaan (persamaan hak antara kasta bangsawan dan kasta hamba sahaya yang dilakukan oleh Rasulullah)
b. Takut bangkit, kaum Quraisy tidak menerima Agama Islam yang mengajarkan bahwa manusia akan hidup kembali sesudah mati
c. Taklid kepad nenek moyang secara membabi-buta dan mengikuti langkah-langkah mereka dalam soal peribadatan dan pergaulan adalah suatu kebiasaan yang telah berurat akar pada bangsa Arab
d. Memeperniagakan patung. Agama Islam melarang menyembah, memahat dan menjual patung. Karena itu saudagar-saudagar patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki, dan akan menyebabkan perniagaan mereka mati dan lenyap.
Menghadapi tantangan tersebut, Rasulullah SAW dan para sahabat memutuskan untuk berhijrah ke Madinah.[6] Meskipun begitu, hijrahnya kaum Muslimin dari Mekah ke Madinah bukan saja dikarenakan tekanan da ancaman kuffar Quraisy, akan tetapi merupakan salah satu momentum strategis untuk membentuk formulasi baru dalam pengembangan dakwah dan pendidikan Islam berikutnya.
Ketika Rasulullah dan para sahabt hijrah ke Madinah, salah satu program pertama yang beliau lakukan adalah pembangunan sebuah mesjid. Meskipun demikian, eksistensi kuttab sebagai lembaga pendidikan di Madinah, tetap dimanfaatkan setelah hijrah ke Madinah. Bahkan materi dan penyajiannya lebih dikembangkan seiring dengan banyaknya wahyu yang diterima Rasulullah, misalnya materi jual beli, materi keluarga, materi sosiopolitik, tanpa meninggalkan materi yang sudah biasa dipakai di Mekkah seperti materi Tauhid dan Akidah.
Kurikulum pendidikan Islam pada periode Rasulullah baik di Makkah maupun Madinah adalah al-Quran, yang Allah wahyukan sesuai dengan kondisi dan situasi, kejadian dan peristiwa yang dialami umat Islam saat itu.
Mahmud Yunus mengklasifikasikan materi pendidikan kepada dua macam, yaitu materi pendidikan yang diberikan di Mekkah dan materi pendidikan di Madinah. Intisari materi yang di berikan di Mekkah yaitu keimanan, ibadah, dan akhlak.
- Pendidikan keimanan. Materi keimanan yang menjadi pokok pertama adalah iman kepada Allah Yang Maha Esa, beriman bahwa Muhammad adalah Nabi dan Rasul Allah, diwahyukan kepada al-Quran sebagai petunjuk dan pengajaran bagi seluruh umat manusia.
- Pendidikan ibadah. Amal ibadah yang diperintahkan di Mekkah ialah shalat, sebagai pernyataan mengabdi kepada Allah, ungkapan syukur, membersihkan jiwa, dan menghubungkan hati kepada Allah. Dengan sembahyang dapat terhindar dari perbuatan keji dan mungkar.
- Pendidikan akhlak. Nabi menganjurkan penduduk Mekkah yang telah masuk Islam agar melaksanakan akhlak yang baik, seperti adil tepat janji, pemaaf, tawakal, bersyukur atas nikmat Allah, tolong-menolong, berbuat baik kepada Ibu-Bapak, memberi makan orang miskin dan orang musyafir, dan meninggalkan akhlak yang buruk.
Lembaga pendidikan Islam pada fase Mekkah terdapat dua macam, yaitu:
- Rumah Arqam ibn Arqam merupakan tempat yang pertama berkumpulnya kaum muslimin beserta Rasulullah untuk belajar hukum-hukum dan dasar ajaran Islam.
- Kuttab, pendidikan di kuttab fokus terhadap baca tulis sastra, syair Arab dan pelajaran berhitung ditambah dengan materi baca tulis al-Qura.
B. Pelaksanaan pendidikan di Madinah era Rasulullah
Intisari pendidikan agama yang diterapkan Nabi di Madinah dapat diklasifikasikan sebagai berikut;
- Pendidikan keimanan. Tentan keimanan diperkuat denagn keterangan-keterangan yang dibacakan oleh Nabi dari ayat-ayat al-Quran, serta sabda beliau sendiri. Di Madinah ditetapkan keimanan itu terdiri dari enam perkara; iman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, dan iman kepada takdir.
- Pendidikan ibadah. Untuk ibadah shalat, disamping shalat lima waktu yang telah disampaikan di Mekkah ditambah dengan shalat Jum’at sebgai ganti Zuhur
- Pendidikan akhlak. Pendidikan akhlah yang diberikan di Makkah lebih diperinci lagi, seperti adab masuk rumah, adab bercakap-cakap, bertetangga, bergaul dalam masyarakat
- Pendidikan kesehatan (jasmani). Pendidikan jasmani dapat dilihat dari dlam amal ibadah yang dilakukan sehari-hari, seperti puasa, shalat, wadhu, mandi,.
- Pendidikan kemasyarakatan. Zakat termasuk ibadah yang sangat penting dalam masyarakat. Syariat yang berhubungan dengan masyarakat misalnya; hal yang berhubungan dengan rumah tangga yang dinamai; hal-hal perseorangan, seperti hukum perkawinan dan hukum warisan.serta hal-hal yang berhubungan dengan pergaulan sesama manusia.
Pendidikan pada fase Mekkah terbagi kepada dua bagian, yaitu; (pendidikan tauhid); (2) pengajaran al-Quran
- Materi pendidikan tauhid dalam teori dan praktiknya. Materi ini lebih di fokuskan untuk memurnikan ajaran agama tuhid yang dibawa Nabi Ibrahim. Secara praktis pendidikan tauhid diberikan melalui cara-cara yang bijaksana,menuntun akal pikiran denagn mengajak umatnya untuk membaca, memperhatikan dan memerhatikan kekuasan dan kebesaran Allah. Rasulullah langsung menjadi contoh bagi umatnya, hasilnya kebiasaan masyarakat Arab yang mnyembah berhala, maka diganti denagan mengagungkan dan menyembah Allah SWT.
- Materi pengajaran al-Quran. Pada awal turunnya al-Quran para sahabat mempelajari al-Quran di rumah-rumah seperti di rumah Arqam ibn Arqam. Mereka berkumpul membaca al-Quran, memahami setiap kandungannya dengan cara mentadarusinya secara sembunyi-sembunyi.
Pada fase Madinah, materi yang diberikan cakupannya lebih kompleks dibandingakan denagn materi pendidikan pada fase Mekkah, seperti;
- Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru, menuju kesatuan sosial dan politik
- Materi pendidikan sosial dan kewarganegaraan yang terdiri dari;pendidikan ukhuwah (persaudaraan) antara kaum muslimin, pendidikan kesejahteraan keluarga,
- pendidikan untuk anak berupa tauhid, pendidikan sholat, adab sopan santun dlam keluarga dan masyarakat, pendidikan kepribadian
- materi pendidikan pertahanan dan ketahanan dakwah Islam.
Lembaga yang digunakan sebagai tempat pembelajaran pada fase Madinah adalah mesjid. Mejid itulah pusat kegiatan Nabi Muhammad saw bersama dengan kaum muslimin, untuk secara bersama membina masyarakat baru, mencerminlkan persatuan dan kesatuan umat. Suatu kebijaksanaan yang sangat efektifdalam pembinaan dan pengembangan masyarakat baru di Madinah, adalah disyariatkannya media komunikasi berdasarkan wahyu, yaitu shalat Jumat yang dilaksanakan secara berjamaah dan azan.
KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan fase Mekkah dan Madinah memiliki persamaan dan perbedaan, dari segi materi dan tahapan pendidikan. Kurikulum yang dipakai Mekkah dan Madinah sama, yaitu al-Quran dan hadis Nabi Muhammad. Di Mekkah, materi pendidikan lebihdiorientasikan pada tauhid dan aqidah. Hal itu dilakukan karena kondisi masyarakatnya yang menyembah patung dan berhala serta kondisi geografis yang gersang dan tandus.
Pendidikan di Madinah lebih diorientasikan pada aspek sosial, keluarga dan persaudaraan di samping pendalaman materi yang telah disampaikan di Mekkah, hal ini dilakukan melihat kondisi sosial Madinah yang lebih kondusif, cinta damai serta kondisi geografis yang lebih subur. Hanya saja kurikulum di Madinah lebih kompleks cakupannya, seiring dengan bertambahnyawahyu yang diturunkan kepada Rasulullah saw.
Daftar Pustaka
Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam:Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia. Ed.I Cet.4; Jakarta; Kencana, 20011.
Nata, Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam: Periode Klasik dan Pertengahan. Cet. 2; Jakarta; RajaGrafindo, 2010.
[1] Lihat, QS.26: 213-216.
[2] Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, terj. Ali Audah, (Jakarta: Tintamas, 1972), h. 30-32.
[3] Lihat, QS. 22.: 94.
[4] Lihat, QS. 111:1-5
[5] Soekarno dan Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa Bandung, 1990), cet. Ke-2, h32.
[6] Surat At-Taubah; Ayat20
0 komentar:
Post a Comment