Wednesday, 31 December 2014

Dinasti-Dinasti Kecil Di Baghdad ( THAHIRIYYAH)

Racik-Meracik.Pada beberapa periode perkembangan peradaban Islam terdapat beberapa dinasti besar, salah satunya adalah dinasti Abbasiyah, yang Dinasti Abbasiyah ini merupakan dinasti yang melanjutkan kekuasaan dari dinasti sebelumnya yakni Dinasti Bani Ummayah. Masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah berlangsung dalam waktu yang cukup panjang yakni sekitar 508 tahun (750 M-1258 M), masa kekuasaan yang cukup panjang tersebut dibagi dalam beberapa periode.[1]


Di detik-detik terakhir kekuasaan Dinasti Abbasiyah, secara tepat pada saat kekuasaan dari Dinasti Abbasiyah melemah karena khalifah yang berkuasa di masa itu lebih menekankan kebijakan tentang pembinaan peradaban dan kebudayaan dibandingkan dengan persoalan-persoalan politik, maka akibatnya dinasti-dinasti kecil yang ada di pinggiran melepaskan diri dari kekuasaan Bani Abbasiyah.[2]

Setelah Pemerintahan Dinasti Umayyah, digantikan oleh pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti kedua dalam sejarah pemerintahan umat Islam. Abbasiyah dinisbatkan kepada al-Abbas paman Nabi Muhammad saw, kehadiran dinasti ini sebagai bentuk dukungan terhadap pandangan yang diserukan oleh Bani Hasyim setelah Rasulullah saw wafat. yakni menyandarkan khilafah kepada keluarga Rasul dan kerabatnya.[3]

Masa kekhalifahan Dinasti Abbasiyah (Bani Abbas) adalah merupakan simbol kemajuan peradaban Islam dan kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam. Kekhalifahan Dinasti Abbasiyah ini berlangsung cukup lama yakni tahun 750-1258 M, dinasti ini di samping mengalami kemajuan yang cukup pesat juga mengalami kemunduran dan bahkan kehancuran. 

Menurut para pakar sejarah Islam, Daulah Abbasiyah ( 750-1258 M ) telah berjasa dalam memajukan umat Islam. Hal ini ditandai oleh kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, peradaban, kesenian, dan filsafat. Data monumental dari Daulah Abbasiyah, yaitu berdirinya kota Baghdad yang megah, kota yang didirikan atas prakarsa raja-raja dinasti ini. Menurut Philip K. Hitti, kota Baghdad merupakan kota terindah yang dialiri sungai dan dihiasi benteng-benteng yang kuat serta pertahanan militer yang cukup kuat.[4] Sekalipun demikian, dinasti ini tidak mampu mempertahankan integritas negerinya, karena setelah khalifah Harun Al-Rasyid, daerah kekuasaan dinasti ini mulai goyah, baik daerah yang ada di bagian Barat maupun yang ada di bagian Timur Baghdad. Di bagian Timur, menurut J.J. Saunder berdiri dinasti-dinasti kecil, yaitu Thahiriyah, Saffariyah, dan Samaniyah.[5]

A. DINASTI THAHIRIYYAH (205 – 259 H / 821 – 873 M) 

1. Sejarah Pendirian

Thahiriyah merupakan salah satu dinasti yang muncul pada masa Daulah Abbasiyah di Sebelah Timur Baghdad, berpusat di Khurasan dengan ibu kota Naisabur. Dinasti ini didirikan oleh Thahir ibn Husein pada 205H/821 M di Khurasan, dinasti ini bertahan hingga tahun 259 H/873 M.[6] Thahir muncul pada saat pemerintahan Abbasiyah terjadi perselisihan antara kedua pewaris tahta kekhalifahan antara Muhammad al-Amin (memerintah 194-198 H/809-813 M), anak Harun ar-Rasyid dari istrinya yang keturunan Arab (Zubaidah) sebagai pemegang kekuasaan di Baghdad dan Abdullah al-Makmun anak Harun al-Rasyid dari istrinya yang keturunan Persia, sebagai pemegang kekuasaan di wilayah sebelah Timur Baghdad.[7]

Thahir Ibn Husein merupakan seorang jenderal pada masa khalifah Dinasti Abbasiyah yang lahir di desa Musanj dekat Marw dan dia berasal dari seorang keturunan wali Abbasiyah di Marw dan Harrah, Khurasan, Persia bernama Mash’ab ibn Zuraiq. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa hubungan antara pemerintahan Abbasiyah di Baghdad dan keluarga Thahir sudah terjalin sejak lama. Karena itu cukup beralasan bila pemerintahan Baghdad memberikan kepercayan kepada generasi keluarga Mash’ab ibn Zuraiq untuk melanjutkan estafeta kepemimpinan lokal. Tujuannya tetap sama, menjaga keutuhan wilayah kekuasaan Islam Abbasiyah di wilayah Timur kota Baghdad dan menjadi pelindung dari berbagai kemungkinan serangan negara-negara tetangga di Timur.[8]

Sebenarnya, latar belakang kemunculan dinasti ini diawali oleh peristiwa perebutan kekuasaan antara al-Makmun dan al-Amin. Perseteruan tersebut terjadi setelah khalifah Harun al-Rasyid meninggal dunia pada 809 M. Perseteruan tersebut akhirnya dimenangkan al-Makmun, dan Thahir berada pada pihak yang menang. Peran Thahir yang cukup besar dalam pertarungan itu dengan mengalahkan pasukan al-Amin melalui kehebatan dan kelihaiannya bermain pedang membuat al-Makmun terpesona. Sebagai bentuk penghargaan atas jasanya itu, al-Makmun memberinya gelar Abu al-Yamain atau Zu al-Yaminain (terampil), bahkan diberi gelar si mata tunggal dengan kekuatan tangan yang hebat atau minus one eye, plus an extra right arm. Selain itu, Thahir juga diberi kepercayaan untuk menjadi gubernur di Khurasan pada tahun 205 H, jabatan ini diberikan oleh Al-Makmun sebagai balasan atas jerih payahnya dalam medan perang.[9]

Jabatan ini merupakan peluang bagus baginya untuk meniti karir politik pemerintahan pada masa itu. Jabatan dan prestasi yang diraihnya ternyata belum memuaskan baginya, karena ia mesti tunduk berada di bawah kekuasaan Baghdad. Untuk itu, ia menyusun strategi untuk segara melepaskan diri dari pemerintahan Baghdad. Di antaranya dengan tidak lagi menyebut nama khalifah dalam setiap kesempatan dan mata uang yang dibuatnya. Ambisinya untuk menjadi penguasa lokal yang independen dari pemerintahan Baghdad tidak terealisir, karena ia keburu meninggal pada 207 H, setelah lebih kurang dua tahun menjadi gubernur (205-207 H). Meskipun begitu, kekhalifahan Bani Abbas masih memberikan kepercayaan kepada keluarga Thahir untuk memegang jabatan gubernur di wilayah tersebut. Terbukti setelah Thahir meninggal, jabatan gubernur diserahkan kepada putranya bernama Thalhah ibn Thahir.[10]

2. Kemajuan-Kemajuan yang Dicapai 

Dinasti Thahiriyyah mengalami masa kamajuan ketika pemerintahan dipegang oleh Abdullah ibn Thahir, saudara Thalhah. Abdullah memiliki kekuasaan dan pengaruh yang cukup besar, belum pernah hal ini dimiliki oleh para wali sebelumnya.[11] Ia terus menjalin komunikasi dan kerjasama dengan Baghdad sebagai bagian dari bentuk pengakuannya terhadap peran dan keberadaan Khalifah Abbasiyah. Perjanjian dengan pemerintah Bagdad yang pernah dirintis ayahnya, Thahir ibn Husein, terus ditingkatkan. Peningkatan keamanaan di wilayah perbatasan terus dilakukan guna menghalau pemberontak dan kaum perusuh yang mengacaukan Pemerintahan Abbasiyah. Setelah itu, ia berusaha melakukan perbaikan ekonomi dan keamanan.[12]

Selain itu, ia juga memberikan ruang yang cukup luas bagi upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan perbaikan moral atau akhlak di lingkungan masyarakatnya di wilayah Timur Baghdad. Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan dunia islam, kebudayaan dan memajukan ekonomi, dinansti ini menjadikan kota Naisabur sebagai pusatnya, sehingga pada masa itu, negeri Khurasan dalam keadaan makmur dengan pertumbuhan ekonomi yang baik.[13] Adanya pertumbuhan ekonomi yang baik inilah yang sangat mendukung terhadap kegiatan ilmu pengetahuan dan kebudayaan pada umumnya. 

3. Masa-Masa Kemunduran 

Dalam perjalanan selanjutnya, dinasti ini justru tidak mengalami perkembangan ketika pemerintahan dipegang oleh Ahmad ibn Thahir (248-259 H), saudara kandung Abdullah ibn Thahir, bahkan mengalami masa kemerosotan. Faktornya antara lain; 

a. Pemerintahan ini dianggap sudah tidak loyal terhadap pemerintah Baghdad, karenanya Baghdad memanfaatkan kelemahan ini sebagai alasan untuk menggusur dinasti Thahiriyah dan jabatan strategis diserahkan kepada pemerintahan baru, yaitu Dinasti Saffariyah. 

b. Pola dan gaya hidup berlebihan yang dilakukan para penguasa dinasti ini. Gaya hidup seperti itu menimbulkan dampak pada tidak terurusnya pemerintahan dan kurangnya perhatian terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. 

c. Keamanan dan keberlangsungan pemerintahan tidak terpikirkan secara serius, sehingga keadaan ini benar-benar dimanfaatkan oleh kelompok lain yang memang sejak lama mengincar posisi strategis di pemerintahan lokal, seperti kelompok Saffariyah. Kelompok baru ini mendapat kepercayaan dari pemerintah Baghdad untuk menumpas sisa-sisa tentara Dinasti Thahiriyah yang berusaha memisahkan diri dari pemerintahan Baghdad dan melakukan makar. Dengan demikian, berakhirlah masa jabatan Dinasti Thahiriyah yang pernah menjadi kaki tangan penguasa Abbasiyah di wilayah Timur kota Baghdad.

KLIK


[1]Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010), h. 49-50. 


[2]Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam, h. 63-65. 


[3]Chril Glasse, Ensiklopedi Islam (Cet.II; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada;1999) h. 1 


[4] K. Hitti. History of The Arab (London: The Macmillan Press LTD, 1974), h. 632. 


[5]J.J. Saunder. A History Of Mediveal Islam (London: Rotledge and Kegan Paul, 1965), h. 117. 


[6]Perpustakaan Nasional RI. Ensiklopedi Islam, (Jakarta;Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), hal.33. 


[7]Perpustakaan Nasional RI. Ensiklopedi Islam. h.33. 


[8]Perpustakaan Nasional RI. Ensiklopedi Islam. h.33. 


[9]Ahmad Al-usairy, at-Tarikhul Islami ,(H. Samson Rahman ;Terj. 2003), h. 262. 


[10] Ahmad Al-usairy, at-Tarikhul Islami ,(H. Samson Rahman ;Terj. 2003), h. 263. 


[11]Ahmad Al-usairy, at-Tarikhul Islami. h. 87. 


[12]Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: CV,Pustaka Setia, 2008), h. 147. 


[13]Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam. h. 147.

0 komentar:

HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html