Dalam jiwa manusia terdapat keindahan yang melekat secara
utuh, naluri yang tertanam akan budaya ataupun kebudayaan, segala bentuk yang
membuat manusia itu hidup tertata dalam masyarakat adalah budaya itu sendiri
yang dimana setiap manusia wajib melestarikan budaya demi kesejahteraan dalam
hidup bermasyarakat. Dengan melestarikan budaya nasional, warga Indonesia mampu
mencerminkan jati diri bangsa Indonesia yang bersumber terhadap keselarasan jiwa
setiap masyarakatnya, untuk itulah manusia yang ideal harus menganggap budaya
sebuah hal yang intens.
Dari berbagai definisi budaya yang terbilang banyak, dapat
diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi
tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam
pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat
abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan
oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan
benda-benda yang bersifat nyata (konkrit), misalnya pola-pola perilaku, bahasa,
peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang
kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
Sejarah Berdirinya Suku Bugis di Indonesia
Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Deutero
Melayu. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia
tepatnya Yunan. Kata “Bugis” berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang
Bugis. Penamaan “ugi” merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di
Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi.
Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka
merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau
orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We
Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayahanda dari Sawerigading.
Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak
termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar di dunia dengan jumlah
kurang lebih 9000 halaman folio.
Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di Ware) adalah
kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam tradisi masyarakat
Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk, Kaili,
Gorontalo dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton.
Dalam perkembangannya, komunitas ini berkembang dan
membentuk beberapa kerajaan. Masyarakat ini kemudian mengembangkan kebudayaan,
bahasa, aksara, dan pemerintahan mereka sendiri. Beberapa kerajaan Bugis klasik
antara lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa, Sawitto, Sidenreng dan Rappang.
Meski tersebar dan membentuk suku Bugis, tapi proses pernikahan menyebabkan
adanya pertalian darah dengan Makassar dan Mandar.
Saat ini orang Bugis tersebar dalam beberapa Kabupaten yaitu
Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Sinjai, Barru. Daerah peralihan
antara Bugis dengan Makassar adalah Bulukumba, Sinjai, Maros, Pangkajene
Kepulauan. Daerah peralihan Bugis dengan Mandar adalah Kabupaten Polmas dan
Pinrang. Kerajaan Luwu adalah kerajaan yang dianggap tertua bersama kerajaan
Cina (yang kelak menjadi Pammana), Mario (kelak menjadi bagian Soppeng) dan
Siang (daerah di Pangkajene Kepulauan)
Letak Geografis Makassar
Kota Makassar mempunyai posisi strategis karena berada di
persimpangan jalur lalu lintas dari arah selatan dan utara dalam propinsi di
Sulawesi, dari wilayah kawasan Barat ke wilayah kawasan Timur Indonesia dan
dari wilayah utara ke wilayah selatan Indonesia. Dengan kata lain, wilayah kota
Makassar berada koordinat 119 derajat bujur timur dan 5,8 derajat lintang
selatan dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari permukaan
laut. Kota Makassar merupakan daerah pantai yang datar dengan kemiringan 0 - 5
derajat ke arah barat, diapit dua muara sungai yakni sungai.Tallo yang bermuara
di bagian utara kota dan sungai Jeneberang yang bermuara di selatan kota. Luas
wilayah kota Makassar seluruhnya berjumlah kurang lebih 175,77 Km2 daratan dan
termasuk 11 pulau di selat Makassar ditambah luas wilayah perairan kurang lebih
100 Km².
Bahasa suku Bugis
Membahas tentang bahasa Bugis adalah hal yang sangat
kompleks, namun sesuai dengan permintaan Bang Atta, aku
berupaya mencari literatur tentang itu.Adalah suatu kehormatan besar memenuhi
permintaan seorang sahabat yang masih satu Anchestor. Namun
sebelum itu saya mulai dari pengenalan aksara bugis itu sendiri, yang dikenal
dengan nama Lontara.
Lontara Bugis-Makassar merupakan sebuah huruf yang sakral
bagi masyarakat bugis klasik. Itu dikarenakan epos la galigo di tulis
menggunakan huruf lontara. Huruf lontara tidak hanya digunakan oleh masyarakat
bugis tetapi huruf lontara juga digunakan oleh masyarakat makassar dan
masyarakat luwu.
Dahulu kala para penyair-penyair bugis menuangkan fikiran
dan hatinya di atas daun lontara dan dihiasi dengan huruf-huruf yang begitu
cantik sehingga tersusun kata yang apik diatas daun lontara dan karya-karya itu
bernama I La Galigo.
Bahasa Bugis merupakan bahasa yang digunakan etnik Bugis
di Sulawesi Selatan, yang tersebar di kabupaten sebahagian Kabupaten Maros,
sebahagian Kabupaten Pangkep, Kabupaten Barru, Kota Pare-pare, Kabupaten
Pinrang, sebahagian kabupaten Enrekang, sebahagian kabupaten Majene, Kabupaten
Luwu, Kabupaten Sidenrengrappang, Kabupaten Soppeng,Kabupaten Wajo, Kabupaten
Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bulukumba, dan Kabupaten Bantaeng. Masyarakat
Bugis memiliki penulisan tradisional memakai aksara Lontara. Pada dasarnya,
suku kaum ini kebanyakannya beragama Islam Dari segi aspek budaya, suku kaum
Bugis menggunakan dialek sendiri dikenali sebagai ‘Bahasa Ugi’ dan mempunyai
tulisan huruf Bugis yang dipanggil ‘aksara’ Bugis. Aksara ini telah wujud sejak
abad ke-12 lagi sewaktu melebarnya pengaruh Hindu di Kepulauan Indonesia.
Kesenian Suku Bugis
Alat musik:
Kacapi (kecapi)
Salah satu alat musik petik tradisional Sulawesi Selatan
khususnya suku Bugis, Bugis Makassar dan Bugis Mandar. Menurut sejarahnya
kecapi ditemukan atau diciptakan oleh seorang pelaut, sehingga bentuknya
menyerupai perahu yang memiliki dua dawai,diambil karena penemuannya dari
tali layar perahu. Biasanya ditampilkan pada acara penjemputan para tamu, perkawinan,
hajatan, bahkan hiburan pada hari ulang tahun.
Sinrili
Alat musik yang mernyerupai biaola cuman kalau biola di
mainkan dengan membaringkan di pundak sedang singrili di mainkan dalam
keedaan pemain duduk dan alat diletakkan tegak di depan pemainnya.
Gendang
Musik perkusi yang mempunyai dua bentuk dasar yakni bulat
panjang dan bundar seperti rebana.
Suling
Suling bambu/buluh, terdiri dari tiga jenis, yaitu:
Suling panjang (suling lampe), memiliki 5 lubang nada.
Suling jenis ini telah punah. Suling calabai (Suling ponco),sering dipadukan dengan piola
(biola) kecapi dan dimainkan bersama penyanyi
Suling dupa samping (musik bambu), musik bambu masih
terplihara di daerah Kecamatan Lembang. Biasanya digunakan pada acara karnaval
(baris-berbaris) atau acara penjemputan tamu.
Seni Tari
Tari pelangi; tarian pabbakkanna lajina atau biasa disebut
tari meminta hujan.
Tari Paduppa Bosara; tarian yang mengambarkan bahwa orang
Bugis jika kedatangan tamu senantiasa menghidangkan bosara, sebagai tanda
kesyukuran dan kehormatan
Tari Pattennung; tarian adat yang menggambarkan
perempuan-perempuan yang sedang menenun benang menjadi kain. Melambangkan
kesabaran dan ketekunan perempuan-perempuan Bugis.
Tari Pajoge’ dan Tari Anak Masari; tarian ini dilakukan oleh
calabai (waria), namun jenis tarian ini sulit sekali ditemukan bahkan
dikategorikan telah punah.
Jenis tarian yang lain adalah tari Pangayo, tari Passassa
,tari Pa’galung, dan tari Pabbatte (biasanya di gelar padasaat Pesta Panen).
Makanan Khas
Coto makassar
Konro
Sop saudara
Pisang epe’
Pisang ijo
Palu bassah
Pala butung
Nasu palekko (bebek)
Sistem Kepercayaan Kebudayaan Suku Bugis Makassar
Orang Bugis-Makassar lebih banyak tinggal di Kabupaten Maros
dan Pangkajene Propinsi Sulawesi Selatan. Mereka merupakan penganut agama Islam yang taat. Agama
Islam masuk ke daerah ini sejak abad ke-17. Mereka dengan cepat menerima ajaran
Tauhid. Proses islamisasi di daerah ini dipercepat dengan adanya kontak
terus-menerus dengan pedagang-pedagang melayu Islam yang sudah menetap di
Makassar. Pada zaman pra-Islam, religi orang Bugis-Makassar, seperti tampak
dalam Sure’ Galigo, mengandung suatu kepercayaan kepada satu dewa tunggal yang
disebut dengan beberapa nama, yaitu:
Patoto-e, yaitu Dia yang menentukan nasib.
Dewata Seuwa-e, yaitu Dewa yang tunggal.
Turie a’rana, yaitu Kehendak yang tertinggi.
Sisa-sisa kepercayaan ini masih terlihat pada orang To
Lotang di Kabupaten Sindenreng-Rappang, dan pada orang Amma Towa di Kajang,
Kabupaten Bulukumba. Orang Bugis-Makassar masih menjadikan adat mereka sebagai
sesuatu yang keramat dan sakral. Sistem adat yang keramat itu didasarkan pada
lima unsur pokok sebagai berikut:
Ade’ (ada’ dalam bahasa Makassar) adalah bagian dari
panngaderrang yang terdiri atas:
Ade’ Akkalabinengneng, yaitu norma mengenai perkawinan,
kaidah-kaidah keturunan, aturan-aturan mengenai hak dan kewajiban warga rumah
tangga, etika dalam hal berumah tangga, dan sopan-santun pergaulan antar kaum
kerabat.
Ade’ tana, yaitu norma mengenai pemerintahan, yang terwujud
dalam bentuk hukum negara, hukum antarnegara, dan etika serta pembinaan insan
politik. Pembinaan dan pengawasan ade’ dalam masyarakat Bugis-Makassar
dilakukan oleh beberapa pejabat adat, seperti pakka-tenni ade’, pampawa ade’,
dan parewa ade.’
Bicara, berarti bagian dari pangaderreng, yaitu mengenai
semua kegiatan dan konsep-konsep yang bersangkut paut dengan hukum adat, acara
di muka pengadilan, dan mengajukan gugatan.
Rampang, berarti perumpamaan, kias, atau analogi. Sebagai
bagian dari panngaderreng, rampang menjaga kepastian dan kesinambungan suatu
keputusan hakim tak tertulis masa lampau sampai sekarang dan membuat analogi
hukum kasus yang dihadapi dengan keputusan di masa lampau. Rampang juga berupa
perumpamaan-perumpamaan tingkah-laku ideal dalam berbagai bidang kehidupan, baik
kekerabatan, politik, maupun pemerintahan.
Wari, adalah bagian dari panngaderreng yang berfungsi
mengklasifikasikan berbagai benda dan peristiwa dalam kehidupan manusia.
Misalnya, dalam memelihara garis keturunan dan hubungan kekerabatan antarraja.
Sara', adalah bagian
dari pangaderreng, yang mengandung pranata hukum, dalam hal ini ialah hukum
Islam.
Kelima unsur keramat di atas terjalin menjadi satu dan mewarnai
alam pikiran orang Bugis-Makassar. Unsur tersebut menghadirkan rasa sentimen
kewargaan masyarakat, identitas sosial, martabat, dan harga diri, yang tertuang
dalam konsep siri. Siri ialah rasa malu dan rasa kehormatan seseorang.
Sistem Kekerabatan Kebudayaan Suku Bugis Makassar
Perkawinan ideal menurut adat Bugis Makassar adalah:
Assialang marola, yaitu perkawinan antara saudara sepupu
sederajat kesatu, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.
Assialana memang, yaitu perkawinan antara saudara sepupu
sederajat kedua, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.
Ripanddeppe’ mabelae, yaitu perkawinan antara saudara sepupu
sederajat ketiga, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.
Perkawinan tersebut, walaupun ideal, tidak diwajibkan
sehingga banyak pemuda yang menikah dengan gadis-gadis yang bukan sepupunya.
Perkawinan yang dilarang atau sumbang (salimara’) adalah
perkawinan antara:
Anak dengan ibu atau ayah.
Saudara sekandung.
Menantu dan mertua.
Paman atau bibi dengan kemenakannya.
Kakek atau nenek dengan cucu.
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sebelum perkawinan
adalah:
Mappuce-puce, yaitu kunjungan dari keluarga si laki-laki
kepada keluarga si gadis untuk mengadakan peminangan.
Massuro, yaitu kunjungan dari utusan pihak keluarga laki-laki
kepada keluarga si gadis untuk membicarakan waktu pernikahan, jenis sunreng
(mas kawin), dan sebagainya.
Maduppa, yaitu pemberitahuan kepada seluruh kaum kerabat
mengenai perkawinan yang akan datang.
Rumah Adat Bugis
Setiap budaya memiliki Ciri Khas Rumah Adatnya
Masing-masing. Begitu Pula Dengan Bugis,
rumah adat bugis itu
terdiri dari tiga Bagian. Yang Dimana Kepercayaan Tersebut terdiri atas :
Boting Langiq (Perkawinan Di langit yang Dilakukan Oleh We
Tenriabeng)
Ale Kawaq (Di bumi. Keadaan-keadaan yang terjadi Dibumi)
Buri Liu (Peretiwi/Dunia Bawah Tanah/Laut) yang masih
mempercayai bahwa
Bagian-Bagian Dari Rumah Adat Bugis
Rakkeang, adalah bagian diatas langit - langit ( eternit ).
Dahulu biasanya digunakan untuk menyimpan padi yang baru di panen.
Ale Bola, adalah bagian tengah rumah. dimana kita tinggal.
Pada ale bola ini, ada titik sentral yang bernama pusat rumah
Awa bola, adalah bagian di bawah rumah, antara lantai rumah
dengan tanah.
Rumah ini bisa berdiri tampa mengunakan satu paku pun orang
daluhu kala mengantikan Fungsi Paku Besi menjadi Paku Kayu.
Rumah adat suku Bugis Makassar dapat di bedakan berdasarkan
status sosial orang yang menempatinya, Rumah Saoraja (Sallasa) berarti rumah
besar yang di tempati oleh keturunan raja (kaum bangsawan) dan bola adalah
rumah yang di tempati oleh rakyat biasa.
Tipologi kedua rumah ini adalah sama-sama rumah panggung,
lantainya mempunyai jarak tertentu dengan tanah, bentuk denahnya sama yaitu
empat persegi panjang. Perbedaannya adalah saoraja dalam ukuran yang lebih luas
begitu juga dengan tiang penyangganya, atap berbentuk prisma sebagai penutup
bubungan yang biasa di sebut timpak laja yang bertingkat-tingkat antara tiga
sampai lima sesuai dengan kedudukan penghuninya.
Rumah adat suku bugis baik
saoraja maupun bola terdiri atas tiga bagian : Awa bola ialah kolong yang
terletak pada bagian bawah, yakni antara lantai dengan tanah. Kolong ini biasa
pada zaman dulu dipergunakan untuk menyimpan alat pertanian, alat berburu, alat
untuk menangkap ikan dan hewan-hewan peliharaan yang di pergunakan dalam
pertanian.
Alle bola ialah badan rumah yang terdiri dari lantai dan dinding
yang terletak antara lantai dan loteng. Pada bagian ini terdapat
ruangan-ruangan yang dipergunakan dalam aktivitas sehari-hari seperti menerima
tamu, tidur, bermusyawarah, dan berbagai aktifitas lainnya. Badan rumah tediri
dari beberapa bagian rumah seperti:
lotang risaliweng, Pada bagian depan
badan rumah di sebut yang berfungsi sebagai ruang menerima tamu, ruang tidur
tamu, tempat bermusyawarah, tempat menyimpan benih, tempat membaringkan mayat
sebelum dibawa ke pemakaman.
Lotang ritenggah atau Ruang tengah, berfungsi
sebagai tempat tidur kepala keluarga bersama isteri dan anak-anaknya yang belum
dewasa, hubungan social antara sesama anggota keluarga lebih banyak berlangsung
disini.
Lontang rilaleng atau ruang belakang, merupakan merupakan tempat
tidur anak gadis atau orang tua usia lanjut, dapur juga di tempatkan pada
ruangan ini yang dinamakan dapureng atau jonghe. · Rakkeang ialah loteng yang
berfungsi sebagai tempat menyimpan hasil pertanian seperti padi, jagung, kacang
dan hasil perkebunan lainnya.
Sebagaimana halnya unsur-unsur kebudayaan lainnya
maka teknologi arsitektur tradisionalpun senantiasa mengalami perubahan dan
perkembangan. Hal ini juga mempengaruhi arsitektur tradisional suku bangsa
bugis antara lain bola ugi yang dulunya berbentuk rumah panggung sekarang
banyak yang di ubah menjadi rumah yang berlantai batu. Agama Islam juga memberi
pengaruh kepada letak dari bagian rumah sekarang yang lebih banyak berorientasi
ke Kabah yang merupakan qiblat umat Isalam di seluruh dunia. Hal tersebut di
karenakan budaya Islam telah membudaya di kalangan masyarakat bugis makassar,
symbol-simbol yang dulunya di pakai sebagai pengusir mahluk halus yang biasanya
diambil dari dari jenis tumbuh-tumbuhan dan binatang tertentu dig anti dengan
tulisan dari ayat-ayat suci Al-Qur’an
Pakaian adat Suku Bugis
Pakaian adat khas wanita Bugis Makassar adalah baju bodo.
Baju bodo berupa kain sarung yang berwarna merah hati, biru, dan hijau.
KESIMPULAN
Sistem Sosial Budaya adalah suatu keseluruhan dari
unsur-unsur tata nilai, tata sosial, dan tata laku manusia yang saling
berkaitan dan masing-masing unsur bekerja secara mandiri serta bersama sama
satu sama lain saling mendukung untuk mencapai tujuan hidup manusia dalam
bermasyarakat.
Suku Bugis Makassar merupakan sebuah suku yang kaya akan
kebudayaan. Persentase jumlah penduduk suku Bugis di Sulawesi Selatan adalah
sekitar 62,5% dan suku Makassar sekitar 26,7%. Bentuk desa di Sulawesi Selatan
sekarang merupakan kesatuan-kesatuan administratif, gabungan sejumlah kampung
lama (desa gaya baru). Sistem kekerabatan dalam kebudayaan Bugis-Makassar masih
cukup kental, lapisan masyarakat Bugis dan Makassar terdiri dari 3 yaitu anak arung
atau lapisan kaum kerabat raja-raja, tom aradeka atau lapisan orang merdeka,
dan ata atau lapisan orang budak.
Sekitar 90% dari penduduk Sulawesi Selatan adalah pemeluk
agama Islam, sedangkan hanya10% memeluk agama Kristen Protestan atau Katolik.
Karena masyarakat Bugis dan Makassar tersebar di dataran rendah yang subur
dan pesisir, maka kebanyakan dari masyarakat Bugis hidup sebagai petani dan
nelayan.
Mata pencaharian lain yang diminati orang Bugis
adalah pedagang. Kemudian ada sisi seni juga yang biasanya menjadi mata
pencarian bagi sukuBugis dan Makassar, yakni pembuatan sarung tenun sutra.
Bahasa yang diucapkan oleh sukuBugis disebut bahas ugi sementara suku Makassar
disebut mangkasara. Adapun huruf yang dipakai dalam naskah Bugis maupun Makassar
yakni, aksara lontara. Diantara buku terpenting dalam kesusasteraan suku
Bugis-Makassar adalah buku sure galigo, suatu himpunan besar dari mitologi yang
bagi kebanyakan orang mempunyai nilai yang keramat.
Potensi paling besar bagi masyarakat Bugis-Makassar adalah
dalam sektor pelayaran rakyatdan perikanan, karena usaha-usaha ini sudah
merupakan usaha-usaha yang telah dijalankan sejak beberapa abad lamanya oleh
orang Bugis-Makassar, sehingga dapat dikatakan telah mendarah daging dalam alam
jiwa mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Kadir. 2004, Masuknya Islam di Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Ternggara. Makassar: Balai Litbang Agama Makassar.
Garna, Judistira K. 1991. Sistem Budaya Indonesia. Bandung:
Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
Mattuladda. 1974. Bugis Makassar, Manusia dan Kebudayaan.
Makassar: Berita Antropologi No. 16, Fakultas Sastra UNHAS.
------------. 1975. Latoa, Suatu Lukisan Analitis
Antropologi Politik Orang Bugis. Makassar: Disertasi.
1 komentar:
Coto Makassar menjadi salah satu kuliner yang banyak disukai...
http://www.marketingkita.com/2017/08/Manajemen-Sumber-Daya-Manusia-Dalam-Ilmu-Marketing.html
Post a Comment